10 Fakta Mengejutkan Evakuasi Petapa Mahaguru Aertrya di Hutan Kawasan Buleleng

Pertapa tersebut dievakuasi dari dalam hutan negara yang dilindungi di lereng perbukitan Desa Tambakan, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng

Tribun Bali/Ratu Ayu Astri Desiani
Seorang pengikut Maha Guru Aertrya, Komang Awik (kanan) mengungkapkan sang guru telah meninggalkan Desa Tambakan, dan kembali melanjutkan pertapaannya di Goa Panca Pendawa yang terletak di kawasan hutan Dusun Mengandang, Desa Pakisan, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng. 

10.   Kepala Dinas Kehutanan Pemprov Bali, I Gede Nyoman Wiranata mengatakan pihaknya mengevakuasi Mahaguru Aertrya Narayana karena tinggal tanpa izin dalam kawasan hutan lindung. Ia menjelaskan, warga masyarakat yang ingin bertapa bisa memohon izin ke Pemprov Bali, karena menurut Undang Undang (UU) tidak boleh seorangpun tinggal di kawasan hutan lindung.

Evakuasi terhadap Mahaguru Aertrya Narayana dilakukan bersama oleh Sekretaris Desa (Sekdes) Tambakan, Kepala Resor Pemangkuan Hutan (KRPH) Provinsi Bali, Petugas Kehutanan Bali Utara, petugas Linmas Desa Tambakan, Bhabinkamtibmas dan Babinsa Desa Tambakan.

Diberitakan sebelumnya, evakuasi dilakukan setelah tim berkomunikasi dengan pihak keluarga untuk membujuk agar Mahaguru Aertya meninggalkan hutan negara.

Akan tetapi, dia menolak meninggalkan hutan.

Apalagi, juga ada komplain dari warga.

“Warga kami di Sanglangki komplain terkait penggunaan air," ungkap Perbekel Desa Tambakan, Nyoman Surama, ketika ditemui di kediamannya, Minggu (20/8/2017) sore. 

Mahaguru Aertrya, yang para pengikutnya terbilang cukup banyak dan tersebar di Kabupaten Buleleng, diketahui memasuki hutan negara sejak 6 Juli.

Susena menegaskan, tindakan Dinas Kehutanan sesungguhnya sudah sebuah pemberangusan hak dalam menjalankan agama.

Disebutkan Susena, ajaran Hindu mengenal empat tingkatan kehidupan atau catur asrama, yang satu diantaranya adalah wanaprasta asrama yakni pengasingan terhadap kehidupan duniawi keluarga.

“Kami sangat sesalkan sikap dari Dinas Kehutanan, apalagi ini terjadi di Bali. Ini kita akan mintakan perhatian kepada gubernur. Semestinya, petugas berkoordinasi dulu dengan lembaga umat sebelum mengambil langkah. Ini memprihatinkan, karena kasus ini bisa melemahkan nilai-nilai Hindu, terutama kebebasan berkeyakinan. Ini juga sebuah diskriminasi dari orang kita terhadap umat kita sendiri,” terang Susena melalui telepon di Denpasar, Minggu (20/8/2017).

Di zaman modern, jelas dia, memang tidak banyak orang yang melakukan pertapaan.

Kendati demikian, evakuasi atau pengusiran secara halus terhadap pertapa baru ia dengar di Bali.

Di Jawa, ia mencontohkan, di kaki-kaki sejumlah gunung dan hutan banyak pertapa menjalankan semadi.

Tetapi, imbuh Susena, tidak pernah terdengar ada pihak yang turut campur dengan urusan itu, karena bertapa terkait dengan keyakinan seseorang.

Ia menjelaskan, spiritualitas dalam Hindu adalah dengan cara bertapa, dan bertapa identik dengan keyakinan Hindu.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved