Berita Gianyar

Minat Warga Gianyar Kerja ke Jepang Masih Minim, Kalah Dibandingkan Bangli Karangasem dan Singaraja

Bahkan saat pandemi Covid-19, jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang terdata sebanyak 1.600 orang.

EyeEm via Tribun Style
Ilustrasi Jepang - Setiap tahun, jumlah masyarakat di Kabupaten Gianyar yang bekerja keluar negeri relatif banyak. Bahkan saat pandemi Covid-19, jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang terdata sebanyak 1.600 orang. Meski demikian, minat mereka untuk mengais rejeki ke Jepang masih relatif minim. 

TRIBUN-BALI.COM - Setiap tahun, jumlah masyarakat di Kabupaten Gianyar yang bekerja keluar negeri relatif banyak.

Bahkan saat pandemi Covid-19, jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang terdata sebanyak 1.600 orang.

Meski demikian, minat mereka untuk mengais rejeki ke Jepang masih relatif minim.

Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur LPK Mentari ASA Bali, I Nyoman Artawa Putra, Rabu (19/7).

Artawa mengatakan, perusahaannya khusus bergerak menyalurkan PMI ke Jepang.

Berdiri sejak 2022, hingga saat ini, pihaknya telah menyalurkan 50 orang PMI ke Jepang.

Baca juga: PU Fraksi PDIP DPRD Badung, Apresiasi Penyusunan APBD 2022

Baca juga: Kunci Jawaban Bahasa Inggris Kelas 8 Halaman 241 242 243 Kurikulum Merdeka, Section 3: Cosmetics

Direktur LPK Mentari ASA Bali, I Nyoman Artawa Putra.
Direktur LPK Mentari ASA Bali, I Nyoman Artawa Putra. (Istimewa)

"Dari sekian LPK Jepang yang ada di Gianyar, semua terkendala kandidat yang mau belajar. Masyarakat Gianyar dominan mereka tertarik bekerja di kapal pesiar.

Setiap tahun saya mengirim 15-20 orang ke Jepang. Sekarang sudah hampir 50 orang. Dari total itu, jumlah warga Gianyar hanya 15 orang. Kebanyakan orang Bangli, Karangasem, dan Singaraja," ujar Artawa.


Artawa menjelaskan, pekerjaan yang biasanya dilakoni PMI yang dikirimnya ke Jepang adalah di bidang pertanian, peternakan, pengolahan makanan, merawat Lansia dan di bidang konstruksi atau di bagian pengelasan.

"Kita kebanyakan di pertanian, peternakan dan pengolahan makanan, merawat Lansia, konstruksi pengelasan. Pekerjaan di pertanian seperti mencuci dan membungkus sayur atau buah. Di peternakan kebanyakan mengurus babi. Ini kotanya di Ibarakhi, Kochi dan Aichi. Juga ada di Nagoya dan Osaka untuk pekerjaan pengolahan makanan dan perawat Lansia," kata pria asal Desa Saba, Blahbatuh itu.


Terkait biaya keberangkatan, Artawa mengatakan, membutuhkan biaya sekitar Rp 35 juta. Biaya tersebut sudah termasuk pembuatan paspor, medical chek up, visa, tiket pulang pergi, dan sebagainya.

Bahkan sudah termasuk BPJS Ketenagakerjaan. "Rata-rata gaji per bulannya dari 180 ribu sampai 220 ribu yen. Mereka yang bisa berangkat minimal usia 19 sampai 30 tahun," ujar Artawa.

Meskipun kerja di Jepang cukup menjanjikan, Artawa menduga ada beberapa alasan warga Gianyar enggan memilih bekerja di Jepang, dan justru lebih memilih di kapal pesiar. Salah satunya adalah durasi kerja di Jepang minimal 3 tahun. "Orang Gianyar itu memang jarang mau merantau lama.

Kalau di pesiar 8 bulan sudah bisa pulang, kalau di Jepang 3 tahun baru bisa (pulang). Selain itu, untuk bekerja di Jepang juga harus punya keahlian khusus. Kalau di pesiar, yang penting bisa bahasa Inggris sudah bisa," ujar mantan anggota DPRD Gianyar itu. (weg)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved