Berita Bali
Mantan Kajari Buleleng Diperiksa Sebagai Terdakwa, Tersangkut Kasus lalu Ditawari Pengadaan Buku
Usai mendengarkan keterangan saksi meringankan, Roy Efendi di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu (27/12), sidang kasus dugaan korupsi pengadaan buku
Penulis: Putu Candra | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Usai mendengarkan keterangan saksi meringankan, Roy Efendi di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu (27/12), sidang kasus dugaan korupsi pengadaan buku pada Disdik Buleleng dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa, mantan Kajari Buleleng, Fahrur Rozi.
Terdakwa yang menjabat sebagai Kajari Buleleng tahun 2016 sampai 2018 ini juga diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa Haji Suwanto selaku Direktur CV Aneka Ilmu.
Baca juga: Empat Pelaku Video Asusila di Buleleng Ditetapkan Tersangka, Sempat Ajak Korban Minum Miras
Di persidangan, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencecar terdakwa Fahtur Rozi dengan sejumlah pertanyaan terkait pengadaan buku di sejumlah sekolah di Sulawesi Tenggara dan di Buleleng.
Sebelum menjabat sebagai Kajari Buleleng, Fahrur Rozi mengaku telah mengenal Suwanto. Dari perkenalan ini lah, keduanya berkomunikasi hingga akhirnya bersama menjalankan bisnis.
Baca juga: Siswi 15 Tahun Diduga Dirudapaksa 4 Pria di Buleleng, Kasus Kekerasan Seksual Anak Memprihatinkan
"Saya kenal Pak Wanto (H Suwanto) awal tahun 2006 di Kejagung. Beberapa hari kemudian kami berkomunikasi, selanjutnya bertemu dan terdakwa bilang usahanya sedang kesulitan modal. Saya diajak ke pabriknya di sekitar perbatasan Semarang. Saya tertarik waktu itu," tutur Fahrur Rozi di hadapan majelis hakim pimpinan Nyoman Wiguna.
Dikatakan Fahrur Rozi, saat itu Suwanto membutuhkan suntikan dana sekitar Rp3 miliar. Namun Fahrur hanya bisa meminjamkan modal Rp 1,5 miliar.
"Waktu itu saya hanya pinjamkan Rp1,5 miliar dengan jaminan rumah Pak Wanto di Jakarta," ungkapnya.
Baca juga: SOSOK Lukas Enembe Eks Gubernur Papua, Jadi Terpidana Korupsi hingga Meninggal karena Gagal Ginjal
Dari pinjaman modal itu, diikat dengan perjanjian akta notaris. Keduanya bekerja sama dengan bagi hasil keuntungan dari bisnis pengadaan buku.
Saat menjalankan tugas sebagai jaksa, baik di luar Bali maupun di Buleleng, Fahrur diduga melakukan pendekatan terhadap kepala dinas pendidikan.
Pendekatan dilakukan terkait permintaan pelaksanaan pengadaan buku di sekolah. Di mana untuk pelaksanaan pengadaan buku akan dikerjakan oleh CV Aneka Ilmu.
Baca juga: Prof Raka Sudewi Disebut Bertanggungjawab, Kesaksian Prof Antara pada Sidang Kasus Korupsi SPI Unud
Singkat cerita, Fahrur pun bertugas di Buleleng menjabat sebagai Kajari Buleleng.
"Waktu itu, Pak Wanto bilang mau ke Bali. Lalu saya bilang mampir ke kantor. Saya juga kenalkan Pak Wanto ke pak bupati. Saya bilang ke Pak Bupati kalau Pak Wanto punya usaha penerbitan buku, sekolah dan yayasan. Pak Bupati bilang silakan berurusan ke Pak Kadis Pendidikan," jelasnya menjawab pertanyaan tim JPU.
Selain itu, Fahrur Rozi mengenalkan Suwanto kepada Kadisdik Buleleng, Sekda Buleleng dan kepala bidang SMP dan SMA.
"Kedua kalinya Pak Wanto datang kebetulan di kantor saya ada Pak Sekda Buleleng. Lalu saya kenalkan. Seingat saya, Pak Wanto dan saya menawarkan buku untuk perpustakaan kecamatan dan ke dinas. Pak Sekda bilang, kalau menyangkut itu harus dibahas di DPRD dulu. Itu saja pembicaraannya, selesai," terangnya.
Menariknya, saat mencuat persoalan dana BOS di sejumlah sekolah di beberapa kota besar di Indonesia, Fahrur diduga memanfatkan momen tersebut dengan memanggil kepala sekolah di Buleleng yang diduga bermasalah.
"Saya meminta Kasi Intel Buleleng memanggil kepala sekolah untuk diminta keterangan, setelah kami gelar ekspos, tidak ada temuan. Selanjutnya saya bilang ke kepala sekolah agar hati-hati menggunakan dana BOS," ucapnya.
Pembicaraan pun mengarah ke pengadaan buku di sekolah. "Saya bilang saya punya teman untuk pengadaan buku. Gayung pun bersambut. Mereka mau," sambung Fahtur.
Tidak hanya sekolah, Fahrur disinyalir memanfaatkan kepala desa yang diduga tersangkut kasus dugaan korupsi dana desa.
"Tahun 2017, ada kepala desa yang ditersangkakan, sehingga ia (kepala desa) itu takut. Itu gimana ceritanya?" tanya JPU.
"Saya masuk akhir 2016, saat itu masa transisi pergantian Kajari. Dari Kajari sebelum saya, si kepala desa ini sudah jadi tersangka. Itu ditangani Pidsus kasus renovasi gedung desa," jawab Fahrur Rozi.
Kasusnya pun masuk ke penyidikan, dan si kepala desa, kata Fahrur Rozi, sempat datang ke rumah dinasnya.
"Saya sempat ketemu di rumah dinas, dia membawa durian. Saya bilang untuk segera mengembalikan uang yang digunakan. Kalau perkaranya disetop, tidak bisa," ungkapnya.
JPU pun kembali menegaskan dengan menanyakan, jika pernah mengumpulkan kepala desa di Buleleng.
"Saksi pernah kumpulkan kepala desa untuk membeli buku? Itu pengadaan buku itu menggunakan dana desa?," tanya JPU.
"Iya," jawab singkat Fahrur Rozi. (can)
Punya 5 Kost, 2 Showroom dan 1 Usaha Konfeksi
MANTAN Kajari Buleleng, Fahrur Rozi mempunyai sejumlah aset usaha di Jakarta dan Tangerang. Sejumlah aset itu terdiri dari 5 tempat kost dan kontrakan, 2 showroom mobil serta 1 usaha konfeksi yang semuanya berada di seputaran Jakarta.
Hal tersebut diungkap oleh Roy Efendi yang merupakan keponakan terdakwa Fahrur Rozi saat diperiksa keterangannya di persidangan di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu (27/12).
Roy dihadirkan sebagai saksi meringankan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan buku pada Dinas Pendidikan (Disdik) Buleleng yang menjerat pamannya tersebut.
Roy sendiri diminta oleh terdakwa Fahrur Rozi untuk mengelola semua kost dan kontrakan yang ada di Jakarta.
"Setelah menikah saya ikut bapak (terdakwa). Saya diminta mengelola kost-kostan dan kontrakan," terangnya di hadapan majelis hakim pimpinan Nyoman Wiguna.
Ada lima kost dan kontrakan di kawasan Ciledug, Tangerang yang dikelola oleh Roy. Namun karena kasus ini, kost dan kontrakan milik terdakwa disita oleh penyidik Kejagung.
"Uang kost saya kumpulkan, saya laporkan lalu transfer ke rekening terdakwa. Kalau dalam waktu setahun saya setornya sekitar ratusan juta hingga Rp1 miliar," ungkapnya.
Roy mengatakan, dalam 3 tahun pernah mengumpulkan hasil kost dan kontrakan nilainya mencapai Rp 3 miliar. "Dalam 3 tahun uang kontrakan saya kumpulkan Rp3 miliar.
Uang itu saya kumpulkan lalu saya laporkan. Beliau bilang saya diminta mencari tanah lalu dibuatkan kontrakan," tuturnya.
Dari 5 kos dan kontrakan, kata Roy, berisi lebih dari 70 kamar. Harganya sewa perbulannya pun bervariasi, mulai dari harga tertinggi Rp 2 juta sampai terendah Rp 650 ribu.
"Untuk penyetoran dan transfer dilakukan oleh istri saya. Semua keuangan diurus oleh istri saya. Saya hanya mengelola," sambungnya.
Selain kost dan kontrakan, terdakwa Fahrur Rozi mempunyai 2 showroom mobil di Jakarta, dan 1 usaha konfeksi. Namun untuk usaha konfeksi, kata Roy, sudah tidak berjalan.
"Punya usaha konfeksi juga, yang mengelola adik ipar. Sekarang usahanya sudah tidak berjalan sejak 6 tahun lalu," jelasnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.