Berita Klungkung
Estimasi Korupsi Capai Rp 5 Miliar, Ketua dan Karyawan Kredit LPD Desa Ped Nusa Penida Tersangka
Kejaksaan Negeri (Kejari) Klungkung menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi di LPD Desa Adat Ped
Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, SEMARAPURA - Kejaksaan Negeri (Kejari) Klungkung menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi di LPD Desa Adat Ped, Nusa Penida, Bali, Kamis 14 Oktober 2021.
Penyidik menemukan indikasi penyimpangan dalam beberapa kegiatan di LPD Desa Adat Ped.
"Kasus ini kami dalami sekitar lima bulan. Setelah kami melakukan ekspose bersama, kami menetapkan dua tersangka dalam perkara dugaan korupsi di LPD Desa Adat Ped," ujar Kepala Kejari Klungkung, Shirley Manutede, Kamis 14 Oktober 2021.
Kedua tersangka tersebut yakni Ketua LPD Ped berinisial IMS, dan bagian kredit di LPD Ped berinisial, IGS.
Baca juga: Dugaan Korupsi di LPD Desa Adat Ped, Penyidik Kejari Klungkung Temukan Kredit Topengan Rp 2,5 Miliar
Keduanya terbukti melakukan penyimpangan anggaran di LPD Ped dengan estimasi kerugian sekitar Rp 5 miliar.
IMS merupakan tersangka utama dan dalam aksinya melakukan penyimpangan anggaran di LPD Ped. Ia dibantu oleh IGS yang merupakan pegawainya.
"Kami sudah melakukan perhitungan internal dan kerugian negara dari kasus ini kami estimasikan sekitar Rp 5 miliar. Untuk kepastian kami juga masih menunggu hasil audit dari Inspektorat," ujar Shirley.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Klungkung, Bintarno menjelaskan, adapun beberapa hal yang didalami dalam perkara itu, antara lain adanya kredit macet senilai sekitar Rp 2,5 miliar.
Hal ini dikarenakan adanya 'kredit topengan', yakni kredit yang memakai nama tertentu, namun digunakan orang lain.
Khususnya di LPD Ped, ditemukan adanya satu orang namun melakukan kredit dengan 12 nama yang berbeda.
Selain itu ditemukan juga indikasi penyelewengan anggaran dalam beberapa kegiatan di LPD Desa Adat Ped.
Semisal pemberian dana pensiun yang seharusnya diberikan saat pegawai purna tugas, namun di LPD Ped justru diberikan sebelum pegawai itu purna tugas.
Pemberian komisi ke pegawai yang diluar ketentuan, pemberian tunjangan kesehatan diluar ketentuan, penyelewengan biaya outbond, biaya tirtayatra, termasuk biaya promosi yang seharusnya dicairkan sesuai peruntukan, namun dananya dibagi-bagi ke pegawai.
"Kami juga temukan, jika keluarga serta kerabat pegawai LPD Ped diberikan suku bunga pinjaman jauh lebih rendah dari standar. Ini ternyata diterapkan tanpa persetujuan paruman," ujar Bintarno.
Sebelum penetapan terhadap kedua tersangka, Kejari telah melakukan berbagai upaya penyidikan, yakni dengan memeriksa sejumlah saksi hingga melakukan penggeledahan langsung ke LPD Desa Adat Ped.