Liputan Khusus

LBH Ungkap Fakta Mengejutkan di Balik Jeratan Pinjaman Online, Puluhan Orang di Bali Jadi Korban

Korban pinjaman online di Bali ternyata tidak sedikit. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali banyak menerima permohonan bantuan hukum dari mereka

Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Ady Sucipto
Candra LBH Bali
Pamflet posko pengaduan aplikasi pinjaman online. 

Ini bisa dilakukan lantaran sebelum peminjam menginstal aplikasi pinjaman online di Play Store, peminjam dimintai persetujuan agar pihak fintech dapat mengakses kontak dan ponsel peminjam.

Banyak juga yang mengadu bahwa mereka di-PHK secara sepihak oleh perusahaannya, karena pimpinan perusahaan mendapat pesan singkat dari pihak pinjaman online.

“Ada yang malah membuatkan grup WA dengan anggota seluruh kontak dari klien kami. Trus mereka mengirim pesan di grup itu, yang menyudutkan klien. Jadi sebenarnya cara ini salah. Bagaimana mereka mau membayar hutang kalau akhirnya mereka di-PHK. Kan malah mereka tidak ada penghasilan,” ujar Vany.

Bahkan, para penagih utang online ada yang menyebarkan foto-foto di ponsel peminjam. Ada satu klien LBH Bali yang menjadi korban penyalahgunaan foto anaknya di ponsel.

“Pinjaman itu kan urusan orang dewasa. Anak-anak tidak tahu apa-apa tapi mereka jadi korban. Karena si penagih bisa mengakses hape si peminjam, kebetulan dia menemukan foto anak, terus kemudian dikatakan bahwa anaknya itu makan uang haram. Saya harap pelaku-pelaku Itu tidak sampai melibatkan anak-anak. Karena ini akan merusak mental anak,” kata Vany.

Vany menuturkan, rata-rata klien dari LBH Bali yang terjerat pinjaman online mengaku sudah kooperatif dengan pihak penagih utang. Mereka, misalnya, minta jeda waktu beberapa hari menunggu hari gajian.

Akan tetapi, penagih utang tak mau tahu dan langsung saja mengintimidasi dengan menyalahgunakan data pribadi peminjam.

Tak hanya itu. Vany juga mengungkap bahwa ada korban pinjaman online yang melapor ke polisi atas penyalahgunaan data pribadi di ponsel mereka oleh jasa pinjaman online.

Namun, laporan tak mendapatkan respons dari pihak kepolisian.

Bahkan, si korban justru ditertawai oleh sejumlah petugas saat melaporkan masalahnya ke Unit Cyber Crime Polda Bali.

“Mereka malah ditertawai. Kalau minjam ya harus mengembalikan, begitu kata petugas saat klien kami melapor. Kalau begitu kan sebenarnya polisi juga tidak aware, tidak paham terhadap korban-korban pinjaman online ini. Padahal di sana kan ada unsur pidana, seperti intimidasi dan ancaman,” ungkap Vany.(*) 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved