Berita Bali
Polda Bali dan Akademisi Gelar Diskusi Mencari Solusi Pro dan Kontra Sampradaya Non Dresta Bali
menggali masukan dari tokoh-tokoh dan akademisi terkait dengan permasalahan Sampradaya Non Dresta Bali.
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kepolisian Daerah (Polda) Bali bersama akademisi Hindu menggelar diskusi menyikapi pro kontra Sampradaya Non Dresta Bali yang saat ini menjadi polemik di masyarakat Bali.
Diskusi antara Akademisi Hindu dilakaanakan Grand Mirah Hotel, Denpasar, Bali pada Rabu tanggal 16 Juni 2021.
Adapun tema yang diusung dalam diskusi ini adalah "Mencari Solusi Menyikapi Pro dan Kontra Sampradaya Non Dresta Bali”
Direktur Intelkam Polda Bali Kombes Pol Zaenal Abidin, S.I.K,. M.Si turut hadir menggali masukan dari tokoh-tokoh dan akademisi terkait dengan permasalahan Sampradaya Non Dresta Bali.
Baca juga: Dukung SKB PHDI & MDA Terkait Sampradaya, Koster: Jangan Ragu-ragu, Ashram yang Tak Cocok Tutup Saja
"Sampradaya Non Dresta Bali diayomi oleh PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia), namun berdasarkan keluarnya SKB (Surat Keputusan Bersama PHDI dan MDA (Majelis Desa Adat) Asram/Pasraman yang ditolak sebagian besar merupakan ashram yang mendatangkan Anggota dari luar Desa Adat," kata Kombes Pol Zaenal kepada Tribun Bali di sela kegiatan
Dir Intelkam menekankan supaya kegiatan pelarangan yang mengarah pada tindakan pengerusakan maupun tindakan anarkis bisa diantisipasi.
"Mari kita rapatkan barisan untuk mencari solusi terbaik," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Ahli Hukum Adat dan Hukum Nasional, Dr. Putu Sastra Wibawa, S.H., MH, menyampaikan, agar pelbagai pihak mampu meredam gejolak penutupan Ashram/Pasraman agar Desa Adat tidak melakukan tindakan berlebihan.
"Kita juga telah memberikan pertimbangan kepada SC Mahasabha dengan bersurat memberikan masukan pada AD/ART PHDI. Selain pasal 41 tentang pengayoman dan banyak pasal-pasal lainnya pada AD/ART hanya berpacu pada Weda, sehingga adat dan kebudayaan tidak masuk," papar dia.
"Perlu kiranya masukan dalam AD/ART yang sesuai dengan Adat Budaya Bali, UU HAM tentang hak untuk beribadah namun ada juga pasal yang mengatur tentang hak untuk mempertahankan kebudayaan sendiri," jabar dia.
Dalam diskusi itu, ia berpesan supaya Pemerintah daerah menjadi pemandu dalam beragama dan beradat di Bali.
Sementara itu, Dosen, penulis, sekaligus ahli Weda, Dr. Gede Suwantana, MA, menyampaikan, Sampradaya merupakan konsep, sistem dan etika tertentu serta fanatisme.
"Jika dilihat solusi permasalahan Sampradaya Non Dresta Bali sebaikan mencari jalan tengah dengan diskusi. Meskipun kita berbeda namun Tuhan yang menjiwai kita sama walaupun cara berpikir keyakinan/ideologi berbeda seperti cara Mpu Kuturan pada jaman terdahulu menyatukan aliran kepercayaan di Bali," ungkapnya.
"Kita harus belajar apa kelemahan kita kenapa Sampradaya Non Dresta Bali justru dikembangan oleh banyak orang Bali asli," sambungnya.
Baca juga: Dilaporkan ke Polisi Terkait Penutupan Ashram Sampradaya, Begini Poin-poin Tanggapan Ketua MDA Bali