Pandangan Psikiater Memahami Tindak Aborsi & Gangguan Jiwa Akibat Abaikan Konsep Roh atau Spiritual

Pandangan Psikiater Memahami Tindak Aborsi dan Gangguan Jiwa Akibat Abaikan Konsep Roh atau Spiritual. Konsekuensi Aborsi Jangka Panjang

Tribun Bali/Adrian Amurwonegoro
Bincang-bincang Santapan Jiwa dan Jasmani (Sanjiwani) di kantor Tribun Bali, Ketewel, Gianyar, Bali, pada Selasa (28/7/2020) malam. 

"Saya bertanya kepada ibunya memiliki 3 anak, tapi ternyata pernah keguguran dua kali dan kuret 2x artinya 4x keguguran dan belum diupacarai," jelas Eko.

Maka jika seks hanya dipahami hubungan fisik "selamat pagi" dan "selamat malam" maka akan banyak orang melakukan aborsi tanpa memahami konsep roh.

Di era modernisasi dan globalisasi saat ini memungkinkan adanya percampuran budaya yang memberikan pengaruh terhadap kehidupan seseorang.

Sehingga pendidikan seksualitas diperlukan untuk memberikan batasan terhadap pelanggaran norma-norma yang ada di masyarakat Indonesia.

"Pengaruh terhadap diri seseorang tidak hanya bersumber dari budaya atau daerah saja, tetapi sekarang dunia sudah dalam genggaman, artinya segala macam pengaruh akan masuk dalam diri seseorang tanpa mengenal batas ruang dan waktu. Budaya Barat, Budaya Timur, negara maju, negara terbelakang, itu semua bisa mereka dapatkan yang akan mempengaruhi pola pikir. Dulu hidup itu ada waktu untuk kerja dan istirahat, sekarang berubah bahwa materi yang lebih penting karena itu akan memastikan atau menjadi jaminan hidup lebih baik," bebernya.

Hal ini agaknya menjadi kewaspadaan bahwa adanya konsep karma pada kehidupan anak cucu.

Sejatinya, konsep budaya masyarakat Indonesia sudah mengajarkan untuk berencana jauh, tidak hanya 5-10 tahun, tetapi untuk generasi penerus.

"Kewaspadaan bagi kita semua bahwa pengguguran ternyata ada konsekuensi jangka panjang yang perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan karma buruk. Apa yang kita lalukan akan menentukan apa yang terjadi pada anak dan generasi kedepannya," tandasnya.

Manusia harus memperhatian rambu-rambu norma dalam aktivitas seksual bahwa huhungan intim sebaiknya-baiknya adalah dilakukan dalam ikatan suami-istri yang sah.

"Agar tidak terjadi seperti sekarang banyak seks bebas yang terjadi karena terkesan ingin bebas dari rumah, atau mungkin pengaruh budaya luar dan sebagainya, akhirnya mengabaikan konsekuensi karma yang didapatkan pada anak dan cucu kita kelak," pungkas dia. 

Tayangan video bincang-bincang Sanjiwani bertema kaitan aborsi dengan gangguan jiwa ini dapat disaksikan melalui sosial media Tribun Bali di channel Youtube, Instagram maupun Facebook. (*).

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved