Dilaksanakan 6 Tahun Sekali, Nangluk Merana di Pantai Lebih Berjalan Lebih Kondusif Saat Pandemi

Upacara nangluk merana (menetralisasi aura negatif alam) yang menjadi tradisi setiap enam tahun, tetap berjalan di masa pandemi, Senin (14/12/2020)

Tribun Bali/I Wayan Eri Gunarta
Masyarakat menggelar upacara nangluk merana di Pantai Lebih, Gianyar,Bali, Senin (14/12/2020) 

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Upacara nangluk merana (menetralisasi aura negatif alam) yang menjadi tradisi setiap enam tahun, tetap berjalan di masa pandemi, Senin (14/12/2020).

Upacara nangluk di Kabupaten Gianyar yang berpusat di Pantai Lebih, Desa Lebih, Gianyar ini, berjalan dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes).

Aparat terkait seperti, Satpol Air Polres Gianyar pun setiap saat berkeliling mengimbau masyararakat yang hadir melakukan persembahyangan agar selalu menerapkan 3M (memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan).

Baca juga: Politikus Gerindra Habiburokhman Siap Jadi Jamin Penangguhan Penahanan Rizieq Shihab, Ini Sosoknya

Baca juga: Bersihkan Lingkungan, PKK Banjar Paneca Gianyar Kumpulkan Sampah Hampir 1 Ton

Baca juga: Bupati Giri Prasta Komitmen Lanjutkan Program untuk Kebahagiaan Masyarakat Badung

Pantauan Tribun Bali, Upacara Nangkuk Merana diiringi hujan gerimis.

Namun hal tersebut tak menyurutkan niat masyarakat menghaturkan persembahyangan.

Hampir semua masyarakat berharap, dengan upacara ini, semua hal buruk yang melanda umat manusia selama ini bisa dinetralisir, terutama Covid-19.

"Mudah-mudahan alam kembali pulih," ujar seorang warga sambil berlalu.

Baca juga: Bupati Giri Prasta Komitmen Lanjutkan Program untuk Kebahagiaan Masyarakat Badung

Baca juga: 500an Hotel-Restoran di Denpasar Tak Ajukan Hibah Pariwisata, Ada yang Tolak Karena Jumlahnya Kecil

Baca juga: Daftar Libur Nasional, Cuti Bersama dan Libur Idul Fitri 2021, Ada Perubahan, Cek Kalendernya

Seperti biasanya, sejumlah anak-anak pantai pun memanfaatkan upacara ini untuk mencari nafkah.

Mereka yang sudah terlatih dalam berenang di pantai, membantu warga mengambil air pantai untuk nantinya dijadikan tirta (air suci).

Untuk satu botol atau jerigen, mereka biasanya diberikan upah dari Rp 2.000 hingga Rp 10 ribu.

Oleh pihak adat setempat, anak-anak pantai tersebut memang dibiarkan melakukan hal tersebut.

Sebab pihak adat justru takut jika masyararakat yang turun langsung mengambil air laut.

Baca juga: Ibu Muda Bunuh Tiga Anak Kandungnya, Sempat Coba Bunuh Diri, Meninggal di RS Karena Tak Mau Makan

Baca juga: Penderita Lupus Tidak Disarankan untuk Hamil, Benarkah?

Baca juga: 18 Pelanggar Masker Terjaring Razia di Desa Dauh Puri Kauh, 11 Orang Didenda di Tempat

Sebab hal itu berbahaya, terlebih lagi gelombang relatif ganas.

Sementara anak pantai yang berasal dari desa setempat, sudah terbiasa dengan gelombang. 

Kasatpol Air Polres Gianyar, Iptu Wayan Antariksawan yang memantau jalannya upacara mengatakan, pihak justru terbantu dalam mengindari masyararakat terseret ombak saat mengambil air laut.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved