Sampah di Bali

KISAH Nyoman Suwirta, Setiap Hari Naik Truk Ingatkan Warga Pilah Sampah di Klungkung, Ini Solusinya!

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Nyoman Suwirta, menjelaskan konsep pengelolaan sampah saat ditemui di kediamannya di Desa Kamasan, Klungkung, Rabu (6/8/2025).

TRIBUN-BALI.COM - Permasalahan sampah di Bali menjadi perhatian publik, pasca larangan membawa sampah organik ke TPA Suwung.

Ditambah masyarakat di Bali belum terbiasa, dalam memilah sampah secara mandiri di rumah tangga, semakin membuat persoalan sampah menjadi polemik.

Anggota Komisi IV DPRD Bali, yang juga mantan Bupati Klungkung 2 periode I Nyoman Suwirta, ikut menyampaikan pendapat dan pengalamannya dalam upaya menuntaskan masalah sampah.

Menurutnya permasalahan sampah di Bali tidak akan pernah selesai, jika hanya dibicarakan tanpa eksekusi nyata. Ia tidak memungkiri pengelolaan sampah yang hingga kini, masih menjadi tantangan besar di Pulau Dewata.

Baca juga: TRAGEDI Kecelakaan di Gitgit Buleleng, Pir Belakang Patah Sebabkan Truk Pengangkut Ijuk Terguling

Baca juga: 5 TEWAS dalam Sebulan karena Kecelakaan, TKP Terbanyak di Wilayah Kecamatan Mendoyo Jembrana!

Anggota Komisi IV DPRD Bali, yang juga mantan Bupati Klungkung 2 periode I Nyoman Suwirta, ikut menyampaikan pendapat dan pengalamannya dalam upaya menuntaskan masalah sampah. (Tribun Bali/Eka Mita Suputra)

Suwirta yang dinilai cukup gencar mengatasi mengatasi masalah sampah, saat menjadi Bupati Klungkung menceritakan pengalamannya.

Hingga Klungkung sempat beberapa kali mendapatkan bantuan Dana Insentif Daerah (DID) dari upaya mengatasi permasalahan sampah.

Mengawali karier sebagai Bupati Klungkung pada 2013, Suwirta mengisahkan, setiap hari dirinya harus berhadapan dengan masalah TPA Sente yang kerap terbakar. Dari sanalah ia mulai serius memikirkan solusi jangka panjang terhadap sampah.

"Segala sesuatu harus melalui proses. Awalnya saya coba berbagai cara, seperti ecobrick, tapi hasilnya tidak maksimal," ujar Suwirta saat ditemui di kediamannya, Rabu (6/8/2025).

Solusi mulai tampak saat ia bertemu dengan tim dari STT PLN yang memperkenalkan konsep listrik kerakyatan, mengubah sampah menjadi briket bahan bakar untuk genset.

Ia pun bekerjasama dengan Indonesia Power, untuk mewujudkan konversi sampah menjadi energi terbarukan. Namun, upaya tersebut terhenti di tengah jalan karena produksi briket tidak terserap sesuai harapan.

"Banyak lah kami memproduksi briket, setengah jalan katanya briket ini mau dibeli, tapi ini tidak jalan," jelas Suwirta.

Tak menyerah, Suwirta lalu mengembangkan konsep pengolahan sampah organik menjadi kompos Osaki. Konsep ini berjalan baik, dengan pemilahan sampah dari rumah yang baik dan konsisten. Tahun 2017, ia menggencarkan kampanye pemilahan sampah dari rumah.

"Setiap hari saya naik truk sampah, mengunjungi enam kelurahan untuk memastikan warga sudah memilah sampah. Kalau belum, saya sendiri yang turun ke gang-gang kecil," kenangnya.

Upaya itu membuahkan hasil. Tahun 2018, sekitar 87 persen masyarakat Klungkung telah taat memilah sampah. Ia pun menegaskan kunci pengelolaan sampah ada pada pemilahan dari sumber, yakni rumah tangga. 

Ia juga mengatakan, keberhasilan memilah sampah ini hanya akan berkelanjutan jika didukung oleh eksekusi, edukasi yang konsisten, serta sanksi yang tegas.

"Kami bahkan terapkan sanksi tipiring bagi yang buang sampah sembarangan. Edukasi tanpa eksekusi hanya jadi teori," tegasnya.

Menggencarkan kembali kebiasaan memilah sampah bagi masyarakat, Suwirta mendorong agar seluruh ASN dan pejabat menunjukkan aksi nyata dengan membuat video edukatif tentang pemilahan sampah dan membagikannya di media sosial. 

Menurutnya, langkah kecil dari para pemimpin akan menjadi contoh visual yang efektif bagi masyarakat.

"Pegawai, pejabat, masyarakat yang punya kepedulian akan masalah sampah, buat video gerakan bersama. Ramai-ramai posting di medsos secara berkelanjutan, agar memilah sampah ini menjadi kebiasaan," jelas Suwirta.

Menyinggung rencana penutupan TPA Suwung pada Desember 2025, Suwirta mengingatkan pentingnya kesiapan desa-desa melalui pembangunan dan penguatan TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle).

"Saya pernah hentikan pengiriman ke TPA Sente dan menyiapkan TOSS. Tapi saat 42 desa punya TPS3R, justru banyak warga yang tidak mau memilah. Artinya, pembangunan infrastruktur saja tidak cukup," katanya.

Ia menyarankan ke depan, agar alokasi dana desa tidak hanya difokuskan pada pembangunan fisik, melainkan juga pengelolaan sampah, termasuk peningkatan gaji petugas kebersihan yang menghadapi resiko kesehatan tinggi.

"Anggaran jangan diremehkan. Kalau kita ingin sampah benar-benar selesai, hilirnya juga harus diperhatikan," tambahnya.

Terakhir, Suwirta menyoroti pentingnya pemetaan dan pendataan desa yang sudah memiliki TPS3R. Ia mendesak agar Pemprov Bali, memberikan relaksasi kebijakan selama masyarakat masih dalam tahap adaptasi pemilahan sampah.

"Jangan habiskan waktu untuk debat masalah sampah. Mari mulai pilah sampah dari rumah. Semua pihak pejabat, ASN, masyarakat harus bergerak bersama," ungkapnya. (mit)

Berita Terkini