Berita Denpasar

Perayaan Siwaratri Besok, Pura Agung Jagatnatha Denpasar Dibuka Hanya Sampai Jam 9 Malam

kegiatan upacara persembahyangan dalam rangka Hari Suci Siwaratri akan dilaksanakan mulai pukul 17.00 sampai 21.00 Wita. Tentunya dengan prokes

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Treibun Bali/AA Seri Kusniarti
Pura Jagatnatha Denpasar 

Matahari akhirnya muncul, dan Lubdaka turun dari pohon lalu pulang ke rumah.

“Ketakutannya mulai hilang dan keberanian mulai tumbuh,” ujar Ida rsi.

Ia mengatakan pada keluarga, bahwa ia tidak mendapatkan buruan.

Sejatinya, Lubdaka mulai sadar dan mengubah pikirannya yang tadi berburu lalu membunuh menjadi hidup lebih baik.

Hari berlaru, dan Lubdaka sakit keras sehingga akhirnya ia tiada.

Uniknya, setelah prosesi ngaben jenazah atma atau rohnya disambut oleh bala tentara Yama Raja.

Namun bala tentara Dewa Siwa datang, dan mengatakan bahwa akan menjemput Lubdaka dan membawanya kehadapan beliau.

Namun bagi Yama, Lubdaka berdosa karena membunuh semasa hidupnya.

Namun bagi Siwa, Lubdaka sangat berjasa karena menjaga malam suci dengan ketenangan dan tidak berburu serta hati yang baik.

Ida rsi menjelaskan, kisah ini memberikan nilai bahwa hidup memang penuh derita (papa) dan sengsara (samsara).

Sehingga dengan Siwaratri ini, diharapkan umat Hindu dan segenap umat manusia kian sadar, serta tidak lupa (jagra) pada Tuhan, dalam simbolnya sebagai Dewa Siwa.

“Jadi esensi Siwaratri bukan hanya tentang bergadang saja, tetapi memahami diri lebih dalam, introspeksi diri atau mulat sarira,” tegas Ida rsi.

Makna melek semalaman, saat Siwaratri adalah untuk menyadarkan diri kita sendiri tentang kehidupan di dunia ini.

"Sebab seiring perjalanan waktu, manusia kerap lupa diri, lupa pada kehidupan masyarakat, lupa Tuhan, lupa pada keluarga, dan lupa pada hal yang berhubungan dengan etika, sopan-santun serta lupa dengan keharmonisan hidup,” tegasnya.

Oleh sebab itu, diharapkan manusia jagra atau bangun dan tidak lupa bahwa dunia ini fana.

Tidak lupa tetap menjaga perbuatan, perkataan, dan pikiran agar tidak menyakiti sesama mahluk hidup.

Saling menjaga dan mengasihi, jangan sampai jumawa hanya pada kekuasaan dan kepuasan diri.

Tetap tawakal, khususnya pada kondisi saat ini dimana pandemi Covid-19 tengah melanda dunia.

Agar sesama manusia saling menjaga satu sama lain dan tidak lupa akan konsep karmaphala, yang terus membuat manusia reinkarnasi ke dunia untuk menebus kesalahannya.

Jagra, katanya, adalah menyadarkan manusia bahwa ia adalah mahluk Tuhan paling sempurna.

Dibekali pikiran dan hati nurani, untuk saling menjaga dan mencintai sesama mahluk hidup.

“Sebab hanya manusia yang dapat menolong dirinya sendiri. Tidak egois dan merasa diri sendiri paling benar,” tegas Ida rsi.

Ia mengingatkan agar umat Hindu sembahyang memohon ampun kepada Tuhan dalam perwujudan Dewa Siwa ketika Siwaratri ini.

“Jangan jagra tapi main ceki (judi), minum arak (miras), dan perbuatan tidak terpuji lainnya,” tegasnya.

Namun jagra yang dimaksud adalah diskusi agama yang berhubungan dengan ritual, upacara, dan upakara juga dilakukan saat Siwaratri.

Dengan tulus ikhlas memohon kepada Tuhan agar diberikan jalan dan pengampunan, serta bisa bahagia dunia akhirat.

“Nah kemudian paginya melakukan mandi suci, sebagai simbol kebersihan rohani dan jasmani,” katanya.

Ia menegaskan bahwa jangan menganggap malam Siwaratri akan menghapuskan dosa, hanya karena melek semalam suntuk, karena semuanya kembali kepada diri sendiri, karma, dan tulus ikhlas. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved