Berita Bali
Pacar Ibu Sering Siksa Nay, Dipukul, Ditendang Hingga Dihukum Lari Sampai Lemas
Pelaku juga menenggelamkan kepala korban ke dalam sebuah ember hitam sebanyak 4 kali.
Penulis: Putu Honey Dharma Putri W | Editor: I Putu Darmendra
Ketua Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali, Ni Luh Gede Yastini sangat prihatin dengan peristiwa penelantaran anak yang terjadi di Jalan Bedugul Sidakarya, Denpasar.
Apalagi anak tersebut sebelumnya mengalami penyiksaan. Kini ia berharap ayah kandungnya bisa menjaga Nay dengan baik.
"Pertama kita prihatin ada orangtua yang melakukan itu pada anaknya. Karena kita tahu anak itu dirawat oleh ibunya diambil dari bapaknya. Sekarang kita fokus pada penyembuhan anaknya," jelasnya, Rabu 20 Juli 2022
Selain itu pada Dinas terkait juga harus memastikan psikologis anak dan kesiapan orangtua merawat anaknya agar tidak telantar lagi dan mengalami kekerasan dalam hal apa pun.
"Untuk orang yang menelantarkan anak ini saya harap polisi harus mengusut karena anak itu ditelantarkan dan terluka secara fisik dan psikis agar tidak menelantarkan dan meninggalkan anak di jalan," tambahnya.
Jika berdasarkan undang-undang, pelaku penelantaran anak diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Sebelumnya anak tersebut telah diasuh oleh ayahnya lalu dibawa kabuar ibunya. Setelah dengan ibunya kemudian anak tersebut ditinggalkan begitu saja.
"Terlepas siapa pun yang melakukan hukum tidak memandang siapa pun bahkan orangtua sekali pun bisa menjadi pelaku kekerasan pada anak harus diusut penelantaran yang dilakukan orang yang membawa anak itu. Kenapa bisa patah? Itu juga harus ditelusuri oleh kepolisian," imbuhnya.
Ia berharap Dinas terkait juga harus melakukan assigment terlebih dahulu sebelum memastikan bahwa benar-benar keluarganya dapat mengasuh anak tersebut dengan baik. Dipulihkan terlebih dahulu psikologis dan fisik dari anak tersebut.
"KPPAD karena fungsinya pengawasan kita sudah koordinasi dengan Dinsos dan teman-teman di Denpasar kami masih komunikasikan dan melakukan pengawasan dan memastikan supaya anak ini benar-benar mendapatkan perlindungan dan penanganan dengan baik yang dilakukan," tandasnya.
Ketua Yayasan Lentera Anak Bali (LAB), Anak Ayu Sri Wahyuni mengatakan, dilihat dari segi kesehatan mental, anak tersebut tidak hanya menjadi korban, melainkan anak tersebut juga menjadi saksi terhadap perlakuan salah oleh orangtua yang seharusnya memberikan perhatian kasih sayang dan hak-hak sebagai anak.
“Anak tidak sekolah saja itu sudah termasuk kasus penelantaran anak, apalagi sampai patah tulang kemudian ditelantarkan dan ditinggalkan di suatu tempat dengan keadaan tidak berdaya. Itu termasuk tindakan kekerasan terhadap anak dan melanggar undang undang perlindungan anak,” jelasnya.
Sering kali pelaku dari kasus-kasus seperti ini adalah orang terdekat, seperti orangtua, baik itu kandung maupun sambung. Melihat history anak yang merupakan korban perceraian, Wahyuni menuturkan hal ini menjadi salah satu faktor penyebab kejadian.
Korban dipastikan tidak mendapatkan perlakuan yang sesuai dan pengasuhnya tidak menjamin terpenuhinya hak anak. Penganiayaan dan penelantaran terhadap anak ini memberikan dampak buruk terhadap kesehatan fisik dan mentalnya.
Wahyuni yang juga merupakan seorang psikiater menjelaskan perjalanan pemulihan kesehatan mental menjadi tantangan terberat yang harus dilewati oleh korban dan seluruh pihak. Pemulihan ini akan membutuhkan waktu panjang sehingga sangat diperlukan bantuan seluruh pihak pemerhati anak, termasuk wali kota dan jajaran.