Kasus SPI Unud
Hotman Paris: Kenapa Rektor Unud Dipenjara? Tim Hotman 911 Bali Sebut Pungutan SPI Sah
Tim kuasa hukum Prof Antara pada kasus dugaan korupsi dana SPI Unud menyatakan ada lebih dari 40 universitas negeri di Indonesia yang juga memungut
Penulis: Zaenal Nur Arifin | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, BADUNG - Tim kuasa hukum Prof Antara pada kasus dugaan korupsi dana SPI Unud menyatakan ada lebih dari 40 universitas negeri di Indonesia yang juga memungut uang SPI (Sumbangan Pengembangan Institusi).
"Hotman 911 di Bali sudah mengumpulkan bukti- bukti lebih dari 40 universitas negeri di Indonesia yang memungut uang sumbangan SPI (Sumbangan Pengembangan Institusi). SPI ini untuk mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri," ujar Hotman Paris Hutapea, Senin (20/11/2023) di Kopi Johny Sunset Road Kuta.
Baca juga: Eksepsi Mantan Rektor Unud Ditolak, Kasus Dugaan Korupsi Dana SPI Berlanjut ke Pembuktian
Menurut pengacara ini, SPI adalah praktek lama dilakukan dan sah serta diakui oleh pemerintah, BPK, DPR RI bahkan Menteri Pendidikan.
SPI ini dilakukan oleh ITB, UI, UNY, Undip, Unair, ITS Surabaya dan lainnya.
"Pertanyaannya adalah kenapa rektor Universitas Udayana yang melakukan hal sama (memungut SPI) tapi harus dipenjara, diborgol, memakai baju orange dan dipermalukan."
Baca juga: Sidang Dugaan Korupsi SPI Unud, Saksi Indra Kecapa Akui Ada Konflik di Internal Unud
"Dituduh melakukan tindak pidana korupsi padahal uang tersebut 100 persen masuk kas Universitas Udayana," ungkap Hotman Paris.
Selain itu, yang lucu dan menggelikan bagi Hotman Paris, di mana surat dakwaan jaksa menyatakan bahwa itu diakui adalah penerimaan negara.
Uang masuk ke negara, tapi disebutkan itu kerugian negara.
"Bagaimana bisa penerimaan negara tapi dianggap kerugian negara.
Baca juga: Kajian SPI Unud Berdasarkan Website 3 PTN, Prof Wiagustini Sebut Studi Banding Tidak Turun Langsung
Logikanya sama sekali tidak jalan. Tapi yang paling pokok semuanya ini adalah semua SK Rektor (40 universitas negeri) sudah dilakukan bertahun-tahun dan itu bukan merupakan tindak pidana," ungkap Hotman Paris.
Hotman Paris mengimbau Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi Bali agar kasus ini benar-benar diatensi karena sangat mengandung ketidakadilan, melanggar hak asasi manusia.
"Kenapa uang masuk ke negara disebut sebagai kerugian negara oleh jaksa? Kenapa rektor ditahan dan diborgol padahal ada lebih dari 40 rektor lain tidak disentuh?" tegas Hotman Paris.
Baca juga: Sidang Dugaan Korupsi SPI Unud Masuk Pokok Perkara, Tim JPU Tolak Eksepsi Prof Antara dan Tim Hukum
Menurut Hotman Paris, ada sandiwara dan drama tidak masuk akal lembaga penegak hukum memenjarakan dan memborgol terhadap seorang guru besar.
"Benar-benar kalau Mahkamah Agung tidak memperhatikan, mengatensi kasus ini sudah kelewatan," ujar Hotman Paris.
"Bagaimana mungkin seorang rektor dengan uang SPI yang sah (pemungutannya) masuk ke kas universitas diborgol dan dipenjara. Sementara lebih dari 40 universitas lain juga memungut SPI, itu sudah lama dan setiap tahun diaudit BPK," sambungnya.
Baca juga: Sidang Kasus Dugaan Korupsi SPI Unud, Hari Ini JPU Hadirkan Tiga Saksi
Hotman Paris menambahkan, tidak ada kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi SPI Unud ini bahkan negara diuntungkan dan pengembangan fasilitas pendidikan dilakukan dengan menggunakan dana tersebut.
"Kalau pun itu penerimaan negara tidak sah, uang itu masuk universitas, artinya negara diuntungkan. Berarti bukan tindak pidana korupsi. Dalam surat dakwaan tidak ada satu rupiah pun dari rekening universitas ke rektor ini," ungkap Hotman Paris.
Ia mengatakan, arti dari tindak pidana korupsi adalah uang negara diambil atau diselewengkan untuk memperkaya diri sendiri tetapi pada kasus Rektor Prof Antara tidak ada kerugian negara. Bahkan tidak ada juga uang SPI masuk ke rekening pribadi.
"Kalau uang negara digerogotin itu baru korupsi. Di mana korupsinya? Kalau itu uang mahasiswa korupsi atau tidak? Kalau mahasiswa yang gugat itu beda hal," ucap Hotman Paris.
Baca juga: Terdakwa Akui Terima Draf dari Wayan Antara, Lanjutan Sidang Kasus Dugaan Korupsi SPI Unud
Sementara Ketua Hotman 911 Bali, Erwin Siregar mengatakan, audit terhadap pembukuan keuangan itu dilakukan oleh BPK atau BPKP.
Tapi dakwaan yang dibuat dan yang melakukan audit adalah auditor intern.
"Satu hal yang kami tidak setuju adalah adanya kerugian negara. Padahal tidak ada kerugian negara sama sekali di sini. Itu mungkin pendapat saya. Kita lihat nanti dalam pokok perkara," ucap Erwin Siregar.
"Terpanggil Hati Kami"
KETUA Hotman 911 Bali, Erwin Siregar merasa prihatin dengan kasus yang menyeret Prof Antara. Pihaknya menjadi tim penasehat hukum karena melihat kasus ini sebagai sebuah ketidakadilan hukum.
"Terpanggil dengan permasalahan ini, kami tim penasehat hukum dari Rektor Prof Antara membela dengan gratis. Serupiah pun kita tidak tarik karena terpanggil hati kami melihat ketidakadilan ini," ucap Erwin Siregar.
Sementara Hotman Paris mengungkapkan bahwa dirinya salah satu pengacara termahal di Indonesia. Tapi datang ke Bali menjadi kuasa hukum Prof Antara tidak dibayar sepeser pun.
"Saya termasuk pengacara termahal di Indonesia, saya jujur datang ke Bali hanya minta tiket dibayar. Tidak minta dibayar di vila-vila mahal yang saya tinggali. Tapi saya didorong oleh rasa ketidakadilan yang ada di kasus ini," ungkap Hotman Paris.
Ia mengungkapkan bahwa istri Prof Antara saat itu datang Hotman 911 Bali menangis karena mengharapkan tim Hotman 911 dapat membuka keadilan yang seadil-adilnya pada kasus ini. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.