Berita Denpasar
Penari, Sekaa dan Penyebar Video Joged Tak Senonoh Bisa Dibawa ke Jalur Hukum
Setelah pernah dibahas tahun 2021 lalu, kini joged jaruh atau porno kembali ramai diperbincangkan. Hal itu bermula dari sebuah potongan video joged
Penulis: Putu Supartika | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Sebelumnya Pemprov Bali juga sudah mengeluarkan surat edaran sebanyak dua kali pada zaman Gubernur Mangku Pastika dan juga pada zaman Gubernur Koster.
Kemudian Kepala Dinas PMA Bali juga sudah memanggil seluruh Bendesa Adat sudah dikumpulkan untuk memantau joged-joged Jaruh (tidak senonoh) di daerah masing-masing dan semuanya sudah siap.
“Beberapa LSM juga sempat melakukan sosialisasi. Tapi ya gitu mati satu tumbuh seribu. Jadi segala upaya persuasif dan upaya upaya normatif sudah semua kita lakukan. Mengapa upaya itu didahulukan, karena penari joged masih memakai gelar seniman kan itu masalahnya,” imbuhnya.
Prof Arya mengatakan, dengan melakukan joged bumbung jaruh seperti itu mereka sudah sangat menabrak pakem-pakem joged bumbung yang sebenarnya.
Seperti goyang ngebor yang ditunjukkan kepada penonton itu sebetulnya tidak ada joged yang seperti itu di joged bumbung. Tindakan porno pada joged bumbung sudah melenceng dari pakemnya.
“Ia (para penari) melakukan joged bumbung jaruh beralasan karena keadaan ekonomi ada yang karena memang taksunya. Sebetulnya sudah kita akomodir cuma tetap saja kok semakin hari semakin menjadi tinggal satu cara yang belum kita jalankan yaitu bisa saja joget bumbung jaruh ini dimasukkan ke dalam kejahatan hukum pelanggaran hukum, kan ada UU Pornografi,” tandasnya.
Namun, kata Prof Arya hanya saja dulu Bali menolak bahwa joged jaruh itu masuk pada undang-undang pornografi.
Kalau memang bisa dipakai ke jalur hukum maka harus dipelajari, polisi juga harus mempelajari.
Pada psikologi seniman juga harus diperhitungkan karena pro kontranya sangat tinggi sekali.
“Akal sehat kita sendiri sudah habis untuk memberantas itu. Semuanya prihatin,” katanya.
Langkah memasukkan joged jaruh ke UU ITE dan penegakan hukum memang belum dilakukan.
Perlu dilakukan kajian terlebih dahulu ini dan diakui Prof Arya ini sangat tidak mudah karena itu memerlukan pemikiran dari berbagai segi.
Berbagai hal yang turut dihitung yakni seperti apa potensi pro dan kontranya seperti apa.
Bahkan yang menyukai joged jaruh jumlahnya cukup banyak ada yang membela karena joged jaruh dianggap akting tidak porno dan dianggap penghasilan daripada joget tersebut.
Prof Arya memberikan contoh seperti ada salah satu joged bumbung dari Tabanan yang diantarkan langsung oleh orangtuanya untuk melakukan joged dan dibayar Rp 2 juta per malam, bahkan orangtuanya sendiri memberikan izin bagaimana kita untuk mencegahnya di situ pro dan kontranya.
“Diskusi itu dulu dilakukan. Kita sedang diskusi masih mencari jalan dengan pakar-pakar hukum seperti apa bisa atau etis tidak terkait seniman juga dan membela ini kan kebanyakan seniman bahkan ada yang memohon kepada saya janganlah Pak Kadis keras-keras dengan seka joged kasihan mereka karena mencari penghidupan,” katanya. (*)
Berita lainnya di Joged
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.