Gunung Agung Terkini

Kepulan Asap Kawah Gunung Agung Agak Tebal dari Sebelumnya, Rekahan Meluas Ratusan Meter

Terjadinya rekahan di kawah Gunung Agung ditandai dengan munculnya asap solfatara.

Penulis: Putu Candra | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
Tribun Bali/Rizal Fanany
Warga menyaksikan Gunung Agung dari Pantai Sanur, Rabu (27/9/2017). 

TRIBUN-BALI.COM, AMLAPURA - Sejak munculnya kepulan asap putih (solfatara) beberapa kali dari puncak Gunung Agung, menandakan rekahan kawah kian meluas.

Rekahan terjadi di sekitar kawah gunung terbesar di Bali ini.

Baca: Jro Mangku Ini Tiap Hari Makemit di Pura Besakih, Begini Kesaksiannya saat Gunung Agung Meletus 1963

Baca: Cerita Saksi Mata Letusan Gunung Agung 1963: Sebelum Meletus Ada Suara Seperti Piring Pecah

Baca: Tiap Hari Rasakan Gempa, Pengungsi di Luar Radius Bahaya Was-was Diminta Pulang, Ini Katanya

Baca: Bayi Kembar Lahir dari Pengungsi di Bangli, Wayan Subur Bingung Mau Dibawa Kemana

Demikian disampaikan Kepala Bidang Mitigasi Gunungapi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM, I Gede Suantika, Jumat (29/9/2017).

"Dua hari terakhir ini mulai terjadi kepulan asap kawah agak tebal, dibandingkan kepulan asap sebelumnya yang masih terlihat tipis. Itu menunjukkan tembusan-tembusan solfatara makin meluas. Rekahannya terjadi di dasar kawah," jelasnya di Pos Pengamatan Gunungapi Agung, Desa Rendang, Karangasem.

Terjadinya rekahan di kawah Gunung Agung ditandai dengan munculnya asap solfatara.

"Kita kembali flashback adanya penemuan oleh pendaki dari Indonesia yang menemukan adanya tembusan solfatara di atas. Tanggal 13 September 2017 itu kan asap tidak bisa dilihat secara visual dari kejauhan 12 km dari puncak Gunung Agung. Kemudian seminggu terakhir, mulai terekam, terlihat asap dengan ketinggian 50 meter sampai dengan 200 meter," jelasnya.

Dari tanggal 13 September 2017 itu, dikatakan Suantika, hanya beberapa titik tembusan solfatara (asap kawah).

Namun beberapa hari terakhir hingga kini sudah ada bebebera rekahan tambahan.

"Kemudian data satelit juga mendukung, bahwa ada rekahan di dasar. Rekahannya banyak ya, kira-kira beberapa ratus meter. Kalau diameter kawah sendiri itu sekitar 600 meter. Jadi intinya kawah sudah berubah dibandingkan keadaan kawah di tanggal 13 September 2017," ungkapnya.

Ditanya dengan bertambahnya rekahan apakah mengindikasi terjadinya gempa tremor, Suantika mengiyakan.

"Tremor iya. Nanti kalau meletus ada tremor," tandasnya.

Jika menuju erupsi, apakah kegempaan semakin kuat?

Suantika menyatakan kegempaan tidak akan bisa terbaca dan jumlahnya kian banyak.

"Gempanya sudah tidak bisa dibaca. Gempanya banyak sekali. Kalau sudah erupsi, gempanya tidak terasa. Mungkin hanya airsoft saja yang kita dengar. Gempa tremor yang terjadi terus-menerus tapi tidak terasa. Tapi bisa terdeteksi oleh seismograf, karena kan sensitif," paparnya.

Skenario erupsi Gunung Agung berawal munculnya asap putih (solfatara), kemudian asap kian menebal dan terjadi perubahan warna.

"Setelah asap putih tipis, secara visual asap makin abu-abu tebal, makin menghitam, dan makin tinggi. Itu bisa dilihat, dan itu sudah bisa kita anggap erupsi. Sekarang kan asapnya masih terlihat warna putih. Setiap pagi kan kita bisa lihat," terangnya.

Apakah erupsinya kecil atau besar, Suantika kembali mengacu ke skenario letusan Gunung Agung tahun 1963.

"Mungkin bisa saja ya, erupsinya bergulung-gulung dulu, sesuai skenario letusan 1963. Kepulan abu tinggi, disusul lelehan lava dan awan panas. Mungkin juga ada eksplosif agak besar, itu skenario kedua, mungkin," ujarnya.

Terkait dengan kegempaan, Suantika menyatakan, tujuh hari terakhir ini, fluktuasi jumlah kegempaan di atas angka 500 gempa tektonik dalam, sekitar 300 gempa vulkanik dangkal, serta terjadi hempa teknonik lokal 60 ke atas.

"Itu artinya kegempaan Gunung Agung masih kritis, karena gempa-gempa yang terasa, sehari rata-rata terjadi 10 kali dalam seminggu terakhir ini," jelasnya.

Suantika pun kembali menegaskan bahwa saat ini Gunung Agung masih Level IV (status Awas), dan masih kritis.

"Jadi sudah siap mau meletus," tegasnya.         

Pasang Tiltmeter

Sementara itu, PVMBG kembali memasang dua alat tiltmeter yang merupakan pendeteksi kembang kempesnya gunung.

Alat tersebut dipasang di badan Gunung Agung bagian utara, tepatnya di Desa Ban, Kecamatan Kubu.

Suantika menjelaskan, pemasangan tiltmeter untuk mengetahui kembang kempesnya gunung dan medeteksi volume material yang terkandung di dalam Gunung Agung.

Alat tiltmeter ditambah untuk mengetahui kandungan volume material yang akan keluar dari kawah Gunung Agung.

Sampai kini, katanya, gunung terus mengembang hingga berapa milimeter.

Diprediksi material yang keluar akan meningkat.

Untuk Gunung Agung tiltmeter yang dipasang baru satu unit.

Lokasi berada di badan Gunung Agung di Desa Besakih, Kecamatan Rendang.

Alat tersebut beroperasi maksimal, tapi belum bisa mendeteksi pengembungan bagian utara Gunung Agung.

"Semakin banyak pasang (tiltmeter) semakin bagus. Kita tahu volume material yang keluar dari kawah gunung. Antisipasi hal terburuk yang terjadi," ungkap Suantika. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved