OTT di Bali

Sorotan Rekonstruksi OTT Bendesa Adat Berawa Bali: Didampingi GPS, Ketut Riana Peragakan 9 Adegan

Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menggelar rekonstruksi atau reka ulang adegan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap

|
Penulis: Putu Candra | Editor: Ady Sucipto
istimewa
Operasi tangkap tangan Bendesa Adat Berawa, Badung, di sebuah kafe di Denpasar baru-baru ini. Driver Gojek Disorot Saat Penangkapan Bendesa Adat Berawa, Begini Peran Penyidik Kejati Bali Itu. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menggelar rekonstruksi atau reka ulang adegan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Bendesa Adat Berawa, I Ketut Riana, Jumat (3/5).

Reka ulang digelar di lokasi diamankannya tersangka Ketut Riana yakni di Cafe Casa Bunga, Renon, Denpasar.

Saat rekonstruksi, menghadirkan tersangka Riana didampingi penasihat hukumnya, Gede Pasek Suardika.

Baca juga: KASUS Pemerasan di Berawa! Ketut Riana Peragakan 9 Adegan, Kejati Bali Gelar Rekonstruksi Saat OTT

Pula dihadirkan saksi pengusaha inisial AN dan rekan AN yang juga menjadi saksi inisial J dan A.

Rekonstruksi digelar pukul 11.00 Wita dan berlangsung sekitar 30 menit itu memperagakan 9 adegan.

"Hari ini digelar rekonstruksi adegan kejadian penyerahan uang yang diminta tersangka KR (Ketut Riana) kepada saksi AN di TKP, Casa Bunga Renon. Ada 9 adegan, mulai dari datangnya saksi AN, datangnya tersangka serta adegan beralihnya uang dari saksi ke tersangka," jelas Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana Putra, seusai reka ulang.

Eka Sabana mengatakan, adegan penyerahan uang dari saksi AN ke tersangka Riana terjadi pada adegan ketiga atau keempat.

Dan dari penyerahan dan penerimaan uang itu disaksikan oleh beberapa saksi.

Saksi AN menyerahkan tas berwarna kuning di dalamnya ada amplop coklat yang berisi uang Rp 100 juta dan diterima oleh Riana.

"Saksi melihat tersangka datang mengenakan pakaian adat madya. Saksi lain melihat pada saat uang sudah ada di tersangka. Itu kami reka kembali supaya menjadi rangkaian," katanya.

Reka ulang dilakukan, kata Eka Sabana, untuk merangkai atau memberikan gambaran dan keyakinan kepada penyidik adanya peristiwa tindak pidana.

"Reka ulang ini untuk merangkai keterangan saksi-saksi sehingga penyidik mendapatkan keyakinan terjadinya suatu peristiwa pidana. Karena saksi saksi tidak melihat secara awal, secara utuh," katanya.

Dari rekonstruksi saat dilakukan penangkapan tersangka Riana tidak melakukan perlawanan.

"Tidak ada upaya perlawanan dari tersangka. Saat diamankan tersangka kooperatif," ucap Eka Sabana.

Dengan telah berstatus sebagai tersangka, Riana disangkakan Pasal 12 Huruf e UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Penyidik Pidsus Kejati Bali terus berupaya mendalami kasus dugaan pemerasan dan pungutan liar yang dilakukan oleh tersangka Bendesa Adat Berawa, I Ketut Riana terhadap pengusaha inisial AN (saksi korban).

Riana telah ditetapkan sebagai tersangka setelah sehari sebelumnya terjaring OTT di Cafe Casa Bunga, Renon, Denpasar.

Riana diduga memeras AN Rp 10 miliar terkait transaksi jual beli tanah di Desa Berawa.

Dari jumlah tersebut, Riana telah menerima Rp 150 juta dari AN.

Selain mendalami adanya korban lain, penyidik menguak luas lahan yang menjadi objek jual beli.

Baca juga: Viral Bali: Kejaksaan OTT Bendesa Adat Berawa & Pensiunan Polisi Peras Pengusaha Divonis 9 Bulan Bui

Terungkap luas lahan yang hendak dibeli AN yang terletak di Desa Berawa, Kuta Utara, Badung sekitar 700 meter persegi.

"Nilai investasi, baik itu berupa pembelian atau sewa atas lahan tersebut seharusnya tidak terlalu fantastis," jelas Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana Putra.

Namun, Eka Sabana belum bisa memastikan besaran harga yang harus dibayarkan AN selaku pengusaha terhadap tanah tersebut.

Disinggung mengenai permintaan uang Rp 10 miliar oleh Riana kepada AN.

Menurut Eka Sabana, bahwa Riana meminta uang sebanyak itu tidak masuk akal.

"Jadi permintaan dalam jumlah tersebut tidak masuk akal, tapi karena dalam mengurus izin harus ada tanda tangan bendesa adat ini maka pengusaha bersedia serahkan sejumlah uang," katanya.

Seusai mengamankan tersangka Riana beserta uang sitaan Rp 100 juta, lalu dilanjutkan dengan rekonstruksi penyidik pun akan memanggil dan memeriksa sejumlah saksi.

I Gede Pasek Suardika (GPS) menjadi penasihat hukum dari Bendesa Adat Berawa, Badung, I Ketut Riana.

Pasek Suardika pun ikut mendampingi Riana saat menjalani reka ulang atau rekonstruksi terkait OTT yang dilakukan penyidik Pidsus Kejati Bali di Cafe Casa Bunga, Jumat (3/5).

"Iya saya salah satu (penasihat hukum), karena nanti ada dua kantor hukum yang mendampingi tersangka (I Ketut Riana) dalam perkara ini. Kebetulan barusan sekali anaknya yang datang ke kantor, kan dekat sini. Saya mau ke Jakarta, jadi ya menyampaikan ke penyidik juga, bahwa kami ikut menangani," jelasnya ditemui seusai rekonstruksi.

Terkait langkah hukum selanjutnya, pengacara sekaligus politisi ini mengatakan, belum begitu banyak dan detail berkomunikasi dengan tersangka Riana.

"Ini ada fenomena hukum baru bagi Bali. Apakah jabatan bendesa adat ini adalah jabatan yang masuk pidana khusus atau pidana umum. Jadi kami mesti melihat dahulu bagaimana langkah-langkahnya. Kami belum tahu detailnya. Nanti kami lihat pemeriksaannya," kata GPS.

"Tapi saya yakin prosesnya akan profesional, akan terukur. Dan nanti tersaji di pengadilan dengan lebih baik. Saat ini yang dilakukan adalah pendampingan dulu, karena ini OTT kan berbeda dengan kasus yang lain," sambungnya.

GPS menyoalkan jabatan bendesa adat apakah kedepannya diklasifikasikan sebagai pejabat yang terkait dengan pemerintahan.

"Ini akan menjadi hal yang perlu dievaluasi di internal Bali khususnya. Karena selama ini desa adat kan sebagai daerah otonom. Hukumnya, hukum masyarakat hukum adat kan otonom, kalau ambil di Undang-undang 45. Kalau dia pidana umum maka tentu bukan kejaksaan yang tangani untuk penyidikan, penuntutan baru kejaksaan. Tapi kalau dia masuk pidana khusus ya memang ranahnya kejaksaan masuk," ujarnya.

Baca juga: Dampingi Sebagai Penasihat Hukum Bendesa Adat Berawa, Ini Kata Pasek Suardika

Sementara itu, hasil pantauan Tribun Bali di rumah Bendesa Berawa yang berada di Jalan raya Pantai Berawa, tepatnya di depan Finns itu terlihat sepi dan tertutup rapat, Jumat (3/5).

Aktivitas di dalam rumah juga tidak bisa terlihat mengingat tembok besar berbahan batu hitam lumayan tinggi. Selain itu juga terdapat candi bentar dengan dua pintu masuk.

Untuk bangunan rumahnya berlantai tiga, namun juga tidak ada aktivitas yang terlihat.

Kendati demikian sejumlah orang yang kerap beraktivitas di lingkungan itu menyebutkan rumah yang megah dan besar itu memang sering tertutup.

Ulah oknum bendesa itu pun sangat mencoreng lembaga ada yang ada di Bali sebab tindakan ini tidak hanya merugikan individu yang bersangkutan.

"Tindakan tersebut tidak mencerminkan nilai-nilai dan integritas yang seharusnya dijunjung tinggi oleh seorang pemimpin adat. Bendesa Adat adalah sosok yang seharusnya menjadi teladan dalam menjaga keadilan dan keutuhan masyarakat adat," ujar Anak Agung Putu Sutarja, Bendesa Adat Kerobokan, Jumat (3/5).

Menurutnya, tindakan tersebut sangat merusak kepercayaan publik terhadap lembaga adat.

Pihaknya, berharap agar kasus ini segera ditangani secara tuntas oleh pihak berwenang untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga adat yang merupakan penjaga kearifan lokal dan keberlangsungan seni, budaya, tradisi.

"Tindakan pemerasan yang dilakukan oleh oknum Bendesa Adat Berawa sangatlah merugikan, bukan hanya bagi korban langsungnya, tetapi juga bagi kepercayaan publik terhadap lembaga adat," jelasnya.

Mantan Ketua MDA Badung ini menilai lembaga adat memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kearifan lokal, serta mempromosikan keberlangsungan seni, budaya, dan tradisi.

Namun, tindakan seperti ini dapat merusak pondasi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga adat. Karena itu, saya berharap agar kasus ini segera ditangani secara tuntas oleh pihak berwenang.

"Saya berharap agar kasus ini segera ditangani secara tuntas oleh pihak berwenang untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga adat yang merupakan penjaga kearifan lokal dan keberlangsungan seni, budaya, tradisi," imbuhnya. (can/gus)

>>> Baca berita terkait <<<

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved