Panca Wali Krama Berakhir, Larangan Ngaben pun Berakhir Ditandai dengan Nunas Tirta Panglebar
Untuk prosesi nunas Tirta Panglebar ini dilakukan oleh masing-masing perwakilan dari setiap kabupaten.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
"Biar tidak ramai, perwakilan kabupaten saja yang nunas, nanti dibagikan ke kecamatan dan kecamatan yang akan membagikan ke desa. Agar praktis, kalau seluruh desa ramai jadinya, krodit," katanya.
Baca: Minta Petunjuk Paranormal Terkait Bagian Tubuh Budi Korban Mutilasi, Kerabat Ungkap Begini
Baca: Banjar Dinas Pasar, Desa Anturan Buleleng Kembangkan UMKM Budidaya Taoge
Saat nunas Tirta Panglebar, perwakilan kabupaten diharapkan hadir pada pukul 10.00 Wita untuk nunas Tirtha Penglebar .
Adapun sarana upakaranya yakni Peras Pejati yang akan dihaturkan di Pura Dalem Puri Besakih.
"Rangkaiannya nanti di Pura Dalem Puri. Diawali dengan ngaturang pejati setelah itu baru nunas Tirta Panglebar," katanya.
Setelah dibagikan ke masing-masing desa pakraman, Tirta Panglebar tersebut dipercikkan oleh masing-masing desa pakraman di setra.
Adapun upakara saat memercikkan tirta tersebut yakni pejati, soda putih kuning dan canang burat wangi.
Setelah tirta dipercikkan, maka pengabenan pun bisa dilaksanakan kembali.
Baca: TRIBUN WIKI - Berikut 5 Tempat Wisata Ekstrim di Bali, Butuh Nyali dan Memacu Adrenalin
Baca: Bangunan Pasar Seni Geopark Batur Mulai Rusak, Kadisperindag Bangli Rencanakan Renovasi
"Setelah itu langsung bisa melaksanakan ngaben. Tirtanya dipercikkan di setra masing-masing desa pakraman," jelasnya.
Selain nunas Tirta Panglebar, saat itu penjor yang dipasang sebelum Panca Wali Krama juga dicabut
Sisa-sisa upakara dikumpulkan dan dibakar kemudian abunya dimasukkan pada bungkak nyuh gading dan ditanam.
Abu sisa di Merajan ditanam di Merajan (di belakang Palinggih Rong Tiga), sedangkan abu sisa upakara di halaman rumah dan di lebuh ditanam di lebuh, disertai canang sari 1 tanding.
"Abu penjornya dimasukkan ke dalam bungkak nyuh gading dan ditanam di halaman rumah. Abunya ditanam ini memiliki makna sebagai simbol kesuburan," katanya.
Untuk hal ini, pihaknya juga telah membuat surat edaran tertanggal 4 April 2019 yang ditembuskan ke Gubernur Bali, Ketua PHDI Pusat, Kepala Kantor Kementerian Agama Provinsi Bali, dan Ketua MUDP Provinsi Bali. (*)