Bangke Matah Dikubur di Klungkung Bali
Detik-Detik Dewa Aji Tapakan Akan Dikubur Hidup-Hidup, Suami Istri Bubuhkan Cap Jempol!
Dewa Aji Tapakan (55) mengaku telah mendapat restu dari sang istri, Desak Tapakan
Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Aloisius H Manggol
TRIBUN-BALI.COM, SEMARAPURA- Dewa Aji Tapakan (55) mengaku telah mendapat restu dari sang istri, Desak Tapakan serta seluruh keluarga besarnya terkait keputusannya untuk tetap mengikuti prosesi ngayah sebagai watangan atau layon dan harus dikubur saat pementasan Calonarang di Banjar Adat Getakan, Banajrangkan, Klungkung, Kamis (13/10/2016) malam ini.
Dirinya dan sang istri telah berkali-kali mengikuti pertemuan dengan pihak kepolisian dan desa adat terkait dengan lakon yang ia jalani sebagai watangan.

Dewa Aji Tapakan Ketika berdiri di depan liang Kubur di Setra Desa Adat Getakan, Kamis (13/10/2016).
Dewa Aji Tapakan dan sang istri pun telah membubuhkan cap jempol di surat pernyataan yang telah dibuat oleh pihak Banjar Adat Getakan.
Baca: Dewa Aji Tapakan Diarak Lalu Dimandikan Ala Mayat, Ribuan Mata Jadi Saksi
Baca: Krama Kerauhan Saat Berjalan Menuju Setra, Dewa Aji Tapakan Pun Berdiri di Hadapan Liang Kubur
Baca: VIDEO: Puluhan Anak dan Orang Dewasa Jadi Bangke Matah, Suasana Mistis Begitu Terasa
“Persiapannya nanti, sebelum calonarang dimulai, saya akan memohon keselamatan di sanggah, di Setra dan di Pura Dalem,” jelas Dewa Aji Tapakan.
Sepupu dari Dewa Aji Tapakan, Dewa Putu Cakra menjelaskan jika sebenarnya pihak keluarga besar merasa khawatir dengan keputusan yang diambil oleh salah satu anggota keluarganya tersebut.
Namun, karena Dewa Aji Tapakan sudah siap dan itu merupakan kehendak Ida Sesuhunan, pihak keluarga tidak bisa berbuat banyak.
Pihak keluarga besar hanya akan berdoa agar prosesi tersebut lancar dan tidak terjadi hal yang tidak diinginkan terhadap Dewa Aji Tapakan.
“Kita hanya bisa berdoa dan berharap kepada ida sesuhunan agar anggota Keluarga kami selalu diberi keselamatan,” ujar Dewa Putu Cakra.
Dewa Aji Tapakan mengaku sudah ngayah sebagai watangan atau layon sebanyak 10 kali, atau sejak tahun 2005.
Sesuai pawisik yang diterima, ketika sudah memasuki pertunjukan Calonarang yang ke 11 di Banjar Getakan, Watangan harus dipendem atau dikubur.
Ketika ditanya mengenai kesiapannya dalam prosesi tersebut, dengan suara pelan ia menyatakan siap secara jasmani dan rohani untuk menjalani prosesi mependem atau dikubur tersebut.
“Saya selama ini ngayah sebagai layon (watangan). Saya sudah siap lahir batin walaupun harus mependem di kubur. Karena ini kehendak beliau, pasti beliau akan melindungi,” ungkap pria yang ketika ditemui menggenakan pakaian serba putih tersebut.