Berita Bali
Sembahyang ke Pura Harus Lapor Satpam, Warga Desa Adat Jimbaran Mesadu ke DPRD Bali
Warga Desa Adat Jimbaran datangi DPRD Bali, mengadu tentang penguasaan lahan oleh PT. Jimbaran Hijau
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR — Warga Desa Adat Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung mendatangi Kantor DPRD Bali pada Rabu 5 November 2025.
Rombongan yang terdiri dari Bendesa Adat, petani, nelayan dan Pengempon Pura Belong Batu Nunggul menyampaikan aspirasi penguasaan lahan oleh PT. Jimbaran Hijau (JH).
Selain itu, jika ada warga yang akan melakukan persembahyangan ke pura harus izin masuk ke satpam PT JH.
Sekitar 50 warga dari Jimbaran tersebut disambut langsung Ketua Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Pansus TRAP) DPRD Provinsi Bali, I Made Supartha beserta jajaran.
Baca juga: SETELAH Viral, Bangunan Ilegal di TWA Penelokan Akhirnya Dibongkar Satpol PP, Simak Alasannya!
Bendesa Desa Adat Jimbaran, Anak Agung Made Rai Dirga Arsana Putra mengungkapkan pelarangan renovasi Pura Belong Batu Nunggul yang menggunakan dana hibah dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali.
Padahal, pura tersebut jauh sudah ada sebelum perusahaan PT. JH.
Pada saat awal pura diperbaiki tahun 2012, pengempon pura sudah minta izin pada pihak PT. CTS sebelum kini menjadi PT. JH.
Waktu itu diizinkan melakukan pembangunan penambahan pura.
Dulu kata dia, hanya ada 1 pelinggih kemudian dilengkapi 1 pelinggih lagi dan dipasangi tembok penyengker dan jadilah Pura Belong Batu Nunggul.
“Karena pura sudah ada dari dulu, tahun 2024 kemarin ajukan permohonan hibah sudah disampaikan adat Pura Belong Batu Nunggul sudah memiliki SKT di Dinas Kebudayaan Badung ini dilarang proses renovasi oleh PT. JH. Padahal secara sejarah tempat itu digunakan pengempon kami oleh CTS, dari legal CTS dan pengempon juga mengatakan sudah diberikan jadi Pura Belong Batu Nunggul,” jelas Gung Rai Dirga.
Sebelum mesadu ke Pansus, warga adat Jimbaran dua hari lalu sudah sempat melakukan mediasi di Kelurahan Jimbaran. Namun mediasi tersebut tidak membuahkan hasil.
Dirga meminta pada pansus agar juga menelusuri lahan yang ada Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHBG) di PT. JH.
Sebab pada tahun 2014, sempat diadakan paruman pada aset diputuskan pada paruman ke depan siapapun yang menjadi pemimpin di Jimbaran, tidak boleh melakukan perpanjangan SHBG atas nama semua PT apapun.
“Nike (itu) keputusan Paruman Desa Adat 2014. Bagaimana keterlibatan kami di desa adat kok bisa SHBG ini diperpanjang? Kami sudah surati pihak PT di tahun 2021, SHGB mana yang masih berlaku tapi surat kami tidak pernah digubris, hal signifikan tidak pernah kami tidak diajak membahas,” bebernya.
Mereka pun sempat mendengar SHGB sudah diperpanjang sehingga sebagai penjuru desa adat merasa tidak dihargai.
Tanah-tanah itu diserahkan bendesa ke PT CTS untuk di SHBG bukan jual beli dan pada saat itu hanya diberikan dana punia Rp 35 juta ditukar dengan luas tanah 31 hektare.
“Oleh karena itu 2019 sebagian besar SHGB seharusnya berakhir kami berharap pansus turun sehingga kami akan dapat informasi sebenar-benarnya. Ini keputusan paruman melarang memberikan tandatangan perpanjangan SHGB di lingkungan Jimbaran,” paparnya.
Tak hanya itu, jika ada warga yang akan melakukan persembahyangan ke Pura Belong Batu Nunggul harus izin masuk ke satpam PT JH. Dan izin masuk untuk sembayang ini sudah dilakukan warga sejak Tahun 2010.
“Harus izin dulu ke PT kalau tidak ada petugas pegang kunci di portal, ya tidak bisa masuk, warga kami terus menerus mempertanyakan tidak bisa masuk. Jawaban dari pihak PT tidak pernah menghalangi orang sembahyang faktanya mau sembahyang izin sama orang. Setiap sembahyang harus lapor dulu tidak nyaman. Semua harus melapor termasuk Jero Mangku,” pungkasnya.
Perwakilan Krama Pura Batu, Nyoman Tekad mengatakan PT. CTS mengalihkan semua perizinan termasuk tanah dan sebagainya ke PT. JH.
Setelah itu, ia menilai PT. JH telah mengabaikan perjanjian semestinya tanah dijanjikan jalan menuju pura tidak di-HGB-kan sehingga krama keberatan.
“Kemarin pengempon memohon dana bantuan 2025 difasilitasi anggota dewan itu tidak diberikan melanjutkan pembangunan ini sangat memukul hati kami,” ungkap Nyoman Tekad.
Saba Desa Adat Jimbaran, I Gusti Putu Ariana membeberkan jumlah hibah yang diberikan Pemprov Bali untuk memperbaiki Pura Belong Batu Nunggul sebesa Rp 500 juta.
“Bagaimana hibah ini bisa segera tereksekusi agar pura ini terwujud. Bagaimana pengempon bisa masuk pura dan tukang bisa bekerja karena selama ini ada hari baik memulai pekerjaan ini sudah dibendung aparat keamanan dan ormas juga ini tempat ibadah kita, rumah kita. Mau masuk ke pura izin ke sana dan ke sini. Di sana ada beberapa pura yang sangat susah kita akses,” ujarnya.
“Harapan kami hibah yang diberikan oleh pemerintah bisa tereksekusi,” ucap Ariana.
Sementara itu Pansus TRAP DPRD Provinsi Bali akan mendatangi PT. JH pekan depan. Hal tersebut diungkapkan Ketua Pansus TRAP DPRD Provinsi Bali, I Made Supartha pada saat wawancara dengan awak media usai pertemuan dengan warga desa adat Jimbaran.
“Minggu depan kita cek jadwalnya agar tak tabrakan dengan jadwal lainnya. Nanti kita rapat RDP, masalahnya ketika ada kegiatan untuk melaksanakan hibah ada tantangan tadi,” jelas Supartha.
Ia pun meminta agar pengempon Pura bersurat ke Polda, Polres dan Polsek, Gubernur dan Pansus TRAP.
Surat ini akan digunakan Pansus TRAP untuk turun ke lapangan.
Sekalian mengecek kegiatan pembangunan di wilayah itu, apakah izinnya sudah lengkap.
“Pelarangan (sembahyang) tidak etis, tidak elok, kok malah jadi tamu orang Bali, jadi tamu di daerahnya sendiri. Pemanggilan PT-nya juga minggu depan,” bebernya.
Setelah aspirasi diterima Pansus TRAP akan perdalam dan akan dibantu oleh tenaga ahli.
Juga akan memanggil terkait siapa yang memiliki kedudukan hukum dengan obyeknya tanah di Jimbaran seluas kurang lebih 280 hektare.
“Kita akan ke sana cek lapangan apa saja yang sudah terbangun, bagaimana izinnya yang terbangun bagaimana tata ruang dan asetnya. Makanya kita cek lapangannya terkait ruang di wilayah Jimbaran yang diklaim PT. JH,” sambungnya.
Anggota Pansus dari Komisi 2 DPRD Bali, I Ketut Tama Tenaya menjelaskan dari segi hibah, harus tetap berjalan sesuai program karena Pemprov telah memberikan hibah tersebut.
“Setelah ada SKT berarti ini pura sudah diakui. Nanti semestinya Bupati Badung tanggung jawab untuk membantu rakyatnya di Jimbaran karena SKT secara legal diberikan di Badung. Syukur setelah tahun 2025 baru bisa cair dari sekian lama menunggu, saya pernah turun ke pura itu dua kali, memang keadaannya memprihatinkan,” ujar Tama Temaya.
“Justru setelah hibah cair baru ribut setelah baru mau eksekusi jadi untuk renov dari pihak PT menyetop tidak boleh tukang kerja. Karena hibah sudan turun dan saya yakin kalau pura diukur ulang meskipun berada di dalam kawasan contohnya di ITDC Nusa Dua banyak pura malah dilindungi dibantu tidak dimusnahkan dari daftar pura, mestinya pembangunan pura ini bisa dilanjutkan,” pungkasnya. (sar)
PT JH Bantah Halangi Pembangunan Pura
PT Jimbaran Hijau (JH) melalui Kuasa hukumnya, Michael A. Wirasasmita dan I Kadek Agus Widiastika Adiputra menegaskan tidak ada niat untuk menghalangi membangun tempat ibadah pembangunan pura.
“Kami tak berniat untuk menghalangi membangun tempat ibadah, namun kami ingin mencegah adanya salah sasaran dana hibah yang cair,” jelas Michael di Denpasar, Rabu 5 November 2025.
Dalam hal ini, dana hibah Pemprov Bali difasilitasi oleh Anggota DPRD Bali Ketut Tama Tenaya dengan jumlah Rp 500 juta.
“Jika nanti dibangun di posisi lahan pihak lain, bukan lahan pihak pemohon hibah nanti bisa dikategorikan merugikan keuangan daerah. Nantinya akan bisa berimbas ke kasus hukum, dalam hal ini tindak pidana korupsi (Tipikor),” jelasnya.
“Kami tidak ingin nantinya pihak yang niatnya baik, seperti Pemprov Bali, Anggota DPRD Bali (Ketut Tama Tenaya) jadi ikut kena getahnya,” ujarnya.
Bahkan pihaknya, mengatakan terkait pura di area PT JH ada 4 pura yang sampai saat ini malah selalu dibantu aktif pihak PT JH dalam aktivitasnya sebagai tempat ibadah.
Tak hanya itu, sebelumnya juga pihak PHDI Bali melalui Sekretaris PHDI Bali Putu Wirata Dwikora menyarankan untuk menunda pembangunan.
“Karena masih terjadi laporan pidana, alangkah baiknya untuk jangan dulu atau sampunang dulu membangun pura,” ujar Dwikora saat mediasi di Kantor Lurah Jimbaran.
“Karena mediasi sudah berulang, sengketa dan laporan pidana atas penyerobotan. Mending tunggu sampai masalah hukum selesai,” imbuh dia.
Baginya jika dipaksakan membangun, bisa-bisa nantinya memicu masalah hukum baru. Yang dimaksud masalah baru adalah terkait penggunaan dana hibah.
Dwikora yang juga Ketua Bali Corruption Wacth (BCW) mengatakan, banyak masalah yang muncul jika salah memanfaatkan dana hibah.
“Jangan malah nanti memicu masalah hukum yang baru, karena ini menyangkut dana hibah pemerintah,” jelas Dwikora.
Sekretaris Dinas Kebudayaan Bali I Ketut Gede Arta menyampaikan hal-hal yang akan dilakukan jika tidak mampu mempertanggungjawabkan dana hibah.
Termasuk nanti diperiksa Inspektorat, BPK dan lainnya. Gede Arta mengatakan yang terpenting ada jalan keluar yang terbaik.
“Jangan nantinya rencana pembangunan Pura dengan dana hibah malah memicu masalah hukum,” kata dia. (ian)
Kumpulan Artikel Bali

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.