Hari Raya Saraswati
Hari Turunnya Ilmu Pengetahuan, Benarkah Tidak Boleh Membaca dan Belajar Saat Hari Raya Saraswati?
Dikenal sebagai hari turunnya ilmu pengetahuan, benarkah seseorang tak boleh membaca dan belajar saat Hari Raya Saraswati?
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Putu Kartika Viktriani
Sampai akhirnya Watugunung dihidupkan kembali oleh Dewa Wisnu, dengan syarat diturunkan derajatnya menjadi urutan terakhir pada wuku atau pawukon yang kini dikenal di Bali dan Nusantara.
Untuk itu setiap 210 hari sekali, akan ada hari di mana Watugunung runtuh tepatnya pada Minggu (Radite) Kliwon wuku Watugunung.
Dari sana Dewa Siwa mengutuk, agar tidak boleh lagi ada pernikahan dengan anak kandung atau orang tua kandung.
Ida Rsi mengatakan, bahwa kisah ini sejatinya memiliki makna kebodohan, kesombongan, rasa congkak dan angkuh yang ada di dalam diri Watugunung.
Akhirnya bisa dikalahkan oleh kebaikan. Tatkala kebodohan dikalahkan, maka setelah itu ilmu pengetahuan (Weda) diturunkan ke dunia melalui Dewi Saraswati.
Agar umat manusia tercerahkan kembali, dijauhkan dari hal bodoh yang buruk. Dan mampu meningkatkan imannya dalam perjalanan Dharma.
Setelah Saraswati, dikenal dengan Banyupinaruh. Dimana biasanya umat akan mandi ke mata air suci, seperti laut, sungai, danau, campuhan, panglukatan, atau dengan air kumkuman di rumah.
Ini sebagai wujud, bahwa ilmu pengetahuan akan mengalir bak air yang tiada pernah putus di alam semesta ini. (*)