Berita Bali

GUPBI Bali Tegaskan Babi yang Banyak Mati di Buleleng Tak Terapkan Biosecurity dan Tertular ASF

Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Buleleng, Made Suparma mengatakan, berdasarkan laporan dari pemerintah desa, ada 600 ekor

Pixabay
Ilustrasi babi - Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali, I Ketut Hari Suyasa, angkat bicara mengenai kasus babi yang mati di Buleleng dengan jumlah banyak. Pihaknya mengaku jika masalah tersebut sudah terjadi sejak lama. 

TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali, I Ketut Hari Suyasa, angkat bicara mengenai kasus babi yang mati di Buleleng dengan jumlah banyak. Pihaknya mengaku jika masalah tersebut sudah terjadi sejak lama.

Bahkan dirinya mengakui kematian banyaknya babi itu karena pemilik tidak melakukan biosecurity ketat. Bahkan jumlah kandang itu sebanyak 3.000 ekor.

"Dulu namannya kandang PT ABS, nah pada tahun 2020 kandang itu sudah terdampak atau tekena ASF. Dulu saya pernah turun kesana karena saat penguburan babi, mereka konplik dengan masyarakat disana," jelasnya.

Diakui setelah kejadian itu dan pada saat dilakukan restoking, pihaknya sudah mengingatkan bahwa kadang tersebut belum layak dimasukkan babi. Mengingat kuburan babi yang ada disebelah kandang juga tidak terurus dan tidak diterapkan biosecurity.

"Kasus yang menyebabkan juga, dulu ada beberapa babi yang kena ASF dan selamat. Itu juga masih dipelihara disana. Padahal hal itu sudah membahayakan, namun kenyataannya tidaj dipotong, malah dipelihara dan dimasukkan bibit baru," jelasnya.

Baca juga: BREAKING NEWS! Mayat Orok Laki-laki Ditemukan di Bantaran Sungai Taman Pancing, Simak Beritanya!

Baca juga: Kecelakaan Lalu Lintas Selama Mudik 2023, 2 Orang Meninggal Dunia, Polda Bali Catat 61 Kasus!

Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali, I Ketut Hari Suyasa, angkat bicara mengenai kasus babi yang mati di Buleleng dengan jumlah banyak. Pihaknya mengaku jika masalah tersebut sudah terjadi sejak lama.
Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali, I Ketut Hari Suyasa, angkat bicara mengenai kasus babi yang mati di Buleleng dengan jumlah banyak. Pihaknya mengaku jika masalah tersebut sudah terjadi sejak lama. (Tribun Bali/I Komang Agus Aryanta)

Pihaknya mengaku, saran dari GUPBI sendiri tidak didengar. Bahkan pada empat bulan atau tiga bulan bibit babi kembali dimasukkan.

"Semua ini saya tahu dari masyarakat, yang sebelumnya bermasalah pada peternak ini, melapor jika peternak ini kembali beternak dengan jumlah besar," ucapnya.

Bahkan setelah dirinya turun juga melihat babinya mati di kandang tersebut. "Jadi kalau mati serentak dengan jumlah 600 pasti tidak ada. Namun kalau dari April sampai Mei 2023 saya percaya. Karena di sana tidak menerapkan Biosecurity," bebernya.

Pihaknya mengakui tidak menutup kemungkinan di daerah lain juga ada babi yang mati mendadak. Mengingat ASF ini tidak ada obat dan tidak ada vaksin. Hanya saja peternak bisa melakukan pencegahan.

"Jadi kasus di Bila Buleleng, walaupun kandangnya tinggi tidak menutup faktor penyebar virus masuk, seperti lalat dan yang lain. Memgingat tidak ada Biosecurity. Begitu juga masyarakat pasti ada yang babinya mendadak mati, namun tidak seperti dulu," imbuhnya.

Untuk diketahui, di Kabupaten Buleleng ratusan babi mati misterius. Bahkan Dinas Pertanian setempat melakukan koordinasi dengan Balai Besar Veteriner Denpasar agar menyelidiki penyebab kematian babi di perusahaan ternak di Desa Bila, Kecamatan Kubutambahan, Bali.

Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Buleleng, Made Suparma mengatakan, berdasarkan laporan dari pemerintah desa, ada 600 ekor babi milik perusahaan itu yang mati dalam kurun waktu sejak pertengahan April lalu. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved