Dugaan Pelecehan di Tabanan
Bidkum Polda Bali Optimis, Majelis Hakim Tak Kabulkan Pengguguran Status Tersagnka Dasaran Alit
Bidkum Polda Bali Optimis, Majelis Hakim Tak Kabulkan Pengguguran Status Tersagnka Dasaran Alit, Kondisi NCK Semakin Membaik
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Fenty Lilian Ariani
TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Sidang lanjutan kasus dasaran alit kembali berlangsung pada Senin 30 Oktober 2023 pagi ini.
Dalam sidang giliran dari Bidkum Polda Bali menghadirkan saksi ahli tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) yakni Dewi Bunga dari UHN Bagus Sugriwa Denpasar.
Dalam sidang lanjutan ini dipimpin hakim tunggal, Sayu Komang Wiratni.
Dimana tujuan sidang adalah untuk menguji alat bukti dan proses hukum yang dianggap pihak Dasaran Alit tidak sesuai dengan menjadikan spiritualis muda itu tersangka.
Saksi Ahli Dewi Bunga dari keterangannya membahas mengenai beberapa hal.
Mulai dari menyangkut penerapan pasal, kemudian SPDP dan menyangkut proses hukum sehingga Dasaran Alit menjadi tersangka.
Dan mengurai menyanngkut unsur-unsur dalam penerapan pasal baru yakni pasal 6 huruf a UU Nomor 12 tahun 2022.
Khusus untuk penerapan Pasal 6 huruf a, Dewi Bunga menjelaskan, menyangkut unsur setiap orang.
Dimana Objektif hukum yakni menyangkut merendahkan harkat martabat, unsur kesusilaan.
Yang poin intinya, bahwa dalam unsur suka sama suka di dalam orang dewasa yang melakukan hubungan seksual maka tidak ada salah satu yang direndahkan harkat dan martabatnya.
“Kalau ada unsur untuk dibuktikan merendahkan harkat martabat, maka tidak suka sama suka. Dan pembuktian bukan di pasal 6 huruf a, yakni unsur dengan maksud itu terikat pada alat bukti. Misalnya pengakuan korban dugaan TPKS, dan satu alat bukti lain yang sah. Yang bisa digunakan memutus perkara dan sepanjang keyakinan hakim,” paparnya.
Atas hal ini, Pembina Bidkum Polda Bali, I Wayan Kota mengatakan, bahwa penetapan jero dasaran alit, sudah ada dua alat bukti, dikaji dan sudah berkesesuaian.
Pihaknya optimis bahwa Majelis Hakim tidak akan mengabulkan permohonan pemohon dalam sidang praperadilan ini.
Alasannya, karena pihaknya sudah mengkaji dua alat bukti dan sudah berkesesuaian dengan keterangan baik saksi dan tersangka.
Baca juga: Meskipun Nilai Tukar Dollar ke Rupiah Tinggi, Tak Buat Daya Beli Wisman Tinggi ke Bali
“Kami kan optimis. Tidak mungkin penyidik tidak yakin dengan langkah-langkah sampai menetapkan seseorang sebagai tersangka.
Kami tidak melulu hanya mendasari pada keterangan korban.
Bahkan keterangan tersangka juga diambil. Meskipun pastinya akan ada ketidakcocokan (keterangan saksi dan korban).
Tapi, perbedaan keterangan itu nantinya disesuaikan dengan alat bukti yang lain.
Misalnya, hasil visum, petunjuk, barang bukti, dokumen elektronik kemudian apakah memang hubungan itu apakah ada kehendak atau tidak dengan kehendak. Itu kami cocokkan,” ungkapnya.
Untuk itu, lanjut Kota, bahwa penetapan pemohon sebagai tersangka sudah sah secara hukum. Terutama keterjangkauan pasal 6 huruf a.
Jadi penetapan tersangka atas delik itu tadi, semua sudah ada alat bukti dan kesesuaian keterangan saksi dan ahli.
Sesuai dengan Pasal 184 KUHAP dengan perluasan di PPKS (Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual).
“Terkait SPDP itu juga sudah sesuai dari perkara ini, yang sudah dibuat sesuai PMK 130. Kami, belum tujuh hari sudah dikirim ke Jaksa. Prosesnya sprint sidik dahulu, sebelum tujuh hari dikirimkan, kemudian keluar SPDP dan kemudian adanya tersangka,” bebernya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Dasaran Alit Kadek Agus Mulyawan menyatakan, bahwa dirinya tadi mengejar soal SPDP karena memang terkait keluarnya SPDP itu tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dimana, logika hukumnya, bahwa sprint sidik dikeluarkan karena arti kata adalah perintah maka harusnya dikeluarkan bersamaan.
Berlanjut. Masalah MK diberitahukan itu tujuh hari, tidak ada urusan. SPDP harus bersamaan dengan sprint sidik.
Dan tadi, menurut dia, bahwa saksi ahli bingung atau tidak ada kepastian normatif.
“Jadi kalau tanpa nama kami tidak masalah. Yang kami masalahkan, bahwa sprint dikeluarkan ditembuskan ke kejaksaan, sebelum ada SPDP, sudah ada nama tersangka. Nah ini kan lucu,” tegasnya.
Di bagian terpisah, Kuasa Hukum NCK Nyoman Yudara mengatakan, bahwa kondisi kesehatan dari NCK sudah pulih.
Dan kondisi kebatinannya pun mulai pulih. Saat ini dia mendekatkan diri kumpul sama keluarganya sambil menunggu perkembangan perkaranya di Polres Tabanan.
Yudara mengaku, pihaknya sangat menghormati hak hukum pemohon terkait dengan penetapan tersangka yang diujikan dalam Pra Peradilan saat ini.
Pihaknya juga sudah membaca semua berkas pra peradilan ini. Dan dapat didiskusikan.
“Bahwa semua SOP dari Kepolisian itu sudah sesuai. Menetapkan sebagai tersangka sudah terpenuhi denganmenggunakan Perkab yang ada. Alat bukti juga sudah ada. Saksi, Pelaku, korban juga ada maka ditetapkan tersangka (tidak ada cacat prosedur). Jadi upaya hukum ini hak dari pemohon,” pungkasnya. (*).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.