Rektor Unud Ditetapkan Tersangka
Tim Hukum Unud Bantah Soal Kerugian Keuangan Negara Dalam Kasus SPI
Tim Hukum Unud bantah soal kerugian keuangan negaradDalam kasus dugaan korupsi dana SPI Universitas Udayana.
Penulis: Putu Candra | Editor: Putu Kartika Viktriani
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sidang praperadilan Rektor Universitas Udayana (Unud), Prof. DR. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng selaku Pemohon melawan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali sebagai Termohon kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Rabu, 26 April 2023.
Sidang kali ini mengagendakan pembacaan tanggapan (replik) oleh tim kuasa hukum Unud atas jawaban Termohon.
Diketahui, Prof Antara menempuh upaya hukum praperadilan terkait penetapan tersangka oleh penyidik pidana khusus (pidsus) Kejati Bali.
Prof Antara ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi penyalahgunaan dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru (maba) seleksi jalur mandiri Unud tahun 2018-2022.
Sementara itu, dalam replik setebal 28 halaman, tim hukum Unud yang dimotori oleh Nyoman Sukandia, Gede Pasek Suardika membantah semua jawaban Termohon yang telah dibacakan dalam sidang sebelumnya.
Diantaranya terkait bukti kerugian keuangan negara.
"Kami menegaskan lagi bahwa jawaban yang disampaikan oleh Termohon pada sidang sebelumnya itu kami bantah dengan sangat presisi. Terutama dalam kasus korupsi yang paling penting adalah bukti adanya kerugian keuangan negara. Sampai sekarang itu tidak muncul," tegas Gede Pasek Suardika ditemui usai sidang praperadilan.
"Bagaimana bukti yang paling penting itu tidak muncul dengan alasan itu kewenangan yang bersangkutan (Termohon)," imbuhnya.
Baca juga: Tim Hukum Harap Penetapan Prof Antara sebagai Tersangka Kasus Dugaan Korupsi SPI Unud Dicabut
Pula soal kewenangan dibantah tim hukum Unud. Dikatakan Pasek Suardika dalam kasus korupsi harus muncul bukti kerugian keuangan negara.
Di mana lembaga yang berwenang dalam melakukan audit kerugian keuangan negara adalah BPK dan BPKP.
"Tadi juga kami bantah soal kewenangan itu. Karena kejaksaan esensinya sebagai penyidik sudah ada di KUHP. Di Undang-Undang kejaksaan juga tidak ada satu pun kewenangan untuk melakukan audit terhadap kerugian negara. Justru yang ada kewenangan di BPK dan BPKP," ujarnya.
Pihaknya pun berharap dalam duplik Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang akan dibacakan besok di persidangan muncul kerugian keuangan negara berdasarkan audit dari BPK atau BPKP.
Bukan berdasarkan audit internal kejaksaan.
"Karena kita berkutat di kasus korupsi. Tidak akan pernah ada korupsi kalau tidak ada kerugian keuangan negara. Sampai sekarang bukti itu tidak muncul. Di dalam jawaban jaksa pun tidak muncul," ucap advokat, politisi sekaligus Ketua Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) ini.
Kembali disinggung soal audit iternal kejaksaan yang digunakan dalam kasus SPI, pria yang disapa GPS ini kembali menegaskan, bahwa lembaga yang berwenang melakukan audit adalah BPK atau BPKP dan itu telah diatur dalam konstitusi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.