Kapolda Bali: Jamin Stabilitas Regional Melalui Kerjasama dalam Penanggulangan Terorisme

Kapolda Bali, Irjen Pol. Dr. Petrus Reinhard Golose menghadiri acara Indo Defence 2018 Expo & Forum

Editor: Rizki Laelani
FOTO: HUMAS POLDA BALI
Kapolda Bali, Irjen Pol. Dr. Petrus Reinhard Golose menghadiri acara Indo Defence 2018 Expo & Forum yang digelar di Hall C3 JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (8/11/2018). Golose hadir mewakili Kapolri Jenderal Polisi Prof. H. Muhammad Tito Karnavian, Ph.D. Kehadiran Golose sekaligus sebagai pembicara dengan tema “Menjamin Stabilitas Regional melalui Kerjasama dalam Penanggulangan Terorisme”. 

Kapolda Bali: Jamin Stabilitas Regional Melalui Kerjasama dalam Penanggulangan Terorisme

TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Kapolda Bali, Irjen Pol. Dr. Petrus Reinhard Golose menghadiri acara Indo Defence 2018 Expo & Forum yang digelar di Hall C3 JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (8/11/2018).

Golose hadir mewakili Kapolri Jenderal Polisi Prof. H. Muhammad Tito Karnavian, Ph.D.

Kehadiran Golose sekaligus sebagai pembicara dengan tema “Menjamin Stabilitas Regional melalui Kerjasama dalam Penanggulangan Terorisme”.

Pada kesempatan tersebut, Golose mengatakan, terorisme telah menjadi permasalah global bagi negara-negara di dunia.

Baca: Transaksi Sabu di Jalan Raya Kampus Unud, Jasman Tak Berkutik Setelah Aksinya Diketahui Polisi

Baca: Bawa Telor Berlebihan, Pemotor Ini Dihentikan Polisi Lalu Ini yang Terjadi

Baca: 5 Pose Maria Ozawa Tertangkap Kamera Saat Diperiksa, dan Pesan untuk Masyarakat Indonesia

Baca: Luna Maya Buka Suara Soal Kehidupannya Pascakasus Video Mesum Pada Boy William, Ini Curahannya

Karena berbagai kerugian baik material maupun korban jiwa harus ditanggung atas aksi terorisme yang terjadi, sehingga kerjasama melawan terorisme sangat penting dilakukan.

Disampaikannya, dari tahun 2000 hingga 2017, sudah terjadi sebanyak 27 kali serangan bom besar di wilayah Indonesia dan selama tahun 2018 telah terjadi 21 aksi teror.

Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini, aksi teror tersebut dilakukan jaringan teror Jamaah Anshorut Daulah (JAD) yang sebagian besar targetnya adalah aparat kepolisian dan rumah ibadah.

“Saat ini jaringan kelompok terstruktur yang ada di Indonesia terbagi atas dua afiliasi yaitu ISIS dan Al Qaeda."

Baca: Link Live Streaming, Prediksi dan Head to Head Peripura vs Bali United, Ada Apa Saling Sanjung?

Baca: Kalkulasi Bali United Bisa Juara Liga 1 2018, Persib, PSM, dan Persija Bisa Gagal Jika Ini Terjadi

"Dari dua afiliasi tersebut, ada beberapa kelompok seperti Jamaah Anshorut Daulah (JAD), Jamaah Ansharut Khilafah (JAK), Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Jamaah Anshorut Syariah (JAS), dan Jamaah Islamiyah (JI)."

"Kelompok-kelompok ini juga berhubungan dengan jaringan teror yang berada di Asia dan juga Irak dan Siriah,” ungkap Golose.

Lebih lanjut, jenderal lulusan Akpol tahun 1988 ini mengungkapkan, terjadi pergeseran modus operandi yang dilakukan jaringan terorisme.

Di antaranya, propaganda yang sebelumnya secara konvensi melalui buku, majalah, poster, dan pamflet menjadi mengeksploitasi dunia maya.

Selanjutnya, rekruitmen yang sebelumnya merekrut anggota dengan latar belakang pendidikan rendah dan ekonomi kelas menengah ke bawah.

Baca: Drawing Kualifikasi Piala Asia U-23 2020, Ini Lawan yang Dihadapi Timnas Indonesia

Baca: Bima Sakti Sebut Lima Pemain Timnas Kandidat Kapten, Siapa Layak?

Baca: Stefano Lilipaly Kembali ke Timnas Indoneia, Bima Sakti Ingin Turunkan Skuat Terbaik

Baca: Live Streaming RCTI - Head to Head Timnas Indonesia Vs Singapura, 8 Laga Singapura Mendominasi

Kini, rekrutmen menjadi yang berpendidikan tinggi dan berasal dari kelas ekonomi atas dengan melibatkan anak-anak serta istri sebagai pelaku bom bunuh diri.

Tidak hanya itu pengadaan logistik hingga pendanaan juga terjadi perubahan.

Terkait pengadaan logistik yang sebelumnya dilakukan secara konvensional berubah menjadi pendanaan melalui transaksi online.

“Melihat pergeseran modus operandi tersebut, perlu kerjasama seluruh stake holder terkait dalam hal penanganan aksi terorisme."

"Yang mana, aktivitas terorisme selalu berputar dan terhubung satu sama lain mulai dari recruitment, training, logistic provision, paramilitary formation, planning, execution of attack, hiding, fundraising hingga propaganda,” ucap Golose.

Menurutnya, perkembangan aksi terorisme juga terjadi pada pergeseran metode, sasaran hingga penampilan para pelaku aksi teror.

Kini mereka lebih mengedepankan metode aksi teror yang disebut sebagai amalan, dimana para pelaku siap melakukan serangan dengan bom bunuh diri.

Melakukan serangan sampai dibunuh oleh musuh, misalnya ditembak oleh polisi.

“Mereka juga mulai menggunakan metode yang disebut unexpeted actors yaitu melibatkan anggota keluarga, perempuan dan anak-anak untuk melakukan aksi teror secara langsung."

"Seperti yang terjadi di Surabaya. Ini merupakan aksi pertama yang terjadi didunia,” kata jenderal bintang dua di pundak ini.

Sejak dideklarasikannya ISIS pada tahun 2014, ini menjadi magnet bagi orang Indonesia untuk bergabung dengan ISIS di Irak dan Suriah.

Tercatat oleh Satgas Counter FTF, warga Indonesia yang diketahui bergabung dengan jaringan terorisme internasional dalam konflik dunia 2015-2018 sebanyak 1,506 orang.

Banyaknya jumlah warga negara Indonesia yang menjadi foreign terrorist fighters (FTF) dan bergabung dengan ISIS di Suriah, Irak dan Filipina Selatan memunculkan ancaman.

Di antaranya, frustrated traveler (FT) yaitu mereka yang ingin bergabung dengan ISIS di Suriah namun tidak tercapai karena dideportasi kembali ke Indonesia.

Selain itu, returnees adalah FTF yang kembali ke indonesidan dan bergabung dengan jaringannya.

Terkait penanggulangan ancaman terorisme, jenderal yang hobi olahraga tembak reaksi ini mengungkapkan, Polri memiliki strategi yang berdasarkan pada persatuan bangsa.

Di antaranya empat pilar strategi penanggulangan terorisme dan Asean strategi dalam kegiatan pertemuan tingkat menteri tentang kejahatan transnasional.

Dari kedua perangkat kerangka kerja hukum internasioal tersebut, maka strategi nasional dalam penanggulangan terorisme terbagi menjadi dua strategi yaitu soft power.

Masing-masing terdiri dari kontra radikalisasi, kontra ideologi, dan deradikalisasi.

Sementara hard power dalam bentuk penegakan hukum dengan mengedepankan serangan preemtif yaitu penegakan hukum yang dilakukan untuk mencegah tindakan teror.

Dalam menjalankan strategi soft power maupun hard power Polri tidak bekerja sendiri.

Membutuhkan kerjasama dalam penanggulangan terorisme oleh kepolisian dalam berbagai bidang.

Misal, dengan pemegang saham yang terkait dalam lingkup nasional.

Antara lain, di bidang pendanaan terorisme Polri bekerja sama dengan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Layanan Keuangan, serta pusat analisis dan laporan transaksi keuangan Indonesia.

Kemudian, di bidang foreign terrorist figthers (FTF) Polri bekerja sama dengan immigrasi, Adat, otoritas bandara, otoritas Pelabuhan, dan Kementerian Sosial.

Selain itu, di bidang cyber terrorism bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi Dan Informatika Indonesia, agen enkripsi cyber nasional dan penyedia server internet.

Selanjutnya, di bidang deradikalisasi dan kontra radikalisasi bekerja sama dengan Kementerian Pertahanan, TNI dalam UU Nomor 5 tahun 2018 pasal 43 i, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Intelijen Negara, Kementerian Agama, dan Kementerian Sosial.

Bahkan, di bidang deradikalisasi dan kontra radikalisasi juga melibatkan N.G.O, akademisi, masyarakat sipil dan pemimpin agama.

Dan berikutnya adalah kerjasama dalam penanggulangan terorisme di bidang penegakan hukum yaitu criminal justice system institution.

“Dalam lingkup regional cooperation yaitu Asean country dan dalam lingkup internasional cooperation, Polri juga aktif dalam event billateral and multilateral,” kata Golose.

Pada kesempatan tersebut, Kapolda Bali berharap dengan dilaksanakannya kegiatan ini dapat mempererat kerjasama baik di lingkup nasional, regional dan internasional.

Tujuannya merumuskan langkah antisipasi dan pencegahan tindak pidana terorisme melalui efektif cooperation antar negara dalam hal berbagi informasi dan dalam peningkatan kapasitas dan pembaruan teknologi.

Karena, mengingat ancaman terorisme dapat terjadi kapan saja, dimana saja dan oleh siapapun. (Humas Polda Bali)

VIDEO PILIHAN: Gedung Rp 47,4 M Jebol | Hyperflex Comand Centre Senilai Rp 1,5 M Terendam Air

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved