Gunung Agung Terkini
TERKINI: Retakan Kawah Gunung Agung Kian Meluas, Indikasi Terjadi Gempa Tremor
Kawah Gunung Agung telah berubah dibandingkan keadaan kawah di tanggal 13 September 2017
Penulis: Putu Candra | Editor: Aloisius H Manggol
TRIBUNBALI.COM, AMLAPURA - Sejak munculnya kepulan asap putih (solfatara) beberapa kali dari puncak Gunung Agung, menandakan rekahan kawah kian meluas.
Rekahan terjadi di sekitar kawah gunung terbesar di Bali ini.
Baca: Tiap Hari Rasakan Gempa, Pengungsi di Luar Radius Bahaya Was-was Diminta Pulang, Ini Katanya
Demikian disampaikan, Kepala Bidang Mitigasi Gunungapi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM, I Gede Suantika.
Baca: Gunung Agung Telah Alami Retakan, Secara Keilmuan Dapat Membentuk Lubang Lain
"Dua hari terakhir ini mulai terjadi kepulan asap kawah agak tebal, dibandingkan kepulan asap sebelumnya yang masih terlihat tipis. Itu menunjukan tembusan-tembusan solfatara makin meluas. Rekahannya terjadi di dasar kawah," jelasnya ditemui, Jumat (29/9/2017) di Pos Pengamatan Gunungapi Agung, Desa Rendang, Karangasem.
Dituturkan Suantika, terjadinya rekahan di kawah Gunung Agung ditandai dengan munculnya asap solfatara.
Baca: Jika Terjadi Gempa Tremor Gunung Agung Diprediksi Segera Erupsi, Ini Ciri Gempa Tremor
"Kita kembali flashback adanya penemuan oleh pendaki dari Indonesia yang menemukan adanya tembusan solfatara di atas. Tanggal 13 September 2017 itu kan asap tidak bisa dilihat secara visual dari kejauhan 12 km dari puncak Gunung Agung. Kemudian seminggu terakhir, mulai terekam, terlihat asap dengan ketinggian 50 meter sampai dengan 200 meter," jelasnya.
Dari tanggal 13 September 2017 itu, dikatakan Suantika, hanya beberapa titik tembusan solfatara (asap kawah).
Namun beberapa hari terakhir hingga kini sudah ada bebebera rekahan tambahan.
"Kemudian data satelit juga mendukung, bahwa ada rekahan di dasar. Rekahannya banyak ya, kira-kira beberapa ratus meter. Kalau diameter kawah sendiri itu sekitar 600 meter. Jadi intinya kawah sudah berubah dibandingkan keadaan kawah di tanggal 13 September 2017," ungkapnya.
Ditanya dengan bertambahnya rekahan apakah mengindikasi terjadinya gempa tremor.
Suantika mengiyakan.
"Tremor iya. Nanti kalau meletus ada tremor.
Jika menuju erupsi, kegempaan akan seperti apa, apakah kekuatannya meninggi?
Suantika menyatakan kegempaan tidak akan bisa terbaca dan jumlahnya kian banyak.
"Gempanya sudah tidak bisa dibaca. Gempanya banyak sekali. Kalau sudah erupsi, gempanya tidak terasa. Mungkin hanya airsoft aja yang kita dengar. Gempa tremor yang terjadi terus menerus tapi tidak terasa. Tapi bisa terdeteksi oleh seismograf, karena kan sensitif," paparnya.
Lebih lanjut, skenario erupsi Gunung Agung dikatakan Suantika, berawal munculnya asap putih (solfatara), kemudian asap kian menebal dan terjadi perubahan warna.
"Setelah asap putih tipis, secara visual asap makin abu-abu tebal, makin menghitam, dan makin tinggi. Itu bisa dilihat, dan itu sudah bisa kita anggap erupsi. Sekarang kan asapnya masih terlihat warna putih. Setiap pagi kan kita bisa lihat," terangnya.
Apakah erupsinya kecil atau besar?
Ditanya demikian, Suantika kembali mengacu ke skenario letusan Gunung Agung tahun 1963.
"Mungkin bisa saja ya, erupsinya bergulung-gulung dulu, sesuai skenario letusan 1963. Kepulan abu tinggi, disusul lelehan lava dan awan panas. Mungkin juga ada eksplosif agak besar, itu skenario kedua, mungkin," ujarnya.
Terkait dengan kegempaan, Suantika menyatakan, tujuh hari terakhir ini, fluktuasi jumlah kegempaan diatas angka 500 gempa tektonik dalam, sekitar 300 gempa vulkanik dangkal ,serta terjadi gempa tektonik lokal 60 kali ke atas.
"Itu artinya kegempaan Gunung Agung masih kritis, karena gempa-gempa yang terasa, sehari rata-rata terjadi 10 kali dalam seminggu terakhir ini," jelasnya.(*)
