Diduga Tilep Uang Pungutan Usaha, Kepala Desa Pemecutan Kaja Nonaktif Dituntut 16 Bulan Penjara

Di persidangan, tim jaksa menuntut Ngurah Arwatha dengan pidana penjara selama satu tahun dan empat bulan (16 bulan).

Penulis: Putu Candra | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/Putu Candra
Mengenakan busana adat ringan, Ngurah Arwatha kerap menunduk saat tim jaksa membacakan surat tuntutan di PN Denpasar, Selasa (2/6/2020). 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Mengenakan busana adat ringan, Kepala Desa Pemecutan Kaja nonaktif, Anak Agung Ngurah Arwatha (48) kembali menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Selasa (2/6/2020).

Pria yang penahanannya dialihkan menjadi tahanan rumah ini tengah menghadapi sidang tuntutan dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Di persidangan, tim jaksa menuntut Ngurah Arwatha dengan pidana penjara selama satu tahun dan empat bulan (16 bulan).

Ngurah Arwatha yang kedua kalinya menjabat sebagai Perbekel atau Kepala Desa Pemecutan Kaja ini dinilai bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

Jumlah Pekerja Bali yang Dirumahkan Capai 73.360 Orang dan Terkena PHK 2.616 Orang

Disperinaker Badung Sebut Ada 1.646 Orang Warga yang Lolos Menerima Insentif

Edarkan 2 Kg Sabu dan 800 Butir Ineks, Dituntut 20 Tahun Penjara, Putri dan Ikaria Ajukan Pembelaan

 Yakni menikmati uang pungutan dari pedagang kaki lima (PKL) di Pasar Jaba Puri Agung dan pengusaha/pemilik toko yang dibagi-bagi bersama kepala dusun hingga anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

 Akibat dari perbuatan terdakwa, negara dalam hal ini Desa Pemecutan Kaja merugi Rp 190.102.000.

Terhadap tuntutan tim jaksa, terdakwa kemudian berkoordinasi dengan penasihat hukum yang mendampinginya.

Penasihat hukum terdakwa pun menyatakan mengajukan pembelaan (pledoi) tertulis.

"Kami akan menanggapi dengan pledoi tertulis, Yang Mulia," ucap penasihat hukum terdakwa kepada Hakim Ketua Engeliky Handajani Day didampingi Hakim Anggota Miptahul dan Nurbaya L Gaol. Sehingga sidang akan dilanjutkan, Kamis (4/6) besok.

Sementara itu sebelum pada pokok tuntutan, tim jaksa terlebih dahulu mengurai hal-hal memberatkan dan meringankan sebagai pertimbangan mengajukan tuntutan.

Hal memberatkan, bahwa perbuatan terdakwa telah bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat memberantas tindak pidana korupsi.

"Hal meringankan, bahwa terdakwa berlaku sopan, mengakui dan menyesali perbuatannya. Terdakwa belum pernah dihukum. Kerugian negara Cq keuangan desa telah dikembalikan oleh terdakwa seluruhnya," papar Jaksa Gusti Ayu Rai Artini didampingi Jaksa Ida Bagus Putu Swadharma Diputra dan Jaksa Ni Wayan Erawati Susina.

Terdakwa Ngurah Arwatha dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsidair, Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No.20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Kisah Pilu 4 Bersaudara Yatim Terpaksa Tinggal Berdesakan di Satu Kamar Kos di Bali, Gede Ungkap Ini

7 Cara Mengatasi Batuk Kering dengan Bahan Alami, Bisa dengan Air Garam, Madu dan Uap

Gasak 3 Toko Onderdil Motor, Remaja Putus Sekolah Ini Dibekuk Tim Opsnal Polsek Densel

"Menuntut, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Anak Agung Ngurah Arwatha dengan pidana penjara selama satu tahun dan empat bulan (16 bulan) dikurangi selama berada dalam tahanan, dengan perintah tetap ditahan.

Membayar denda Rp 50 juta subsidair dua bulan kurungan," tegas Jaksa gusti Ayu Rai Artini.

Sebagai diketahui, dalam surat dakwaan dibeberkan, bahwa terdakwa sebagai kepala desa sekaligus pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dalam memperoleh pendapatan asli desa telah melanjutkan kebijakan perbekel terdahulu.

 Yakni melakukan pungutan ke pada pedagang di Pasar Jaba Puri Agung Jero Kuta, Jalan Sutomo. Pula memungut uang ke pedagang kaki lima dan pengusaha toko di wilayah Desa Pemecutan Kaja.

Pelaksanaan pungutan itu didasarkan pada SK Kepala Desa Nomor 02/2005 tentang Pengenaan Sumbangan Pembangunan Desa.

 Pemungutan terhadap pedagang dilakukan petugas perlindungan masyarakat (linmas).

 Linmas dibagi menjadi tiga grup melakukan pungutan kepada pedagang, pengusaha atau pemilik toko di Desa Pemecutan Kaja.

Petugas linmas memungut ke pedagang di Pasar Jaba Puri Agung Jero Kuta dengan cara memberikan karcis senilai Rp 3 ribu jika pengunjungnya ramai.

 Jika pengunjungnya sepi diberi karcis senilai Rp 2 ribu.

 Karcis bertuliskan punia BUM Des Pemecutan Kaja Mandiri itu dipungut setiap hari. Hasil pungutan kemudian disetorkan ke bendahara desa.

Selain melakukan pungutan pada pedagang di pasar, petugas linmas juga melakukan pungutan pada pengusaha toko dengan karcis kisaran Rp 15 ribu hingga Rp 250 ribu tiap bulan per toko dan tergantung jenis usaha.

Petugas melakukan pungutan terhadap 27 sampai dengan 30 pedagang dengan setoran Rp 125 ribu per hari atau sekitar Rp 3 juta per bulan yang disetorkan awal bulan ke bendahara desa.

Tahun 2014 hingga 2016, terdakwa masih memasukkan pungutan ke dalam kas desa.

Namun, sejak 2017 ketika Desa Pemecutan Kaja mendirikan BUMDes Pemecutan Kaja Mandiri yang didirikan berdasar peraturan desa Nomor 3 tahun 2016 tanggal 1 Juni 2016 tentang Badan Usaha Milik Desa, pendapatan asli desa berupa pungutan itu tidak dimasukan ke APBDes tahun anggaran 2017 dan perubahan APBDes tahun 2017.

"Juga pungutan sama sekali tidak dianggarkan sebagai penerimaan pendapatan desa dalam tahun 2018," ungkap Jaksa Gusti Ayu Rai Artini kala membacakan surat dakwaan pada sidang sebelumnya.

Bahwa pendapatan asli desa yang bersumber dari pungutan ke pedagang pasar, PKL dan pemilik toko yang telah disetorkan oleh petugas linmas ke bendahara desa periode Januari 2017 sampai Pebruari 2018 sebesar Rp 190.102.000 telah dibagikan kepada kepala desa, aparatur desa, dan anggota BPD desa sebesar Rp 117.509.500.

Berdasar hasil audit keuangan negara dari BPKP Perwakilan Provinsi Bali ditemukan potensi penerimaan sebesar Rp 190.102.000. setelah dilakukan pemeriksaan pada APBDes 2017 tidak terdapat laporan penerimaan pendapatan asli desa dari PKL dan pungutan pengusaha toko.

 "Uang penerimaan hasil desa dipotong dan dibagi-bagikan kepada kepala desa, aparatur desa, dan BPD desa, sebesar Rp 117 juta. Dan, disetorkan ke dalam kas BUMDes sebagai penyertaan modal Rp 72 juta," beber Jaksa Gusti Ayu Rai Artini.

Lebih lanjut, terdakwa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa telah mengabaikan asas-asas keuangan desa sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (3) Permendagri Nomor 113/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa yang diatur berdasar asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif, disiplin, dan tertib anggaran.

Terdakwa selaku kepala desa dalam menetapkan anggaran dan belanja desa juga tidak memasukkan uang pungutan PKL pengusaha toko, perusahaan, dan setoran Pasar Jaba Puri Agung Jero Kuta ke dalam APBDes 2017 dan APBDes perubahan 2017.

Perbuatan terdakwa tidak memasukkan pendapatan desa ke dalam BUMDes secara mandiri tanpa melalui mekanisme APBDes bertentangan dengan Permendes PDTT Nomor 4 tahun 2015.

"Perbuatan terdakwa Ngurah Arwatha selaku Perbekel Desa Pemecutan Kaja telah memperkaya diri sendiri, perangkat desa, kepala dusun, dan anggota BPD sebesar Rp 117.509.500 dan memperkaya BUMDes Rp 72.592.500. Ini mengakibatkan kerugian negara Rp 190.102.000 sebagaimana laporan hasil audit BPKP perwakilan Propinsi Bali," Ungkap Jaksa Gusti Ayu Rai Artini. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved