Berita Jembrana

Melonjak dari Tahun 2017, Piutang PBB di Tabanan Capai Rp70 Miliar

Ketua Komisi I DPRD Tabanan, I Putu Eka Nurcahyadi menyoroti adanya piutang PBB (Pajak Bumi dan Bangunan).

Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Tribun Bali/I Made Ardhiangga Ismayana
Ketua Komisi I DPRD Tabanan, I Putu Eka Nurcahyadi 

TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Ketua Komisi I DPRD Tabanan, I Putu Eka Nurcahyadi menyoroti adanya piutang PBB (Pajak Bumi dan Bangunan).

Sebab, dari piutang PBB mencapai nilai fantastis yakni sekitar Rp70 Miliar.

Nilai itu mengalami lonjakan dari 2017 lalu yang sudah mencapai sekitar Rp40 Miliar. 

Baca juga: Regenerasi Nelayan di Pesisir Tabanan, Namun Miris Karena Cuaca Tak Memungkinkan untuk Melaut

Eka Nurcahyadi mengaku, hal inilah yang dikhawatirkan karena saat ini masih ada sebuah sistem yang belum berjalan dengan baik terkait SPPT (Surat Pemberitahuan Pejak Terutang) yang menyangkut persentasenya.

Di mana masih ada masyarakat yang memiliki piutang, yang kebanyakan kasusnya ialah tidak masih atau bukan lagi, pemilik persil tersebut.

“Jadi banyak-banyak ini yang disayangkan sekali tidak dievaluasi. Karena dikhawatirkan itu menjadi piutang abadi,” ucapnya Senin 18 Juli 2022.

Baca juga: Sidang Dugaan Suap DID Tabanan, Saksi Ungkap Ada Permintaan ‘Peluru’ dari Terdakwa Wiratmaja

Eka menyayangkan, karena hal semacam ini akan dapat menjadi stagnan dan terus menumpuk.

Padahal, ini bisa menjadi inovasi untuk pembenahan.

Karena ketika piutang itu belum dihapus, maka malah akan bertambah.

Pihaknya pun sudah turun untuk bekerja sama dengan pihak desa.

Di mana di masing-masing desa sudah melakukan pengecekan.

Baca juga: Raker Bangar Pertanggungjawaban Pemkab Tabanan Kepada DPRD Tabanan

Faktanya, memang ada yang karena kondisi, selain itu sudah bukan lagi pemilik.

Akan tetapi, SPPT itu masih menjadi milik yang bersangkutan atau warga yang menjual karena dasar bunga adalah SPPT.

"Dan itu bertahun-tahun, ketika ada sistem PTSL seperti saat ini, pengeluaran setifikat secara kolektif itu tidak diikuti pergantian SPPT. Jadi juga menambah parah,” ungkapnya.

Menurut Eka, saat ini  yang terbaik ialah pihak desa bekerja sama dengan bakeuda, BPN dan Notaris.

"Minimal ke de depan ini bahwa setiap pergantian sertifikat tanah itu dengan juga pergantian SPPT."

“Jadi ini yang belum nyambung masih berjalan sendiri-sendiri ini mereka,” bebernya. (*)

Berita lainnya di Berita Jembrana

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved