Berita Tabanan
Kasus Stunting 2021 di Tabanan Masih 9,2 Persen, Masih di Bawah Angka Provinsi Bali dan Nasional
Kasus stunting atau gizi buruk masih ditemukan di Bali khususnya Kabupaten Tabanan. Bahkan, untuk di Tabanan sendiri masih di angka 9,2 persen.
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Noviana Windri
TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Kasus stunting atau gizi buruk masih ditemukan di Bali khususnya Kabupaten Tabanan. Bahkan, untuk di Tabanan sendiri masih di angka 9,2 persen.
Angka tersebut masih berada di bawah angka Provinsi Bali yang berada di angka 10 persen di tahun 2021.
Salah satu penyebab dari kasus stunting inu adalah faktor ekonomi dan juga pola asuh anak.
Sebab, belakangan ini banyak anak balita yang cenderung dititipkan kepada orang lain, misalnya nenek atau kakeknya.
Menurut Kepala Dinas Keluarga Berencana (KB) Tabanan, dr Nyoman Suratmika, tahun 2021 lalu angka presentase stunting untuk Provinsi Bali sebanyak 10 persen.
Baca juga: Denpasar Fokus Cegah Angka Stunting, Kerja Sama CSR Edukasi Ibu Hamil dan Masyarakat
Baca juga: Cegah dan Mempercepat Penurunan Angka Stunting, Ny. Antari Jaya Negara Kembali Serahkan Bantuan PMT
Baca juga: Cegah Stunting, 30 Desa di Tabanan Dapat Bantuan HID MAMA, Air Bersih dan Aman Dikonsumsi
Sedangkan untum target nasional stunting 14 persen di tahun 2024 mendatang. Artinya Bali terutama Tababab sudah berada di bawah dari target pemerintah pusat tersebut.
"Sekarang kita di Bali sudah 10 persen. Artinya kita sudah mampu di bawah itu (target nasional. Dan semoga saja nanti terus menurun meskipun kita memang sulit untuk mencapai nol persen," kata Suratmika saat dikonfirmasi, Rabu 26 Januari 2022.
Biasanya, kata dia, Dinas Kesehatan melalui Bidan Desa memberikan obat atau vitamin kepada anak balita di Tabanan sekitar bulan Februari dan Agustus.
Itu merupakan salah satu langkah untuk menekan terjadinya lonjakan kasus di Tabanan.
Mantan Kadiskes Tabanan ini melanjutkan, untuk faktor penyebab dari ditemukannya kasus stunting ini snagat banyak.
Ia menyebutkan beberapa diantaranya. Seperti faktor ekonomi yang praktis memberi dampak pada asupan makanan yang diberikan kepada anak sendiri.
Kemudian ada pola asuh anak, sebab belakangan ini orang tua dari si balita sendiri cenderung menitipkan anaknya pada orang lain misalnya di kakek dan neneknya.
Sehingga hal ini menyebabkan pihak orang tua tidak mengetahui asupan makanan apa saja yang diberikan kepada anaknya.
Suratmima melanjutkan, termasuk juga penyakit bawaan si balita tersebut. Terakhir lingkungan pendukung serta kesehatan lingkungannya menjadi peranan penting terhadap ditemukannya kasus stunting di suatu wilayah ini.
"Banyak faktor sebenarnya yang menyebabkan kasus stunting ditemukan di Tabanan. Beberapa faktor yang saya sebutkan itu yang paling sering ditemukan di masyarakat," ungkap Suratmika.
Untuk langkah yang dilakukan, kata dia, adalah dengan intervensi spesifik dan intensif.
Baca juga: Kurangi Angka Stunting, Ny. Antari Ajak Masyarakat Manfaatkan Pekarangan Rumah Untuk Berkebun
Baca juga: Atasi Stunting, Bulog Kanwil Bali Kenalkan Beras Fortivit Pada Bupati Klungkung
Baca juga: Tergolong Rendah di Nasional, Provinsi Bali Cetak Angka Stunting 6 Persen Selama Pandemi Covid-19
Spesifik yang dimaksud adalah dengan memberikan vitamin, zat tablet besi, pemberian makanan tambahan, kegiatan imunisasi, dan banyak lagi yang dilakukan di bidang kesehatan.
Kemudian untuk intensif, kata dia, adalah terakit intervensi dari lingkungan OPD terkait.
Misalnya untuk PU terkait lingkungannya, sekolah, serta lainnya lagi.
Termasuk juga DPMD yang perlu mengawasi anggaran pemerintah desa lewat dana desa untuk pencegahan kasus stunying di wilayahnya.
"Dan kami tugasnya mengkoordinasikan itu. Ada tim percepatan penanganan stunting untuk tingkat kecamatan dan juga desa," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Tabanan, I Made Supardiyadnya mengungkapkan, untuk di Tabanan sendiri kasus stunting terjadi bukan karena Balita tidak mendapatkan makanan dengan gizi yang cukup tetapi lebih kepada adaya penyakit penyerta pada balita.
"Penyakit penyerta itu seperti jantung bocor, bronchitis hingga gangguan tumbuh kembang. Kemudian termasuk juga banyak faktor lainnya seperti sanitasi lingkungan dan pola asuh," jelasnya.
Dia menjelaskan, pihaknya di Dinas Kesehatan Tabanan sudah melakukan intervensi dengan pemberian PMT (pemberian makanan tambahan) pemulihan, pemantauan, konseling, dan menentukan diagnosa.
"Artinya kita terus pantau agar kondisinya kedepan terus membaik. Selain itu kita juga berikan edukasi kelada orang tuanya. Sehingga nantinya kita akan bisa terus ditekan," tandasnya.