Harga Jual Sapi Anjlok, Peternak di Nusa Penida Keluhkan Mahalnya Pakan

Bahkan harga jual sapi di Nusa Penida tidak mampu menutupi biaya yang dikeluarkan peternak untuk membeli pakan.

Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Widyartha Suryawan
Tribun Bali/Eka Mita Suputra
Seorang peternak sapi di Nusa Penida, belum lama ini. Saat ini, harga sapi lokal di Nusa Penida anjlok. 

TRIBUN-BALI.COM, SEMARAPURA - Kecamatan Nusa Penida telah ditetapkan menjadi pusat pembibitan sapi Bali. Hanya saja peternak lokal kini dibuat resah dengan melonjaknya harga pakan.

Bahkan harga jual sapi di Nusa Penida tidak mampu menutupi biaya yang dikeluarkan peternak untuk membeli pakan.

Ketua Kelompok Ternak Gelagah Mandiri Nusa Penida, I Nengah Dharmawan mengungkapkan, seekor sapi Nusa Penida siap potong rata-rata dihargai Rp 8 juta saat ini.

Harga ini jauh anjlok dibanding tahun lalu yang mencapai Rp 15 juta per ekor.

"Saya kurang tahu penyebab harganya anjlok ini apa. Mungkin adanya daging import. Bahkan bibit sapi saja kami belinya mencapai Rp 6 juta, tapi harga jual seekor sapi dewasa hanya Rp 8 juta," ungkap Darmawan, Minggu (28/7/2019).

Selama ini, peternak lokal menjual sapinya ke saudagar sapi.

Mengingat Nusa Penida merupakan wilayah kepulauan yang membutuhkan biaya transportasi untuk membawa produk peternakan ke luar Nusa Penida.

"Sampai saat ini harga jual sapi Bali juga tidak kunjung bagus," kata dia.

Sementara harga dedak yang menjadi pakan sapi kian melonjak. Dedak yang sebelumnya berkisar di bawah Rp 200 ribu per sak kini sudah mencapai Rp 235 ribu per sak.

Begitu juga dengan garam yang sebelumnya berkisar Rp 160 ribu per sak, kini mencapai Rp 220 ribu per sak.

"Musim kemarau seperti saat ini, kami sulit mendapatkan pakan rumput sehingga kami pakai dedak. Namun biaya sudah tidak menutupi," keluhnya.

Para peternak mulai resah dan lebih memilih untuk beralih ke pariwisata.

“Kalau tidak ada program Simantri, bisa saja sudah tidak ada yang mau beternak sapi. Saya juga tidak bisa memaksa masyarakat beternak sapi dengan kondisi seperti ini. Tentunya orang beternak untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Ini harga sapi malah lebih murah dibandingkan dengan harga babi,” keluhnya.

Tahun 2017, Pemkab Klungkung telah memberikan penjelasan ke peternak terkait pakan hasil fermentasi atau buatan.

Hal itu sebagai upaya untuk menekan biaya pakan di saat musim kemarau. Hanya saja pakan buatan tersebut tidak mau dikonsumsi oleh ternak sapi.

Bahkan dua hari tidak diberikan makan, sapi-sapi tersebut tidak juga mau memakan pakan fermentasi tersebut.

“Kami tidak lagi memberikan makanan fermentasi tersebut dan hanya memberikan pakan rumput ditambah dedak,” jelasnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved