Berita Tabanan
LEBUR Energi Negatif, Simak Filosofi Pembangunan Patung Wisnu Murti di Tabanan
Patung Wisnu Murti di Catus Pata Kediri bukan sekadar patung. Ada makna dan filosofi mendalam dari keberadaan patung ini.
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Pembangunan patung Wisnu Murti di Catus Pata Kediri, Kabupaten Tabanan, direspon positif oleh aktivis Puskor Hindunesia Koordinator Nasional, yang berpusat di Bali.
Pembangunan patung ini dilakukan, setelah sebelumnya sempat dibongkar pada 2015 lalu, dan digantikan dengan patung Bung Karno.
Ternyata patung Wisnu Murti ini, memiliki makna dan filosofi mendalam sebagai keyakinan masyarakat Hindu di Bali, khususnya di Kabupaten Tabanan.
Alasannya, karena patung Wisnu Murti terletak di Catus Pata Kediri, yang merupakan simbol keseimbangan energi semesta.
Terkhusus bagi Tabanan, posisi Wisnu Murti menjadi penghubung konsepsi Nyegara Gunung antara unsur Pura Batukaru (gunung) dengan Pura Tanah Lot (segara).
Baca juga: PATUNG Wisnu Murti di Tabanan Ada Perbedaan, Simak Ulasannya Berikut Ini
Baca juga: Dunadi, Pembuat Patung Bung Karno, Angka-angka Keramat di Balik Patung

Ketua Umum Dekornas Puskor Hindunesia, Ida Bagus K. Susena Wanasara, mengatakan pembongkaran patung yang dahulu itu.
Pihaknya (Puskor Hindunesia) getol menolak, dikarenakan beberapa hal.
Alasan pertama, bahwa setiap daerah atau wilayah pemerintahan baik kabupaten/kota di Bali wajib memiliki titik Catus Pata, yang digunakan saat upacara tawur (ritual harmonisasi energi alam).
Nah, untuk di Tabanan sendiri catus pata itu telah ada di Kediri.
Dikarenakan posisi itu sinkron atau selaras, menghubungkan antara gunung dan segara yang menjadi keyakinan umat Hindu Bali.
Dan penempatan patung Wisnu Murti sudah sangat tepat di sana, karena menyimbulkan penyerapan energi negatif, Wisnu Memurthi.

“Secara spiritual, pas itu tempatnya.
Sebab, Wisnu Murti merupakan perlambangan dari peleburan unsur-unsur negatif.
Wisnu mengeluarkan energinya untuk menyerap segala energi negatif.
Maka dari itu, tradisi berkala dilakukan ritual penetralisir (tawur agung) untuk keseimbangan unsur-unsur alam.