Jerinx SID Dilaporkan ke Polda Bali

Buntut Digelarnya Sidang Online, Tim PH Jerinx Kembali Layangkan Surat Keberatan

Tim penasihat hukum I Gede Ari Astina alias Jerinx (JRX) kembali melayangkan surat keberatan kepada pihak Pengadilan Negeri Denpasa

Penulis: Putu Candra | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/I Putu Candra
Tim penasihat hukum Jerinx saat memberikan keterangan kepada awak media perihal diajukannya keberatan terkait proses persidangan. 

"Sebagaimana diatur dalam Pasal 154 KUHAP. Mulai dari ayat 3, ayat 4 sampai ayat 6. Seharusnya sidang ditunda, terdakwa kembali dipanggil supaya hak hukumnya terpenuhi," tegas Gendo kembali.

Oleh karena itu, tim penasihat hukum pun meminta dilakukan penangguhan penahanan terhadap Jerinx.

Inspektorat Ida Bagus Gde Sidharta Meninggal, Begini Sosoknya di Mata ASN Denpasar

Hasil Swab Test Massal Keluar, Kantor BPJamsostek Badung Disterilisasi

Pekan Pertama Liga Inggris 2020-2021, Pertemukan Duel Menarik Liverpool dan Leeds

"Sebagai solusi, kami meminta, pertama diupayakan penangguhan penahanan, karena sesungguhnya MoU atau perjanjian tiga pihak antara Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum dan HAM tidak boleh mengalahkan hukum acara yang diatur dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan KUHAP," papar Gendo.

Ia mengatakan, dalil majelis hakim dilakukannya sidang online berdasarkan MoU tiga penegak hukum dan SEMA No.1 tahun 2020.

Namun dalam SEMA tidak mengatur sidang online, justru mengatur sidang offline dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

"SEMA itu tidak mengatur sidang online. Justru SEMA itu mengatur sidang offline dengan penerapan protokol kesehatan secara ketat. Jadi kalau majelis hakim berpedoman pada SEMA itu, ini menjadi kontradiktif kalau beliau menetapkan sidang online. Seharusnya sidang offline yang ditetapkan berdasarkan SEMA No1 tahun 2020," papar Gendo.

Tapi pada prakteknya dasar hukum yang digunakan MoU tiga instansi itu dan SEMA, yang notabene MoU adalah ranah perdata.

"Terdakwa dan penasihat hukumnya tidak terikat dengan itu (MoU) dan seharusnya yang dikedepankan adalah Undang-Undang," imbuh pemilik Gendo Law Office (GLO) ini.

Kembali Gendo menyatakan, jika syarat sidang offline itu adalah terdakwanya tidak ditahan, maka sebaiknya lakukan penangguhan penahanan.

"Daripada pengadilan melanggar Undang-Undang. Mengedepankan MoU itu seolah-olah Undang-Undang di bawah MoU," ujarnya.

"Kalau pun tidak, maka yang dilakukan adalah sidang offline wajib dilakukan sejak pembuktian, jika kasus ini berlanjut. Artinya kalau ini berat dilakukan, maka komprominya adalah sidang online dilakukan sampai putusan sela. Kalau perkara ini berlanjut, maka sejak pembuktian harus melakukan sidang tatap muka. Sebagaimana dipraktekkan dalam sidang perdata," sambung Gendo.

Sugeng Teguh Santoso menambahkan, jika majelis hakim tetap merujuk pada surat perjanjian (MoU) tiga lembaga penegak hukum itu, justru berpotensi menghambat penegakan keadilan (obstruction of justice).

"Karena tentang tata cara mengadili yang menghormati hak asasi manusia dan upaya penemuan keadilan yang hakiki itu sudah diatur limitatif dalam Undang-Undang. Bukan perjanjian kerja sama. Jadi peradilan tidak boleh menggunakan dasar perjanjian kerjasama. ini melanggar hukum," cetusnya.

"Lebih tepat lagi ada upaya juga dan nyata ibu hakim misleading. Bahkan bisa dikatakan telah melanggar hukum dalam acara sidang kemarin," ucap pengacara senior ini.

Oleh karena itu, apabila keberatan tim penasihat hukum Jerinx tidak juga bisa diakomodasi, mereka pun akan meminta penggantian majelis hakim.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved