Berita Bali
Penebaran Nyamuk Wolbachia di Denpasar Ditunda, Puskor: Kita Tak Tahu Dampaknya
Penebaran nyamuk Wolbachia di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng ditunda hingga batas waktu yang tak ditentukan.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Penebaran nyamuk Wolbachia di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng ditunda hingga batas waktu yang tak ditentukan.
Hal itu karena adanya pro dan kontra, termasuk ada unjukrasa penolakan beberapa waktu lalu.
Menurut rencana, penebaran Wolbachia di Denpasar dilaksanakan, Senin (13/11/2023). Nyamuk Wolbachia ini sebelumnya diklaim bisa menurunkan kasus Demam Berdarah Dengue.
Baca juga: Metode Penebaran Wolbachia Belum Diterapkan di Jembrana
"Batal (kemarin, Red). Dan ditunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Denpasar, dr Anak Agung Ngurah Gede Dharmayuda, Senin (13/11/2023).
Pihaknya juga menerima surat dari Save the Children bahwa untuk sementara acara itu ditunda.
"Keputusan penundaan ini setelah kami mendengarkan masukan dan saran dari pemerintah dan masyarakat yang memiliki kepedulian yang sama dalam penanggulangan DBD," tulis surat yang ditandatangani Acting Senior Program Manager Save the Children untuk World Mosquito Program, Wiwied Trisnadi.
Baca juga: Pro Kontra, Penebaran Nyamuk Wolbachia di Denpasar Ditunda hingga Batas Waktu yang Tak Ditentukan
Pihaknya mengaku akan terus memberikan informasi mengenai program mereka segera setelah menerima arahan lebih lanjut dari Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Dinas Kesehatan Kota Denpasar dan Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng.
Diberitakan sebelumnya, Pemkot Denpasar bekerjasama dengan World Mosquito Program dari Australia untuk pengembangan bakteri Wolbachia.
Di mana dengan menginfeksi nyamuk penyebab DBD dengan bakteri ini, akan bisa menekan kasus.
Baca juga: Nyamuk Mengandung Wolbachia akan Disebar di Buleleng, Upaya Menekan Kasus DBD
“Jangka waktu untuk melihat perkembangan nyamuk Wolbachia ini 5 tahun. Di Klaten Yogyakarta selama 5 tahun bisa menekan DBD hingga 77 persen,” kata Dharmayuda.
Untuk di Kota Denpasar rencananya dimulai pada November 2023. Diharapkan di tahun 2024 bisa menekan kasus 20 persen. Selanjutnya, tahun berikutnya menekan kasus 50 persen, dan hingga 75 sampai 80 persen.
“Kami harap lima tahun ke depan bisa menekan 75 sampai 80 persen. Kalau masih ada kasus 5 sampai 10 persen itu masih bisa ditoleransi,” katanya.
Baca juga: Telur Nyamuk Wolbachia Ditebar di Pemecutan Kelod, Sasar 501 Rumah untuk Menekan Sebaran DBD
Wali Kota Denpasar, IGN Jaya Negara mengatakan, penebaran Wolbachia tersebut merupakan kerja sama dengan pihak ketiga.
Dimana kegunaan nyamuk yang mengandung bakteri Wolbachia ini adalah untuk menangani maupun menekan kasus DBD. Namun pihaknya juga menampung berbagai masukan dari tokoh dan ahli terkait penebaran Wolbachia tersebut.
“Kami dapat banyak masukan dari masyarakat untuk ditunda,” kata Jaya Negara.
Jaya Negara mengaku, pihaknya akan menunggu rekomendasi Kementerian Kesehatan RI. Meskipun saat ini nyamuk itu sudah ditebarkan di Klaten Yogyakarta dan menunjukkan hasil positif.
Baca juga: Metode Baru, 10 Juta Nyamuk Wolbachia Akan Dilepas, Buleleng Kasus DBD Tertinggi di Bali
“Kami belum menerapkannya sebelum benar-benar mendapat rekomendasi dari Kemenkes. Nanti akan dilakukan apabila ada rekomendasi dari Kemenkes,” katanya.
Terpisah, penyebaran telur nyamuk mengandung wolbachia di rumah tangga asuh yang tersebar di 55 desa di Buleleng ditunda. Hal ini lantaran adanya penolakan dari kelompok masyarakat di Bali.
Nyamuk mengandung wolbachia itu dinilai dapat membawa dampak buruk untuk kesehatan.
Kepala Dinas Kesehatan Buleleng, dr Sucipto menyebutkan, sesuai jadwal penyebaran telur nyamuk mengandung wolbachia dilakukan, Minggu (12/11/2023).
Sebelum melakukan penyebaran, sosialisasi ke desa-desa juga sudah dilakukan. Namun karena adanya penolakan, rencana itu pun terpaksa ditunda.
dr Sucipto menegaskan, nyamuk mengandung wolbachia sejatinya aman bagi kesehatan serta tidak memiliki efek samping. Wolbachia merupakan bakteri yang terdapat di 50 persen serangga, seperti lebah, kupu-kupu dan lalat buah.
Wolbachia kemudian dimasukkan kedalam nyamuk aedes aegypti, sehingga wolbachia ini dapat menghambat perkembangan virus dengue di dalam tubuh nyamuk.
Penyebaran nyamuk mengandung wolbachia juga sudah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia, dan dinilai efektif menurunkan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD). Terlebih kajian dan penelitian sebut dr Sucipto sudah dilakukan di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
"Melihat hasil kajian dan penelitian di Yogyakarta, masyarakat di sana malah yang meminta karena aman dan dampaknya luar biasa terhadap penurunan demam berdarah. Tidak ada efek sampingnya," jelas dr Sucipto.
Dengan adanya penolakan tersebut, dr Sucipto mengaku saat ini pihaknya hanya menunggu arahan dan instruksi dari Dinkes Bali, apakah penyebaran nyamuk mengandung wolbachia akan tetap dilakukan atau tidak. "Kami hanya bisa menunggu arahan dari provinsi saja," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Dinas Kesehatan Buleleng berencana menyebarkan telur nyamuk yang mengandung wolbachia di rumah tangga asuh yang tersebar di 55 desa di Buleleng.
Rumah tangga asuh itu diharapkan nanti dapat memelihara telur-telur tersebut hingga menetas.
Masing-masing rumah tangga asuh akan diberikan satu buah kapsul berisikan 400 butir telur nyamuk yang mengandung wolbachia. Kapsul tersebut nantinya dapat dimasukkan ke dalam gentong berisi air.
Sehingga telur-telur tersebut dapat menetas dalam waktu tujuh hingga 14 hari.
Dalam pemeliharaannya, warga yang terpilih sebagai rumah tangga asuh hanya diminta untuk menjaga telur-telur itu agar tidak dimakan oleh binatang, serta dijauhkan dari jangkauan anak kecil. Sehingga tingkat keberhasilan menetas bisa mencapai 75 hingga 80 persen.
"Yang memilih siapa yang menjadi rumah tangga asuh itu dari pihak World Mosquito Program (WMP). Intinya lokasi yang dipilih merupakan wilayah dengan data kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang tinggi," jelas dr Sucipto.
Buleleng dipilih menjadi salah satu daerah untuk pengembangan nyamuk yang mengandung wolbachia di Bali karena menjadi kabupaten penyumbang kasus DBD tertinggi di Bali. Sejak Januari hingga Juni saja, tercatat 616 orang yang terkena DBD.
Anggota Komisi IX DPR RI, I Ketut Kariyasa mengatakan, pengendalian DBD dengan metode Wolbachia ini dilakukan bekerjasama dengan WMP. Anggaran yang digunakan bukan berasal dari APBN maupun APBD, melainkan disponsori oleh pemerintah Australia dan Gillespie Family Foundation.
Sementara itu, Kabupaten Jembrana belum menjadi pilot projek penerapan metode Wolbachia untuk mengentaskan atau memerangi kasus DBD.
Di Bali, rencana program tersebut baru akan dilakukan di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng. Jika semisalnya dijadikan wilayah pilot proyek, Jembrana bakal siap dengan syarat harus mengetahui secara detail rencana penerapan metode tersebut.
Untuk diketahui, dalam kurun waktu lima tahun atau sejak 2019-Oktober 2023, jumlah kasus DBD di Jembrana 1.347 kasus. Kepala Dinas Kesehatan, dr Made Dwipaya mengatakan, penerapan metode tersebut kemungkinan mengacu pada jumlah kasus.
Meskipun di Jembrana cenderung sedikit (kasus DBD), pihaknya berupaya dengan melakukan PSN di lingkungan masing-masing serta fogging sebelum masa penularan (SMP) serta fogging ketika ditemukan kasus.
Di Karangasem, Kepala Dinas Kesehatan setempat, Gusti Bagus Putra Pertama, mengatakan, Pemkab Karangasem belum menerapkan metode wolbachia untuk menekan kasus DBD karena pihaknya belum menerima petunjuk teknis serta sosialisasi metode tersebut.
Di Bangli, Kepala Dinas Kesehatan setempat, I Nyoman Arsana menjelaskan, Bangli belum menerapkan penebaran nyamuk Wolbachia, untuk pengendalian DBD karena tidak termasuk sebagai plot project. Pengendalian DBD di Bangli masih menerapkan 3M plus.
Puskor: Kita Tak Tahu Dampaknya
PUSAT Koordinasi Hindu Indonesia (Puskor Hindunesia) menolak program nyamuk dengan bakteri Wolbachia untuk diterapkan di Bali.
Bahkan pihak Puskor meminta agar program tersebut dibatalkan dan bukan ditunda. Hal tersebut ditegaskan oleh Ketua Umum Puskor Hindunesia, Ida Bagus K Susena saat dihubungi, Senin (13/11/2023).
Susena menambahkan, sejak muncul program yang digagas Save the Children dan World Mosquito Program, pihaknya telah menolak.
Hal ini karena tak dijelaskan secara rinci dampak negatif ke depannya dari program ini dan, menurutnya, sosialisasi yang dilakukan ke masyarakat juga tidak maksimal.
Apalagi pihaknya meyakini jika program ini merupakan rekayasa genetika dan bukan alami.
“Alasan krusialnya adalah kami mendapatkan banyak informasi yang memang independen dan akurat tentang program ini, dimana banyak hal yang disembunyikan yang seharusnya diketahui publik,” kata Susena.
Pihaknya pun mengaku penolakan ini dengan menggandeng ahli kesehatan dan mendapatkan data yang faktual tentang rencana ini.
Menurutnya, hal ini jelas-jelas rekayasa genetik, karena menempatkan bakteri di tubuh nyamuk kemudian ditelorkan memerlukan sebuah rekayasa.
Alasan lain pihaknya menolak yakni sampai saat ini belum ada jurnal ilmiah yang memuat keberhasilan dari program ini.
“Kemudian secara logika, kita memberantas nyamuk dengan mendatangkan 200 juta nyamuk. Itu sama dengan memperbanyak nyamuk dengan cara impor,” katanya.
Selain itu, sejak lama Bali juga sudah memiliki sistem niskala dalam penanganan wabah penyakit. Susena tak mau Bali digunakan sebagai tempat untuk melakukan percobaan.
Apalagi di Bali tak hanya ada nyamuk aedes aegypti, namun ada jenis nyamuk lainnya.
“Belum pernah dijelaskan bagaimana kalau Wolbachia ini berinteraksi dengan nyamuk selain aedes aegypti ini. Apalagi Bali merupakan daerah pariwisata yang rentan dengan isu ini,” imbuhnya.
Bahkan menurutnya, orang asing yang tahu program ini mendesak agar orang Bali menolak program ini.
Selain Puskor, Susena mengatakan beberapa komunitas lain yang menolak yakni Save Bali from The Mosquitos, Bali Solidarity, hingga Gladiator Bangsa.
“Kami berada di bawah satu payung dan mengisi petisi secara formal. Kami juga sudah melaporkan Save the Children dan World Mosquito ke Polda Bali karena kelihatan bahwa proyek ini tanpa pertimbangan dan matang dan tidak disosialisasikan dengan benar,” katanya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.