Berita Bali

Berkas Oknum Sulinggih Cabul P21,Polda Bali Koordinasi dengan Kejaksaan Terkait Penyerahan Tersangka

"Benar berkas sudah P21, sesuai mekanisme kita masih koordinasi waktu dengan Kejaksaan untuk tahap keduanya, untuk penyerahan tersangka

Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Wema Satya Dinata
TRIBUNPEKANBARU
ilustrasi-korban pencabulan. Berkas Oknum Sulinggih Tersangka Pencabulan Sudah P21, Polda Bali Koordinasi dengan Kejaksaan untuk Penyerahan Tersangka 

Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Polda Bali berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Bali untuk kelanjutan kasus perkara dugaan tindak pidana pencabulan yang dilakukan Oknum Sulinggih di Bali, IWM (38), dimana memasuki tahap kedua setelah berkas dinyatakan lengkap (P-21).

Hal ini disampaikan oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bali, Kombes Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, S.H saat dikonfirmasi Tribun Bali, Kamis 11 Maret 2021.

"Benar berkas sudah P21, sesuai mekanisme kita masih koordinasi waktu dengan Kejaksaan untuk tahap keduanya, untuk penyerahan tersangka dan barang bukti," terang Kombes Pol Djuhandhani

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan, berkas penyidikan Polda Bali atas perkara tindak pidana pencabulan yang diduga dilakukan oleh oknum sulinggih telah lengkap .

Baca juga: UPDATE Oknum Sulinggih Tersangka Kasus Pencabulan, Jaksa Kejati Bali Nyatakan Berkas Telah Lengkap

Demikian disampaikan Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Hubungan Masyarakat (Kasi Penkum dan Humas) Kejati Bali, A Luga Harlianto dalam siaran persnya yang diterima Tribun Bali, Selasa, 23 Pebruari 2021.

"Jaksa yang mengikuti perkembangan penyidikan atas nama tersangka IWM telah menentukan sikap kemarin (Senin, 22 Pebruari 2021) dengan hasil penelitian berkas perkara telah memenuhi unsur-unsur pasal yang disangkakan oleh Penyidik Polda Bali," jelasnya.

Mantan Kacabjari Nusa Penida, Klungkung ini menjelaskan, tersangka IWM disangkakan melanggar Pasal 289, Pasal 290 ayat (1), Pasal 281 KUHP atas dugaan tindak pidana pencabulan terhadap korban atas nama KYD.

Selanjutnya Jaksa Kejati Bali akan berkoordinasi dengan penyidik Polda Bali untuk menentukan waktu penyerahan tersangka beserta barang bukti dari Penyidik Polda Bali pada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Bali.

"Tersangka dalam penyidikan tidak dilakukan penahanan oleh penyidik.

Nantinya jaksa akan menentukan sikap, apakah akan melakukan penahanan terhadap tersangka dengan mengacu pada Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)" terang Luga.

Diberitakan sebelumnya, oknum sulinggih IWM itu dilaporkan ke Polda Bali pada 9 Juli 2020 atas kasus dugaan pelecehan seksual terhadap korban KYD.

Korban diduga mendapat perlakukan cabul dari tersangka saat melukat atau melakukan upacara spiritual pembersihan diri di Pura Campuhan Pakerisan, Tampaksiring, Gianyar, Bali, pada 4 Juli 2020 lalu. 

Sementara itu, Kuasa hukum korban YD (33), Ni Luh Nengah Budawati, SH, MH mengatakan oknum sulinggih IWM dilaporkan ke Polda Bali pada 9 Juli 2020 atas kasus dugaan pelecehan seksual terhadap kliennya saat melukat atau melakukan upacara spiritual pembersihan diri di Pura Campuhan Pakerisan, Tampaksiring, Gianyar, Bali, pada 4 Juli 2020.

Padahal tujuan pasangan suami istri itu hanya untuk tangkil atau persembahyangan ke Pura.

Baca juga: Oknum Sulinggih Tersangka Pencabulan Itu Dulunya Seorang Balian, PHDI: Kita Tidak Boleh Gegabah

Budawati yang juga aktif di Woman Crisis Centre (WCC) juga berupaya memulihkan trauma akibat pengalaman buruk yang dialami korban yang sudah hampir setahun berjalan itu.

"Kami curiga korban mengalami trauma, depresi, apalagi menjelang masa persidangan, berkas sudah akan lengkap kan tinggal menunggu jadwal sidang kalau lancar, korban kondisinya menjadi sulit konsentrasi, saya sarankan konsultasi ke psikolog agar lebih tenang," ujar Budawati.

Dulunya Seorang Balian

Berdasarkan penelusuran, oknum sulinggih yang diduga melakukan pencabulan tersebut diketahui bergelar Ida Bhagawan. Adapun nama sebelum di-dwi jati ialah I Wayan M.

Diketahui kediaman sulinggih tersebut berada di Desa Tegalalang, Kecamatan Tegalalang, Gianyar, Bali.

Tribun Bali mencoba mencari penjelasan terkait tudingan pencabulan tersebut.

Namun saat disambangi ke kediamannya, yang bersangkutan tidak ada.

Orang di dalam kediamannya mengatakan, yang bersangkutan sedang di luar.

"Ten wenten, Ida lunga (tidak ada, beliau sedang keluar)," ujarnya.

Informasi yang dihimpun di lapangan, sebelum bergelar sulinggih, yang bersangkutan menjalankan profesi sebagau balian atau dukun.

Dalam dunia perdukunan, Ida Bhagawan disebutkan relatif sukses. Sebab banyak yang berhasil disembuhkan.

Lantas, bagaimana menurut tokoh desa setempat?

Baca juga: Bendesa Tegalalang Tak Tahu Kapan Oknum Sulinggih Cabul Didwijati

Bendesa Adat Tegallalang I Made Kumara Jaya saat ditanya apakah yang bersangkutan menyandang gelar dwijati dengan mekanisme yang berlaku, ia mengaku tidak mengetahui.

Dia beralasan baru menjabat sebagai bendesa sekitar sepekan lalu.

"Saya baru ngayah sebagai Bendesa seminggu lalu. Jadi terkait kapan terjadi pediksan, tyang tidak tahu menahu. Juga bukan kewenangan saya," ujarnya.

Menurut Kumara, proses dwijati semestinya melibatkan tri upasaksi.

Diantaranya prajuru, guru nabe, dan memenuhi syarat yang ditentukan.

"Setahu kami, memang harus ada tri upasaksi. Itu yang tyang tidak tahu juga. Karena saat itu tyang tidak ada kewenangan menanyakan," jelasnya.

Sementara itu, I Made Kumara Jaya, mantan Bendesa Tegalalang saat ditanyai proses dwijati oknum sulinggih ini, ia pun berusaha mengingat-ingat.

Dalam beberapa menit, ia pun akhirnya mengingat bahwa pernah diundang oleh yang bersangkutan ketika akan melakukan dwijati.

Namun dikarenakan undangan tersebut hanya bersifat lisan, karena itu, ia selaku prajuru tidak hadir.

Terlebih lagi, prosesi dwijati tidak dilakukan di kediaman yang bersangkutan melainkan di luar Kabupaten Gianyar.

"Kami sewaktu menjabat memang pernah diundang secara lisan. Tapi kami selaku prajuru tidak hadir. Sebab surat undangannya gak ada. Jadi kami tidak berani hadir. Kami memang tidak hadir dan tidak tahu. Yang jelas, prosesi medwijati itu dilakukan di Karangasem, tepatnya saya ndak tahu karena ndak hadir," ungkapnya.

Tanggapan PHDI Bali

Ketua PHDI Bali, Prof I Gusti Ngurah Sudiana mengatakan, pihaknya telah melakukan rapat dengan PHDI se-Bali untuk membahas kasus ini, Selasa 16 Februari 2021.

Dalam rapat tersebut pihaknya menerima laporan dari PHDI Gianyar karena mewilayahi kejadian tersebut.

"Laporan PHDI Gianyar bahwa oknum dimaksud tidak terdaftar di PHDI Gianyar sehingga PHDI Gianyar akan melakukan pengecekan langsung apakah punya nabe (guru spiritual) apa tidak," terang Sudiana saat dihubungi Tribun Bali dari Denpasar, Rabu 17 Februari 2021.

Menurut Sudiana, biasanya setiap calon sulinggih itu mengajukan surat diksa pariksa ke PHDI.

Setelah ada surat itu maka PHDI melaksanakan ritual diksa pariksa kepada calon sulinggih tersebut.

Setelah melalui proses upacara mati raga, PHDI memberikan surat keputusan (SK) sulinggih terhadap pemohon.

Di SK itu salah satunya berisi hak dan kewajiban, tanggungjawab serta nama walaka yang berubah menjadi nama sulinggih.

"Kalau calon bersangkutan tidak mengajukan surat diksa pariksa ke parisada, parisada tidak tahu. Parisada tidak melaksanakan diksa pariksa, otomatis sulinggih nika tidak tercatat di Parisada," kata Sudiana.

Dikarenakan tidak tercatat di PHDI, hingga saat ini pihaknya masih melakukan pengecekan apakah yang bersangkutan termasuk sulinggih atau tidak.

Jika ia tak mempunyai nabe itu berarti bukan sulinggih. Sementara jika mempunyai nabe, PHDI akan menyampaikan hal ini kepada nabenya.

Meski tak terdaftar di PHDI, Sudiana menegaskan bahwa pihaknya tak berani gegabah mengambil kesimpulan apakah dia termasuk sulinggih atau bukan.

Hal itu dilakukan agar PHDI nantinya tidak salah dalam bertindak.

"Kita tidak boleh gegabah mengambil kesimpulan sebelum ada pengecekan langsung. Tidak boleh (gegabah), karena itu menyangkut nama orang, kan kredibilitas orang kan kita harus lihat dumun yang sebenar-benarnya sampai ada bukti, lalu kita mengambil kesimpulan. Parisada tidak berani gegabah mengambil kesimbulan sehingga Parisada tidak salah langkah," terangnya.

Sudiana menuturkan, jika hasil pengecekan di lapangan nantinya membuktikan bahwa yang bersangkutan bukan sulinggih, maka PHDI akan menyatakan hal tersebut.

Nantinya setelah penyelidikan selesai, PHDI Gianyar bakal memberikan klarifikasi apakah yang bersangkutan masuk dalam sulinggih atau tidak.

"Sementara masalah sanksinya, jika ada pelanggaran pidana, maka dipertanggungjawabkan kepada aparat negara," terang Sudiana yang juga Rektor Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar itu.(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved