ISJN Menolak Pencabutan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dari Prolegnas Prioritas 2020

Menurut ISJN, dengan keputusan ini DPR RI juga telah gagal meletakkan program perlindungan terhadap

Editor: DionDBPutra
takasuu via KOMPAS.com
Ilustrasi 

TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA- Tanggal 30 Juni 2020, DPR mencabut Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual ( RUU PKS ) dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.

Pencabutan itu dilakukan seusai rapat koordinasi Badan Legislasi dengan para pimpinan Komisi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Indonesia Social Justice Network ( ISJN ), organisasi para alumni penerima beasiswa International Fellowship Programs (IFP) dari Ford Foundation menilai keputusan DPR ini sangat mengecewakan banyak pihak terutama para korban kekerasan seksual dan penyintas kekerasan seksual.

Hal yang paling menyedihkan, kata ISJN dalam siaran pers yang diterima Tribun Bali, Senin (13/7/2020), adalah lunturnya upaya penegakan Hak Asasi Manusia, agar terbebas dari kekerasan, termasuk kekerasan seksual.

Menurut ISJN, dengan keputusan ini DPR RI juga telah gagal meletakkan program perlindungan terhadap perempuan dan anak sebagai prioritas seperti diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024.

Hasil Survei Litbang Kompas: 87,8 Responden Nyatakan Tak Puas pada Kinerja Menteri Tangani Covid-19

6 Zodiak Ini Suka Berbuat Onar dan Mengacau, Apa Zodiakmu Diantaranya ?

8 Cara Melindungi Kulit dari Kerusakan Akibat Sinar Matahari

DPR RI juga mengingkari pentingnya UU PKS sebagai elemen dasar penegakan hukum untuk mengurangi aksi kekerasan seksual di Indonesia.

Sebagai representasi politik rakyat, kata ISJN, seharusnya DPR memahami upaya penghapusan kekerasan seksual melalui RUU ini sungguh-sungguh dibutuhkan. Telah ditunggu sejak 2012 seperti yang sudah diinisiasi oleh gerakan perempuan dan Komnas Perempuan.

Selama 8 tahun, RUU kekerasan seksual hanya menjadi tumpukan berkas di meja para anggota Dewan yang terhormat, meski sesungguhnya pernah menjadi bagian dari Prolegnas Prioritas 2016.

Selama 8 tahun ini pula korban berjatuhan tanpa perlindungan yang tegas dan mendapatkan keadilan.

"Dan, sungguh menyedihkan, penantian itu malah akan berujung pupusnya harapan karena DPR malah mencabut RUU tersebut dari Prolegnas Prioritas 2020." tulis ISJN.

Menurut ISJN, keputusan DPR mengeluarkan RUU PKS dari Prolegnas bertentangan dengan prinsip kewajiban negara untuk memberikan dan menjamin perlindungan warga negara dari ancaman kekerasan seksual.

DPR jelas-jelas menolak memahami dan tidak mempertimbangkan bahwa kekerasan seksual dengan segala akibatnya adalah persoalan sangat serius.

Sikap anggota Dewan yang mengabaikan RUU secara langsung potensi pembiaran pelaku kekerasan seksual dari satu generasi ke generasi selanjutnya, tanpa kemampuan untuk memotong rantai kekerasan seksual.

ISJN berpendapat, seharusnya pengesahan RUU PKS akan memberikan harapan baru bagi para korban dan penyintas untuk berani bersuara dan melaporkan kasus-kasus kekerasan seksual yang mereka alami.

Seharusnya penegakan hukum bagi korban kekerasan seksual yang mungkin didapat melalui pengesahan UU PKS.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved