GWK Bali

BONGKAR Pagar Tembok GWK? DPR RI Nyoman Parta Dukung Pemkab Badung, Cok Ace: Kembalikan ke Warga !

Hari ini anggota Komisi X DPR RI, I Nyoman Parta, turun melihat langsung kondisi rumah warga yang terisolir. Nyoman Parta didampingi Bendesa Adat

ISTIMEWA
Anggota DPR RI Nyoman Parta saat sidak ke salah satu rumah warga yang terisolir akibat akses jalan ditutup pagar tembok oleh GWK. 

TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Setelah DPRD Badung, sidak ke pagar tembok yang menutup akses jalan warga Banjar Adat Giri Dharma Ungasan, pada Jumat (26/9/2025) lalu.

Hari ini anggota Komisi X DPR RI, I Nyoman Parta, turun melihat langsung kondisi rumah warga yang terisolir. Nyoman Parta didampingi Bendesa Adat Ungasan, sekaligus Wakil Ketua DPRD Bali I Wayan Disel Astawa, diajak berjalan kaki melihat pagar tembok dan rumah warga yang tertutup akses jalannya karena ada tembok tersebut.

Bahkan politisi senior PDIP Bali ini pun, diajak merasakan langsung berjalan kaki di antara tembok warga dengan pagar tembok GWK yang hanya selebar kurang lebih 1 meter.

Ia juga mengajak berbincang dengan warga yang rumahnya terisolir, menanyakan asli Ungasan, sejak kapan pagar tembok ada dan bagaimana selama ini keluar masuk dengan kondisi akses jalannya tertutup.

Baca juga: Dewan Soroti Letak Patung Dewa Wisnu di GWK, Supartha: Harusnya di Utara Bukan di Selatan 

Baca juga: Sejarah Panjang GWK hingga Kini Tuai Polemik, Pasang Surut hingga Terealisasi Setelah 29 Tahun

"Sebelum turun ke lapangan saya bertemu dengan Kepala Desa, Bendesa Adat, Kelian Adat dan BPN Badung. Dari semua itu ada surat-suratnya lengkap dan jelas," ujar Nyoman Parta.

Surat-surat yang diperlihatkan kepada Nyoman Parta ini, membuktikan secara sah bahwa tanah itu jalan. Jalan yang di tembok dengan tembok beton itu adalah milik Pemkab Badung semuanya tertuang dalam surat-surat yang ada.

"Satu, tanah itu sebelum ada surat pertanyaan oleh Perbekel dan Bendesa Adat Ungasan kepada pihak BPN (mempertanyakan jalan itu milik GWK atau Pemkab) di dalam surat itu intinya di sebelah SHM ini apa? jawabannya dari BPN adalah jalan," jelas Nyoman Parta.

Ia menambahkan kemudian di timur juga, di sebelah ini, kondisinya jawaban dari BPN adalah jalan. Jadi baik di jalur timur maupun jalur barat, itu adalah jalan.

Fakta yang kedua, ada surat menyurat dari pihak GWK dengan Pemkab Badung yang pada intinya, penyerahan (sebidang tanah) GWK kepada pemkab bahwa itu diserahkan dan silakan dimanfaatkan oleh masyarakat.

Kemudian surat kedua adalah surat permintaan, pengelolaan jalan oleh GWK kepada pihak Pemkab Badung. Dan Pemkab Badung menjawab dua surat intinya menolak tanah itu yang minta dikelola oleh GWK.

Selanjutnya adalah surat permintaan untuk jalan itu dilakukan pengaspalan, di mana Pemkab hanya bisa mengaspal di tanah jalannya sendiri. 

"Prinsipnya adalah itu adalah tanah milik Pemda Badung seperti yang saya sebutkan di video itu (unggahan video sidaknya ke lokasi). Selanjutnya saya secara perorangan (pribadi bukan atas nama DPR RI) mendukung Pemkab Badung agar membongkar tembok itu," ungkap Nyoman Parta.

Ia kembali menegaskan, jadi dirinya mendukung bahwa Pemkab Badung mau membongkar tembok beton itu agar masyarakat tidak lagi terisolir.

Dan teman-teman di DPRD Bali juga sudah memberikan rekomendasi, dan rekomendasinya sudah benar sehingga manajemen GWK harus melakukan pembongkaran.

"Jika GWK tidak melakukan pembongkaran secara mandiri, artinya dilakukan sendiri pihak Pemda harus segera melakukan pembongkaran," papar Nyoman Parta.

"Tidak boleh siapapun menembok jalan milik pemerintah ini perseden tidak baik kalau dibiarkan nanti banyak tempat akan terulang, banyak dicontoh bahwa menembok jalan pemerintah itu boleh. Agar tidak dicontoh orang lain segera lakukan pembongkaran," sambungnya.

Ia pun menilai kondisi ini sangat memprihatinkan, karena warga dalam posisi terisolir seperti contohnya pak Sumada harus memotong tembok penyengkernya karena jalan lewat depan lewat lebuh atau angkul-angkulnya sudah di tembok oleh GWK.

Selain itu seorang nenek harus jalan melewati lorong sempit, antara tembok rumahnya dengan pagar tembok GWK hanya untuk bisa menemui dengan cucunya.

Lalu rumah pak Tirta Yasa itu juga benar-benar tidak ada jalan, kalau di sebelahnya membangun otomatis tidak ada jalan lagi untuk keluar masuk.

"Kebetulan tanah di sebelah rumahnya pak Tirta Yasa belum di bangun jadi bisa lewat situ. Ini situasi yang tidak manusiawi oleh karena itu saya mohon kepada GWK, bagaimana membangun usaha yang juga memberikan pembelaan dan pengayom kepada masyarakat lokal atau masyarakat setempat," urainya.

Pihaknya akan menyampaikan masalah ini ke teman-teman di Komisi II DPR RI yang membawahi pertanahan, selain itu juga akan menyampaikan ke teman-teman yang membidangi pariwisata di Komisi VII bahwa ada persoalan seperti ini.

Nama besar GWK Cultural Park Bali sudah menjadi ikon nasional, untuk pariwisata kita patut disyukuri tapi perlakuan seperti ini tidak baik dan tidak benar.

Bahkan pihaknya mendapatkan laporan saat GWK masih dimiliki oleh Nyoman Nuarta semuanya baik-baik saja tidak ada masalah.

"Yang dulu ketika pak Nyoman Nuarta keterangan dari warga semuanya berjalan lancar dan berjalan baik. Yang kita tidak tahu adalah ketika perusahaan ini diambil oleh pihak lain, perjanjiannya seperti apa itu yang kita tidak tahu. Tapi prinsipnya di luar urusan itu bahwa data-data, surat-surat dan lainnya ini adalah tanah milik Pemkab Badung. Jadi ini tanah yang clear sebenarnya," ucap Nyoman Parta.(*)

SOSOK - Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, alias Cok Ace saat ditemui di Festival Budaya Maritim Bali Pelindo Benoa, Minggu 28 September 2025.
SOSOK - Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, alias Cok Ace saat ditemui di Festival Budaya Maritim Bali Pelindo Benoa, Minggu 28 September 2025. (TRIBUN BALI/ NI LUH PUTU WAHYUNI SRI UTAMI.)

Cok Ace: Jika Milik Negara Kembalikan ke Warga 

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali sekaligus Tokoh Pariwisata Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alias Cok Ace memberikan tanggapannya terkait akses jalan pemukiman warga yang ditutup tembok Garuda Wisnu Kencana (GWK). 

Ketika ditemui di Festival Budaya Maritim Bali Pelindo Benoa, Minggu (28/9), Cok Ace berharap dengan kejadian tersebut tak ada karang empet (rumah warga yang tak memiliki akses keluar masuk) di Bali. 

“Mudah-mudahan ada solusi. Saya tidak tahu bagaimana status jalan itu ada yang mengatakan itu jalan negara dan lain sebagainya. Silakanlah biar ada jalan baik kita biasa rukun disini,” kata Cok Ace. 

Lebih lanjutnya ia mengatakan, jika memang jalan tersebut adalah milik negara agar diberikan kembali ke masyarakat. 

“Kalau itu memang tanah negara atau jalan negara ya berilah ruang yang lebih luas kepada masyarakat kita, agar mereka bisa hidup dengan nyaman, hidup dengan tenang yang jelas berilah ruang-ruang kepada masyarakat kita juga andai kata itu milik negara ini ya bukan milik perorangan,” paparnya. 

Sebelumnya, puluhan warga Banjar Adat Giri Dharma Desa Adat Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Badung adukan penutupan akses jalan beberapa rumah warga yang diduga dilakukan oleh pihak manajemen Garuda Wisnu Kencana (GWK) ke DPRD Bali, Senin (22/9). Puluhan warga datang langsung dengan Bendesa Adat Ungasan yang juga Wakil Ketua I DPRD Bali, I Wayan Disel Astawa. 

Kedatangan puluhan warga langsung diterima langsung oleh Komisi I DPRD Bali dan juga Wakil Ketua III DPRD Bali, I Komang Nova Sewi Putra. Salah satu warga adat Banjar Giri Dharma, I Wayan Sugita Putra menceritakan bahwa jalan yang sering dilalui warga dan sering dijadikan bermain layang-layang tak lagi bisa diakses. Pasalnya, akses jalan mereka ditutup sejak setahun lalu. 

“Pihak manajemen GWK telah berjanji sejak September 2024 lalu akan segera membuka akses jalan warga yang ditutup tersebut. Namun, hingga kini janji tersebut belum terealisasi,” kata, Sugita Putra. (sar)
Akses Masyarakat Tak Boleh Ditutup

Sementara Bendesa Adat Ungasan, I Wayan Disel Astawa mengatakan bahwa dalam aturan akses masyarakat tidak boleh ditutup. Baik oleh perusahaan, swasta maupun pemerintah daerah. Justru perusahaan atau swasta maupun pemerintah daerah wajib hukumnya untuk menyediakan akses jalan kepada warga masyarakat.

"Kebetulan menantu saya tempat tinggalnya di situ, susah sekali menerima jalan. Kalau upacara-upacara nganten kami ibaratnya kalau dibilang maju, mundur. Kalau dibilang mundur, tetapi ada di balik gemerlap GWK. Tetapi masyarakat masih memikul banten berjalan kaki ke pinggir jalan karena akses jalan mereka ditutup," kata Disel. (sar)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved