Berita Bali
Kasus TPPO ABK di Benoa Bali, Koalisi TANGKAP Minta Polisi Usut Tuntas dan Proses Hukum Transparan
TANGKAP Desak Polda Bali Usut Tuntas Aktor Intelektual TPPO Benoa: Jangan Berhenti pada Enam Tersangka
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Penetapan enam tersangka oleh Kepolisian Daerah (Polda) Bali dalam kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terhadap 21 calon Anak Buah Kapal (ABK) KM Awindo 2A disambut baik Koalisi TANGKAP (Tim Advokasi Perlindungan Pekerja Perikanan).
Koalisi TANGKAP mendesak agar proses hukum tidak berhenti pada enam orang yang telah dijerat, melainkan harus menelusuri hingga ke aktor intelektual dan pemilik manfaat (beneficial owner) di balik kejahatan kemanusiaan ini.
Kasus yang dilaporkan pada 23 Agustus 2025 ini menyoroti modus penipuan dan eksploitasi kerja terhadap calon ABK yang dijanjikan pekerjaan, namun ditahan dan dipaksa bekerja tanpa kejelasan status di atas kapal cumi.
Keenam tersangka yang ditetapkan berasal dari berbagai pihak, menunjukkan adanya jaringan terorganisasi Tiga orang calo R, MAS, dan TS, Satu oknum aparat Ditpolairud Polda Bali berinisial IPS, Kapten Kapal KM Awindo 2A berinisial JS dan Direktur PT Awindo International berinisial I.
Baca juga: Upaya Pencegahan TPPO, Dirjen Imigrasi Segera Lakukan Penempatan Atase di Kamboja
Para tersangka dikenai pasal berlapis dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO), menunjukkan adanya bukti kuat perekrutan dengan cara penyekapan, penyalahgunaan posisi rentan, dan penjeratan utang.
Perwakilan Koalisi TANGKAP, Ignatius Rhadite, menyampaikan bahwa penetapan tersangka yang melibatkan unsur perusahaan hingga aparat penegak hukum adalah bukti adanya praktik yang terstruktur.
Namun, menurutnya, enam tersangka ini kemungkinan hanyalah pelaksana di lapangan.
"Kami meminta Polda Bali memastikan proses hukum berjalan transparan dan tuntas. Ini kejahatan terorganisir. Polisi wajib menelusuri aliran dana dan keterlibatan berbagai pihak termasuk beneficial owner, serta aktor intelektual yang selama ini berlindung di balik perusahaan," tegas Rhadite, pada Sabtu 25 Oktober 2025
TANGKAP menekankan bahwa kasus ini tidak hanya sekadar penipuan kerja, tetapi merupakan bentuk nyata perbudakan modern.
Oleh karena itu, akuntabilitas negara harus ditunjukkan dengan memburu otak utama di balik operasi perdagangan orang di sektor perikanan ini.
Selain penuntasan proses hukum, Koalisi juga menuntut agar negara segera menjamin perlindungan hukum dan pemulihan hak-hak 21 korban.
"Perlindungan harus mencakup kompensasi, restitusi, dan pendampingan sosial hingga psikologis. Korban telah mengalami penderitaan mental dan fisik," kata dia.
Koalisi TANGKAP juga kembali mengingatkan bahwa kasus ini mengonfirmasi status Pelabuhan Benoa sebagai titik rawan eksploitasi akibat lemahnya pengawasan lintas sektor seperti Disnaker, DKP, Dishub, dan Aparat Penegak Hukum di Pelabuhan.
Pihaknya mendesak adanya reformasi sistem perekrutan ABK yang berbasis kontrak kerja transparan dan kepatuhan terhadap hak asasi manusia.
"Ini adalah kesempatan emas untuk membersihkan ekosistem perikanan dari praktik TPPO. Hukuman yang tegas bagi semua yang terlibat, terutama aktor intelektual, akan menjadi pesan kuat bahwa Indonesia serius memberantas kejahatan ini," pungkasnya. (*)
Kumpulan Artikel Bali

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.