Simpang Ring Banjar
Dilarang Berburu di Sidayu Nyuhaya, Buat Pararem Lestarikan Satwa 20 Tahun Lalu
Warga Sidayu Nyuhaya sepakat untuk menjaga kelestarian satwa, khsususnya burung yang ada di wilayah pakraman setempat
Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, KLUNGKUNG - Suasana sejuk terasa saat memasuki bencingah Banjar/Pakraman Sidayu Nyuhaya, Desa Takmung, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung.
Pepohonan rindang dan deretan pohon kelapa membuat suasana desa menjadi asri.
Bagi masyarakat di Sidayu Nyuhaya, kelestarian lingkungan sangat penting.
Warga Sidayu Nyuhaya sepakat untuk menjaga kelestarian satwa, khsususnya burung yang ada di wilayah pakraman setempat.
Warga dilarang berburu burung sembarangan di wilayah Sidayu Nyuhaya.
Komitmen ini telah tertuang dalam pararem yang dibuat pihak 20 tahun lalu.
"Larangan ini tidak hanya berlaku bagi masyarakat Sidayu Nyuhaya, tapi juga warga luar," ujar Bendesa Pakraman Sidayu Nyuhaya, Made Mustika.
Bagi warga Sidayu Nyuhaya, pelestarian satwa adalah wujud menyeimbangkan ekosistem sekaligus wujud pelestarian lingkungan.
Lebih-lebih warga Sidayu Nyuhaya sadar betul diwarisi kearifan lokal berupa konsep Tri Hita Karana, konsep tiga keseimbangan.
“Setahu saya, saya masih muda sudah ada pararem tersebut,” kata Mustika.
Pararem ini lahir bermula dari perbincangan sejumlah warga untuk melestarikan burung-burung yang selama ini ramai menghuni pohon-pohon perindang di desa setempat.
“Waktu itu pembicaraannya beberapa warga ingin burung-burung itu dilestarikan, tidak ada yang mengganggu. Pas ada undang-undang tentang pelestarian satwa (UU No.5 Tahun 1990),” ungkap Mustika.
Bermula dari obrolan di pinggir jalan, akhirnya oleh warga diusulkan dalam paruman.
Karena krama satu pemikiran, saat paruman hal itu disepakati menjadi sebuah pararem.
Menariknya, dalam pararem tersebut tidak dibuat sanksi tertentu bagi warga yang melanggar termasuk ketika ada warga luar yang berburu burung di wilayah Desa Pakraman Sidayu Nyuhaya.