Makna Tattwa dalam Lima Dasar Menerapkan Dharma di Hindu
Manawa Dharmasastra VII, menerangkan bahwa sepuluh penerapan Hindu agar sukses (Dharma Sidhyartha) harus didasarkan pada lima dasar pertimbangan.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: M. Firdian Sani
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Manawa Dharmasastra VII, menerangkan bahwa sepuluh penerapan Hindu agar sukses (Dharma Sidhyartha) harus didasarkan pada lima dasar pertimbangan.
Diantaranya, Iksa, Sakti, Desa, Kala, dan Tattwa.
Iksa adalah pandangan, cita-cita seseorang atau masyarakat tertentu.
Artinya bahwa Dharma Agama Hindu harus diterapkan dengan memperkuat pandangan atau cita-cita seseorang.
• Bolehkah Umat Hindu Menikah Lebih dari Satu Kali? Berikut Penjelasannya
Yaitu Agama Hindu harus memberi nilai tambah pada jati diri seseorang.
Serta Hindu harus meningkatkan kualitas moral dan sayay tahan mental seseorang dalam menjalankan cita-citanya.
Termasuk dalam menjalankan profesinya.
Kemudian ada Sakti, yang dimaknai kemampuan. Dalam Wrhaspati Tattwa 14, dinyatakan 'Sakti ngarania ikang sarwa jnana lawan sarwa karta'.
• Ini Makna Guru Dalam Ajaran Agama Hindu di Bali
Ini berarti Sakti namanya orang yang banyak ilmunya dan banyak kerjanya.
Hal ini bermakna, bahwa Agama Hindu menyajikan banyak pilihan dalam mengamalkan ajaran agama.
Sesuai dengan kemampuan (Sakti) seseorang.
Pilihan yang disediakan sesuai dengan tingkat dan ragam kemampuan manusia.
• Pemuda Hindu Tabur Bunga di Celukan Bawang Buleleng, Untuk Para Korban KRI Nanggala-402
Oleh sebab itu, semua tingkat dan ragam kemampuan dapat mengamalkan ajaran Hindu.
Dari yang miskin hingga yang paling kaya.
Dari yang bodoh hingga para ilmuwan.
Dari yang berkuasa hingga tidak punya kuasa.
Intinya adalah keikhlasan hati yang suci berbakti pada Tuhan.
• Lahir Buda Wage Langkir, Apa yang Seharusnya Dilakukan Umat Hindu?
Dasar ke tiga adalah Desa, yang berarti ketentuan-ketentuan setempat yang dianut oleh suatu masyarakat dalam suatu wilayah tertentu.
Kata Desa ini,berasal dari bahasa Sansekerta.
Dis yang berarti patokan atau petunjuk rohani.
Kemudian dari sinilah timbul kata Upadesa, yang artinya sekitar petunjuk kerohanian.
Hitopadesa artinya petunjuk kerohanian untuk mendapatkan kebahagiaan (Hita).
Brahmopadesa artinya petunjuk kerohanian untuk mencapai alam ketuhanan.
• Bolehkah Umat Hindu Menikah Lebih dari Satu Kali? Berikut Penjelasannya
Desa inilah yang menjadi salah satu pertimbangan dalam menjalankan Dharma.
Artinya menjalankan ajaran agama, hendaknya disesuaikan dengan norma-norma spiritual yang sudah berlaku baik di suatu tempat.
Kemudian ada Kala, atau waktu.
Dalam ajaran Hindu, dikenal empat waktu yaitu Krta Yuga, Treta Yuga, Dwapara Yuga, dan Kali Yuga.
Tentunya cara beragama setiap zaman ini tidak sama.
Baca juga: Penampahan Kuningan, Memusnahkan Sifat Kala dalam Hindu
Sebab dalam ilmu Astronomi Hindu, dikenal adanya waktu baik dan buruk untuk melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan.
Di Bali dalam menentukan waktu terbaik, dikenal dengan istilah dewasya atau waktu terang dan baik.
Dalam Chandogya Upanisad, umat Hindu penganut Weda dianjurkan melakukan pemujaan tiga kali sehari.
Yaitu saat pagi hari, siang hari, dan sore hari (sandhya dina). Sembahyang pagi untuk memperkuat Sattwam. Karena waktu pagi disebut Sattwika Kala.
Baca juga: Bagaimana Orang Hindu Bali Harus Menyikapi Seseorang yang Lahir Melik Atau Indigo?
Kemudian sembahyang siang, guna mengendalikan sifat Rajas.
Sedangkan sembahyang sore untuk mengendalikan sifat Tamas.
Makanya dalam Hindu dikenal lah hingga saat ini adanya Tri Sandhya.
Yang terakhir adalah Tattwa, atau hakekat kebenaran Weda yang kekal abadi.
Semuanya tidak boleh menyimpang dengan hakekat kebenaran Weda itu.
Kebenaran Weda tertinggi adalah Satya.
Baca juga: Ini Makna Penjor dan Rangkaian Perayaan Hari Suci Galungan Dalam Hindu Bali
Dalam Slokantara 2, disebutkan Satya lebih tinggi nilainya dari seratus suputra (anak yang utama).
Kemudian seorang suputra lebih tinggi nilainya, dari seratus kali berupacara yadnya.
Yadnya tidak hanya berarti upacara agama semata.
Dalam Bhagawad Gita III, 9 disebutkan bahwa pekerjaan itu dilakukan sebagai yadnya dan untuk yadnya.
Bahkan dana punia pun tergolong yadnya.
Sehingga disebutkan dalam sloka 31, Bhagawad Gita adalah orang yang baik.
Adalah orang yang memakan sisa-sisa dari yadnya.
Kemudian yadnya yang paling utama adalah yadnya ilmu pengetahuan atau Jnana Yadnya.
Berbakti kepada pandita pun adalah yadnya. (*)
Ikuti berita terkini Tribun Bali
