Korupsi LPD Tabanan
KORUPSI! LPD Desa Adat Kota Tabanan Hingga Rp 7,3 Miliar Dipakai Foya-foya
Terdakwa Nyoman Bawa, tidak bisa mengelak saat dicecar tim jaksa penuntut umum dan majelis hakim mengenai penggunaan dana Lembaga Perkreditan Desa
Penulis: Putu Candra | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Terdakwa Nyoman Bawa, tidak bisa mengelak saat dicecar tim jaksa penuntut umum dan majelis hakim mengenai penggunaan dana Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Kota Tabanan.
Mantan ketua LPD ini, mengakui jika dana LPD Desa Adat Kota Tabanan, bahkan digunakan untuk maksiat.
Juga berfoya-foya di beberapa cafe, dan menginap di hotel bersama perempuan lain.
Baca juga: KORUPSI LPD Serangan, Warga Serangan Datangi Kejari Denpasar
Itu disampaikan Nyoman Bawa, saat dirinya diperiksa sebagai saksi di persidangan yang digelar secara daring di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Selasa, 17 Mei 2022.
Tidak hanya Nyoman Bawa, dalam berkas terpisah, terdakwa Cok Istri Adnyana Dewi (55) selaku sekretaris LPD juga diperiksa.
Diketahui, kedua terdakwa dijerat kasus korupsi LPD Desa Adat Kota Tabanan, dengan kerugian mencapai Rp 7,3 miliar lebih.
Baca juga: Warga Serangan Datangi Kejari Denpasar, Berharap Tidak Ada Intervensi Penanganan Dugaan Korupsi LPD
Dalam keterangannya, dihadapan majelis hakim pimpinan Heriyanti, terdakwa Nyoman Bawa mengungkapkan uang kas bon sebesar Rp 398 juta lebih.
Dan dana kas LPD yang disimpan di BPD Rp 2,4 miliar, malah sebagian digunakan untuk kepentingan pribadinya.
"Uang saya pakai untuk membiayai anak sekolah, upacara dan menghibur diri," ucapnya.
"Maksudnya menghibur diri," kejar jaksa penuntut.
"Ya saya pakai uangnya untuk bersenang-senang ke cafe. Minum-minum dengan cewek cafe," jawab Nyoman Bawa.
Baca juga: Kasus Korupsi LPD Serangan, Ini Pengakuan Bendesa yang Diduga Gelapkan Uang Rp 1,4 Miliar
Kembali ditanya, berapa total uang LPD yang dihabiskan ke cafe.
Nyoman Bawa mengaku tidak mengetahui, hanya saja ia menyatakan, sekali ke cafe bisa menghabiskan sekitar Rp 5 juta.
"Sekali ke tempat hiburan malam habis sampai Rp 5 juta," sebut Nyoman Bawa.
Tidak hanya dihabiskan ke cafe, uang LPD juga ia gunakan untuk menyewa hotel.
"Kalau cafenya jauh sekalian saya sewa hotel," ungkapnya.
Baca juga: KORUPSI LPD Serangan, Warga Serangan Datangi Kejari Denpasar
Dengan ditemani oleh perempuan lain.
Bukan istrinya.
"Iya ada cewek yang menemani di hotel," imbuh Nyoman Bawa.
Pula diakui, saat mengetahui LPD bermasalah Nyoman Bawa menghilang dan meninggalkan tugasnya sebagai ketua LPD.
Ia berdalih menghilang, karena sedang berobat.
"Iya saya sempat menghilang meninggalkan tugas sebagai ketua LPD. Saya menghilang untuk berobat," ucapnya menjawab pertanyaan majelis hakim.
Baca juga: Warga Serangan Datangi Kejari Denpasar, Berharap Tidak Ada Intervensi Penanganan Dugaan Korupsi LPD
Nyoman Bawa juga mengatakan, mengetahui dua pengurus LPD lainnya melakukan kas bon dan atas persetujuannya.
Yakni terdakwa Cok Istri Adnyana Dewi (55), selaku sekretaris LPD kas bon sebesar Rp 476.812.500.
Bendahara LPD, I Gusti Putu Suwardi (sudah meninggal dunia) sebesar Rp 463.562.500.
Sementara itu saat diperiksa, terdakwa Cok Istri Adnyana Dewi mengakui melakukan kas bon di LPD sebesar Rp 476.812.500.
Uang itu ia gunakan, untuk kepentingan pribadi.
"Uang kas bos itu saya pakai untuk keperluan pribadi. Renovasi rumah dan membiaya sekolah anak," akunya dari balik layar monitor.
Baca juga: KORUPSI LPD Serangan, Kelihan Banjar Desa Adat Serangan Datangi Kejari Denpasar
Cok Istri Adnyana Dewi pun meminta maaf, atas perbuatannya yang telah merugikan masyarakat Desa Adat Kota Tabanan.
"Saya meminta maaf kepada masyarakat Tabanan, yang uangnya saya gunakan.
Saya menyesal," ucapnya.
Usai memeriksa keterangan kedua terdakwa tersebut, sidang akan kembali digelar pekan depan dengan agenda pembacaan surat tuntutan tim jaksa penuntut dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tabanan.
Seperti diketahui dalam perkara ini, kedua terdakwa tersebut melakukan tindak pidana korupsi tersebut dengan cara mengambil uang kas, untuk dipergunakan secara pribadi tidak melalui mekanisme yang ditentukan.
Akibat perbuatan kedua terdakwa mengakibatkan kerugian negara, berdasarkan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara dari BPKP Perwakilan Bali senilai Rp 3,7 miliar.
Serta kesalahan pengelolaan sekitar Rp 3,5 miliar.
Adapun dakwaan jaksa penuntut yang dikenakan kepada dua terdakwa tersebut.
Adalah dakwaan primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU yang sama. Subsidair kedua Pasal 8 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor. (*)