Bisnis

TANTANGAN Terbesar Industri Sawit Global Kini Hadapi Persepsi Negatif dan Kepercayaan 

Paganini kemudian menegaskan, bahwa teknologi harus dipandang bukan sebagai beban biaya, melainkan investasi strategis dalam daya saing.

Istimewa/Dokumentasi Panitia IPOC 2025
Adjunct Professor dari John Cabot University, Roma, Pietro Paganini, saat mengisi sesi diskusi panel di hari kedua penyelenggaraan IPOC ke-21. 

“Klaim ‘tanpa sawit’ hanyalah jalan pintas pemasaran. Klaim ini menyerang sebuah bahan, bukan masalah yang sebenarnya,” tegasnya.

Ia juga menekankan perlunya komunikasi berbasis data, literasi gizi yang lebih komprehensif, dan upaya sistematis untuk meluruskan kesalahpahaman publik.

Di akhir paparannya, Paganini menyerukan agar negara produsen dan industri sawit tidak lagi bersikap reaktif, tetapi mengambil peran pemimpin dalam diplomasi keberlanjutan global.

Dia menekankan pentingnya membangun narasi baru bahwa sawit bukan sekadar komoditas, melainkan kekuatan pembangunan, kemakmuran, dan inovasi.

 

Produksi dan Pasar India


Di sisi lain, Chairman Asian Palm Oil Alliance (APOA) Atul Chaturvedi mengatakan bahwa India tengah berada pada fase kritis dalam memenuhi kebutuhan minyak nabati nasional. 

Dengan konsumsi yang terus meningkat dan ketergantungan impor yang tinggi, India dinilai harus mengambil langkah strategis untuk meningkatkan produksi domestik sekaligus memperkuat kerja sama dengan negara produsen.

“India adalah pasar minyak nabati terbesar di dunia, namun sekaligus negara yang paling rentan karena ketergantungan impor mencapai 60 persen. Ini adalah tantangan besar yang tidak bisa diatasi hanya dengan kebijakan tarif, melainkan melalui upaya peningkatan produksi domestik dan kemitraan regional yang lebih kuat,” ujar Atul Chaturvedi.

Dalam paparannya, Chaturvedi menyampaikan bahwa permintaan minyak nabati India diproyeksikan naik signifikan seiring pertumbuhan ekonomi dan demografi. India kini merupakan ekonomi terbesar kelima dunia dan diperkirakan naik ke posisi ketiga pada 2030.

Untuk diketahui, India menyumbang 11 persen permintaan global minyak nabati. Konsumsi nasional sekitar 26,5 juta ton, dengan minyak sawit berkontribusi 37 persen. Impor sawit India mencapai 8,25 juta ton, atau 50 persen dari total impor minyak nabati.

Pada 2047, konsumsi minyak nabati diprediksi mencapai 50 juta ton, dengan konsumsi sawit bisa naik menjadi 19 juta ton. “Pertanyaannya sederhana tetapi krusial: dari mana minyak sebanyak itu akan dipenuhi?,” tegas Chaturvedi.

India beberapa kali melakukan penyesuaian tarif impor untuk mengontrol harga konsumen dan menjaga margin petani.  Namun Chaturvedi menilai strategi tarif bukan solusi jangka panjang.

“Tarif tinggi ibarat ular yang memakan ekornya sendiri. Alih-alih menekan eksportir luar negeri, yang terbebani justru konsumen domestik. Harga naik, daya beli turun, dan industri ikut terpukul,” ucapnya.(*)

Sumber: Tribun Bali
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved