Berita Bali
Kasus DBD Meroket 2,5 Kali Lipat, Terbanyak di Kecamatan Negara dan Jembrana
Kasus demam berdarah dengue di Kabupaten Jembrana tahun ini meroket jauh dibanding tahun sebelumnya. Kini sentuh 250 kasus dari sebeulmnya 96 kasus.
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kasus demam berdarah dengue di Kabupaten Jembrana tahun ini meroket jauh dibanding tahun sebelumnya.
Jika tahun 2021 lalu hanya tercatat 96 kasus, tahun ini hingga Oktober 2022 sudah mencapai 250 kasus.
Penyebabnya adalah karena banyak lingkungan kotor yang terdapat genangan sehingga menimbulkan jentik-jentik nyamuk Aedes Aegypti. Upaya yang dilakukan adalah dengan menggerakkan PSN dan juga fogging secara selektif.
Menurut data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Jembrana, tahun 2021 terdapat 96 kasus dengan rincian Januari 27 kasus, Pebruari 14, Maret 11, April 9, Mei 7, Juni 7, Juli 2, Agustus 2, September 1, Oktober 3, November 4, dan Desember 9 kasus.
Baca juga: Balita Meninggal Akibat DBD di Klungkung, Ditemukan Banyak Jentik di Lingkungan Rumah
Sedangkan, di tahun 2022 hingga Oktober tercatat 250 kasus.
Rinciannya, Januari tercatat 19 kasus, Pebruari 14, Maret 21, April 25, Mei 43, Juni 49, Juli 39, Agustus 20, September 14, dan Oktober ditemukan 6 kasus.
"Tahun ini kenaikannya memang cukup tinggi," kata Kepala Dinas Jembrana, dr Made Dwipaya saat dikonfirmasi, Rabu (12/10).
Dia menjelaskan, sejumlah faktor menjadi penyebab dari tingginya kasus demam berdarah. Seperti cuaca atau musim penghujan yang menyebabkan terjadinya genangan air.
Baca juga: Warga Bangli Bali diminta Waspadai Cikungunya, Kasus DBD 76 Kasus
Kemudian genangan air tersebut ada karena lingkungan yang kotor atau banyak sampah.
Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan. Artinya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang masih jarang dilakukan. Sejauh ini kasus tertinggi ditemukan pada dua wilayah. Yakni Kecamatan Jembrana dan Negara.
"Selain itu, kami juga rutin lakukan fogging. Fogging yang kita lakukan secara selektif. Artinya kita lakukan di tempat atau wilayah yang ditemukan kasus," jelasnya.
Bagaimana dengan keberadaan juru pemantau jentik (Jumantik)? dr Dwipayana menyebutkan secra umum di Jembrana tidak ada jumantik. Namun, yang melakukan pemantauan adalah juru pemantau malaria. Artinya dia merangkap untuk memantau malaria dan juga jentik.
Kemudian, kata dia, petugas dari Dinas Kesehatan juga turut memberikan edukasi terkait bahaya demam berdarah yang disebabkan oleh nyamuk aedes aegypti. Termasuk upaya pencegahan dengan rutin melakukan 3M yakni menguras, membersihkan dan menutup tempat penampungan air atau dengan menanam barang bekas yang mudah menampung air bersih.
"Mereka jumlahnya 18 orang di Jembrana. Selain memberikan sosialisasi, juga melakukan pemantauan terhadap jentik nyamuk dan pemantauan penyakit malaria," ungkapnya.
"Artinya selain fogging, kami harap masyarakat juga ikut intens untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk di rumah masing-masing. Mari menjaga lingkungan bersama-sama terutama untuk wilayah dua Kecamatan yang terbanyak itu," ungkapnya. (*)
Berita lainnya di Demam Berdarah Dengue