Berita Badung

Kerugian Rp 13,8 M Tak Masuk Akal, Komisi III DPRD Badung Panggil Direksi PDAM

Kerugian Rp 13,8 M Tak Masuk Akal, Komisi III DPRD Badung Panggil Direksi PDAM, Dirut PDAM Akui Titik Kebocoran Sangat Tinggi

Tribun Bali/I Komang Agus Aryanta
Situasi Rapat Kerja yang dilakukan Komisi III kepada jajaran Direksi PDAM Badung, Rabu 27 Januari 2021 - Kerugian Rp 13,8 M Tak Masuk Akal, Komisi III DPRD Badung Panggil Direksi PDAM 

TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Komisi III DPRD Badung akhirnya memanggil Direksi Perumda Air Minum Tirta Mangutama terkait kerugian yang mencapai Rp 13,8 miliar, Rabu 27 Januari 2021.

Menurut anggota dewan, kerugian yang besar itu tidak masuk akal.

Dewan juga mempertanyakan produksi air yang sangat tinggi di tengah pandemi Covid-19.

Berdasarkan data, PDAM memproduksi 43 juta kubik, yang terjual hanya 22 juta kubik.

5 Tahun Kepemimpinan Wabup-Bupati Badung, Suiasa Paparkan Capaian Pelayanan Publik kepada Ombudsman

Dirut PDAM Badung Bali Akui Titik Kebocoran Pipa Sangat Tinggi Sebabkan Kerugian

PDAM Badung Sebut Ada Penurunan Pendapatan di Tengah Pandemi Covid-19 Hingga 50 Persen

Terjadi kebocoran hampir 50 persen.

Pemanggilan dilakukan melalui rapat kerja yang dipimpin oleh Ketua Komisi III, I Putu Alit Yandinata, didampingi Wakil Komisi, I Wayan Sandra, dan anggotanya di gedung dewan.

Dalam rapat tersebut, Direksi PDAM Badung semuanya hadir yakni Direktur Utama I Ketut Golak, Direktur Teknik Wayan Suyasa, Direktur Umum Ida Ayu Eka Dewi Wijaya, dan Kabag Perekonomian Setda Badung AA Sagung Rosyawati.

Pada kesempatan itu, Alit Yandinata mengaku tidak mengerti kenapa produksi air dari PDAM Badung sangat tinggi di tengah pandemi Covid-19.

Menurutnya produksi air tinggi itulah yang mengakibatkan kebocoran hingga membuat PDAM merugi sampai Rp 13,8 miliar.

“Ini tidak masuk akal. Kita ini berbicara bisnis sudah tidak mengena. Dari data yang saya dapat 43 juta kubik produksinya namun 22 juta terjual. Jika memang harus mengantisipasi titik kebocoran yang ada, maka semestinya titik rawan yang bocor itu kan sudah dirancang semestinya,” kata Alit Yandinata.

Alit juga merasa heran PDAM Badung rugi sampai miliaran padahal kesempatan untuk melakukan evaluasi masih bisa saat Rancangan Anggaran Kerja Perubahan (RAKP).

“Di sinilah peran kerja tim dari para direksi. Semua harus kerja bersama-sama. Misal melakukan penjualan ke hotel, apa dimungkinkan melakukan penjualan besar di situasi seperti ini, kan tidak. Itu harus didiskusikan bersama,” katanya.

Dewan pun ingin memastikan isu yang tengah beredar, sekaligus melakukan evaluasi bersama PDAM.

Pemanggilan dilakukan karena dirinya merasa berkepentingan agar ada sebuah kepastian.

“Ke depan kita harus melakukan pembenahan-pembenahan agar tidak terjadi dari asumsi, tidak ada tolok ukur. Mestinya semua ada tolok ukur dalam parameter yang jelas,” jelasnya.

Politisi asal Desa Dauh Yeh Cani Abiansemal itu menjelaskan ketika terjadinya penurunan pendapatan, harusnya terjadi penurunan produksi.

Namun, situasi di PDAM Tirta Mangutama justru sebaliknya.

“Ini kan lucu, terjadi kontradiktif. Produksi 43 juta, sedangkan terjual 22 juta. Ini hampir 50 persen. Jika dikatakan harus disiapkan produksinya lebih karena mengantisipasi tingkat kebocoran, titik-titik rawan yang diprediksi harusnya sudah diketahui,” terangnya.

Jika terkait subsidi ke masyarakat saat pandemi Covid-19 pihaknya mengaku, tidak mempermasalahkan.

“Subsidi ke masyarakat di tengah pandemi merupakan kebijakan. Itu tidak masalah,” tegasnya.

Pencurian Air

Sementara, Wakil Ketua Komisi, Wayan Sandra, meminta minimal setiap tiga bulan sekali harus ada kontrol antara Dewan dengan Perumda Tirta Mangutama.

Hal ini agar ada pengawasan yang jelas arah perusahaan ke depannya.

“Kebocoran 43,61 persen itu bukan kebocoran biasa, di atas 30 persen artinya sudah terjadi pencurian air. Sekarang baru kelihatan di musim pandemi ini. Jangan saling menyalahkan, tetapi mampu gak kita melakukan efisiensi,” pinta Sandra.

Anggota Komisi III, I Gusti Ngurah Saskara pun mempertanyakan strategi PDAM untuk menekan kerugian dan tingkat kehilangan air ini.

“Apakah kerugian ini tidak bisa ditekan? Seharusnya, PDAM memiliki strategi menurunkan tingkat kehilangan air dan investasi di industri air melalui inovasi, yang hingga saat ini belum dilakukan,” kata Saskara.

Akui Rugi

Direktur Utama (Dirut), I Ketut Golak, mengakui adanya kerugian yang dialami PDAM Badung.

Ia beralasan kerugian dialami lantaran produksi air tidak bisa dikurangi dengan cepat.

Selain itu, ia menyebut tingkat kebocoran sangat tinggi.

Katanya banyak kondisi pipa yang sudah tua sehingga perlu adanya perbaikan.

“Titik kebocoran itu sangat tinggi. Kalau titik kebocoran itu tidak diperbaiki, itu nanti berpengaruh kepada pelayanan kita ke masyarakat,” kata Golak.

Golak menyebut, awalnya titik kebocoran terdapat 2.000 titik.

Kini bertambah menjadi 4.000 titik.

Semuanya perlu dilakukan perbaikan.

Pihaknya mengaku menerima konsekuensi tersebut, karena PDAM Badung harus memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.

Di masa pandemi Covid-19 ini, pendapatan PDAM Badung juga berkurang.

Menurut Golak, penyebabnya karena wilayah Badung Selatan yang diandalkan untuk mendatangkan pendapatan, penggunaan airnya menurun drastis akibat pandemi.

Menurut pejabat asal Desa Sobangan itu, sesuai rancangan pendapatan dirancang sebesar Rp 197.315.958.689 (Rp 197 miliar lebih).

Namun terealisasi sebesar Rp 180.636.9.52.996 (Rp 180 miliar lebih).

Dia pun mengatakan jika produksi air dipandang sangat besar di tengah pandemi Covid-19, maka produksi air itu bisa diturunkan.

Namun tidak bisa berbanding lurus dengan pendapatan.

“Contohnya pendapatan kita Rp 13 miliar, tapi kita harus berproduksi Rp 13 miliar juga itu tidak bisa dilakukan. Karena kultur pelayanan kita kan tidak sama. Ini yang perlu kami sampaikan agar tidak menyalahkan persepsi,” katanya.

“Kami tidak mau memberikan jawaban antara teknis di lapangan dengan asumsi dari pada yang dilakukan jajaran dewan,” imbuhnya.

Menurutnya, jika pendapatan turun dan produksi air juga diturunkan, sudah dipastikan pelayanan kepada masyarakat mengalami penurunan.

Pasalnya, kata dia, dalam satu aliran air harus dengan tekanan yang tinggi sehingga air bisa mengalir ke rumah pelanggan.

“Misalkan di suatu aliran air ada warga yang rumahnya di pojok, namun di area sana ada hotel-hotel besar. Kita tetap harus produksi air besar agar air sampai ke rumah warga. Jika produksi diturunkan air bisa tidak sampai, terlebih ada kebocoran,” bebernya.

Kendati demikian, Golak tidak mau membenarkan dirinya seutuhnya.

Sesuai saran dewan, ia akan melakukan evaluasi secara menyeluruh agar bisa memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

"Kami juga harus memberikan subsidi ke masyarakat. Yang terutama sekali, kami punya piutang Rp 41 miliar. Kami tidak bisa memaksa masyarakat membayar di saat kondisi seperti ini,” pungkasnya. (*).

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved