Berita Buleleng

Keluarga Korban Persetubuhan Mesadu ke DPRD Buleleng,Tak Terima Atas Tuntutan Jaksa pada Pelaku

Kedatangan keluarga korban ini diterima langsung oleh Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna dan Ketua Komisi IV DPRD Buleleng, Luh Hesti Ranitasari

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/Ratu Ayu Astri Desiani
Keluarga korban persetubuhan saat mesadu ke DPRD Buleleng, Selasa (27/4/2021) 

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA – Berbagai upaya terus dilakukan oleh keluarga korban kasus persetubuhan asal Kecamatan Buleleng, agar para pelaku dapat dijerat dengan hukuman yang seadil-adilnya.

Pada Selasa 27 April 2021, keluarga korban tampak mesadu ke DPRD Buleleng.

Mereka berharap agar para wakil rakyat dapat membantu pihaknya menyuarakan agar tujuh pelaku yang masih dibawah umur itu dapat dihukum sesuai dengan perbuatan yang mereka lakukan terhadap korban.

Kedatangan keluarga korban ini diterima langsung oleh Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna dan Ketua Komisi IV DPRD Buleleng, Luh Hesti Ranitasari.

Baca juga: UPDATE: Berkas Perkara Kasus Dugaan Mark up Explore Buleleng Dinyatakan Lengkap

Dihadapan para anggota dewan itu, KA selaku ibu korban mengatakan, jika tuntutan yang diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada tujuh tersangka yang masih dibawah umur itu hanya satu tahun penjara, serta empat bulan kerja sosial.

KA pun mengaku sangat keberatan dengan tuntutan tersebut, karena dinilai tidak memberikan efek jera.

“Kalau dituntut hanya 1 tahun tidak ada efek jera. Mereka pasti akan berani berbuat begitu lagi.

Saya minta keadilan sesuai undang-undang yang berlaku, dan sesuai dengan perbuatannya,” ucap KA.

Disinggung terkait kondisi sang anak saat ini, KA mengaku masih sangat trauma.

Ingatannya terkait kejadian pemerkosaan itu masih sangat jelas.

Bahkan sang buah hati hingga saat ini masih takut untuk bertemu dengan banyak orang.

“Kondisi anak saya, termasuk saya sebagai ibunya masih sangat trauma. Kalau ingat dengan kejadian ini,  pasti menangis. Luka kami tidak bisa diobati. Kejadian ini akan kami ingat sampai mati,” katanya.

Menanggapi keluhan keluarga korban, Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna mengaku sangat prihatin.

Namun politisi asal Desa/Kecamatan Tejakula ini menyebut tidak dapat meintervensi masalah hukum terlalu dalam.

 Untuk itu, Supriatna menyarankan kepada keluarga korban agar melaporkan hal ini kepada Komnas Perlindungan anak.

Baca juga: Jaksa Imbau Orangtua Kasus Persetubuhan di Buleleng Ini Ajukan Keberatan ke Majelis Hakim

 Ia juga mengajak seluruh komponen masyarakat untuk menyuarakan masalah tersebut, agar hakim dapat mempertimbangkan hal ini saat memberikan putusannya.

“Kami di DPRD mengajak komponen masyarakat para penggiat anak untuk menyuarakan masalah ini agar para penegak hukum bisa menegakan aturan sebaik-baiknya, dan terketuk hatinya agar keadilan bisa dirasakan oleh korban.

Saya juga menyarankan kepada keluarga korban untuk bersurat ke Komnas Perlindungan Anak agar kasus ini bisa sama-sama diawasi,”jelasnya.

Sementara pemerhati anak, Made Riko Wibawa mengatakan, selama ini pihaknya memang terus memberikan pendampingan psikolog kepada korban dan keluarganya.

Mengingat keluarga korban merasa keberatan dengan tuntutan JPU, Riko pun mengaku sudah bersurat kepada Komisi Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali untuk memohon bantuan dan petunjuk.

Namun hingga saat ini, surat tersebut tak kunjung mendapatkan respon.

Sementara terkait saran dari pihak kejaksaan yang meminta kepada keluarga korban agar menyampaikan rasa keberatannya itu lewat Panitera untuk selanjutnya disampaikan ke Majelis Hakim, Riko mengaku juga akan segera melakukan hal tersebut.

Riko menyebut, dalam Undang-Undang, anacam untuk kasus persetubuhan terhadap anak sejatinya 15 tahun penjara.

Apabila pelakunya juga masih dibawah umur, hukuman yang dijerat setidaknya sepertiga dari ancaman.

“Kalau memang harus bersurat akan kami lakukan.

Kami mewakili apa yang jadi harapan korban. Kalau memang hakim tetap menghukum tujuh tersangka ini satu tahun penjara, biar masyarakat nanti yang menilai,” katanya.

Baca juga: Satgas Buleleng Minta Tambahan Vaksin Covid-19 Sebanyak 2 Ribu Vial

Seperti diketahui, kasus persetubuhan ini terjadi pada Oktober 2020 lalu.

Korban yang merupakan seorang siswi yang masih duduk dibangku SMP disetubuhi oleh 11 orang pelaku, di lima tempat kejadian perkara (TKP) dengan waktu serta pelaku yang berbeda.

Dimana, TKP pertama terjadi di Lingkungan Penarungan, Kelurahan Penarukan, Kecamatan Buleleng,.

Sementara TKP kedua, tiga dan empat, terjadi di Desa Alasangker, Kecamatan Buleleng.

Dari 11 orang tersangka itu, empat diantaranya cukup umur, masing-masing bernama Kadek Arya Gunawan alias Berit (22) asal Lingkungan Penarungan, Kecamatan Buleleng.

Putu Rudi Ariawan (19) alias Rudi asal Lingkungan Penarungan. 

Gede Putra Ariawan alias Wawan (19) asal Desa Alasanger, Kecamatan Buleleng. Serta Kadek Candra Yasa (18) asal Banjar Dinas Pumahan, Desa Alasangker.

Sementara tujuh tersangka lainnya, masih dibawah umur dengan usia rata-rata 16 hingga 17 tahun.

Mereka masing-masing berinisial KD, KJ, T, GP, GA, E dan S. 

Saran Sampaikan Keberatan ke Majelis Hakim

Sebelumnya Pasca menuai protes dari keluarga korban lantaran tujuh dari 11 pelaku persetubuhan dituntut  1 tahun penjara serta empat bulan kerja sosial, Kejaksaan Negeri Buleleng akhirnya angkat bicara.

Pihaknya meminta kepada keluarga korban untuk menyampaikan langsung protes tersebut kepada Majelis Hakim, mengingat tuntutan sudah terlanjur dibacakan di persidangan.

Humas sekaligus Kasi Intel Kejari Buleleng, AA Jayalantara dikonfirmasi Minggu 25 April 2021 mengatakan, tuntutan yang sudah dibacakan oleh JPU di persidangan tidak dapat diubah.

"Tuntutan tidak mungkin diralat karena sudah dibaca saat sidang. Kami arahkan keluarga korban untuk mengajukan protes ke majelis hakim, jadi majelis hakim nanti yang akan mempertimbangkan. Bisa saja nanti putusannya lebih tinggi dari tuntutan," ucapnya.

Dalam memberikan tuntutan, kata Jayalantara, JPU sudah memiliki dasar-dasar pertimbangan.

Salah satunya didasarkan pada fakta-fakta di persidangan, penyebab-akibat, serta rekomendasi dari Balai Pemasyarakatan (Bapas).

"JPU berpikiran bahwa seorang anak itu belum bisa membedakan mana yang benar dan mana salah. Para tersangka yang masih di bawah umur ini memang tetap dijerat pidana. Namun orientasinya lebih pada edukasi atau pembinaan untuk memperbaiki perilaku anak itu sendiri,"terangnya.

Kendati demikian Jayalantara mengimbau kepada keluarga korban untuk menyampaikan keberatannya lewat Panitera untuk selanjutnya nanti diteruskan kepada majelis hakim.

"Kalau keluarga tidak terima karena tuntutan dianggap rendah, silahkan mohon ke hakim agar putusannya lebih tinggi. Pasti nanti hakim akan mempertimbangkan. Keluarga korban silahkan menyurat saja secara resmi ke Panitera, nanti Panitera yang akan meneruskannya ke majelis hakim. Suratnya juga harus ditembuskan ke JPU, agar JPU nya tahu ada keluarga korban yang tidak terima dengan tuntutan mereka," tutupnya.(*)

Artikel lainnya di Berita Buleleng

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved