OTT di Bali

Kasus Bendesa Adat Berawa Dikebut, Usai Tahap II, JPU Limpahkan Berkas Perkara ke PN Denpasar

Penanganan perkara dugaan pemerasan dan pungutan liar (pungli) Bendesa Adat Berawa, I Ketut Riana, tampak dikebut oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali.

Penulis: Putu Candra | Editor: Ady Sucipto
Istimewa
Bendesa Adat Berawa, I Ketut Riana saat tiba di Lapas Kelas IIA Kerobokan, Badung. Ia menjalani penahanan terkait kasus dugaan pemerasan - Pasca OTT Kasus Dugaan Pemerasan, Bendesa Adat Berawa Huni Lapas Kerobokan Bali 

Ketut Riana terjaring OTT kasus dugaan pemerasan dan pungutan liar.

Riana diduga memeras pengusaha AN (saksi korban) sebesar Rp 10 miliar terkait transaksi jual beli tanah di Desa Berawa.

Dari permintaan itu, Ketut Riana telah menerima Rp 150 juta.

Dalam penanganan perkara ini, penyidik Kejati Bali telah memeriksa 24 saksi.

Para saksi yang diperiksa dari pihak desa adat, pejabat pada dinas di Kabupaten Badung, pejabat di dinas Provinsi Bali dan pihak investor.

Baca juga: KASUS OTT, Bendesa Adat Berawa Melawan, Praperadilkan Kejati Bali, Pasca Ditetapkan Tersangka!

Beda OTT Imigrasi

Terpisah, I Gede Pasek Suardika selaku anggota penasihat hukum Ketut Riana menilai, penanganan perkara kliennya oleh Kejati Bali secepat kilat.

Berbeda penanganan dari kasus OTT Kepala Seksi Pemeriksaan I Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai, Hariyo Seto atau HS.

Kejati Bali menetapkan Hariyo Seto sebagai tersangka dugaan penyalahgunaan fasilitas atau pungli fast track di Terminal Internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai, Tuban, Badung.

Hampir 7 bulan, penanganan kasusnya belum tuntas.

Bahkan Kejati Bali mengabulkan penangguhan penahanan terhadap tersangka.

"Secepat kilat setelah kami daftarkan praperadilan, langsung P21. Padahal saksi meringankan baru kemarin ditanyakan dan belum kami ajukan," terang Pasek Suardika saat dihubungi, Jumat, 17 Mei 2024.

"Memang beda nasib OTT Bendesa Adat dengan OTT pejabat imigrasi. Sama-sama barang bukti Rp 100 juta tetapi penanganannya beda. Yang satu sudah hampir 7 bulan menuju menguap sementara kasus bendesa adat belum ada tiga minggu sudah dilimpahkan ke pengadilan," ucapnya heran.

Namun apapun itu, kata Pasek Suardika, nanti publik yang akan menilai pola penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejati Bali terhadap penanganan kasus OTT ini.

"OTT yang satunya jangan-jangan menjadi OTB (Operasi Tanpa Berproses). Tapi apapun kita hormati saja, walau ini menghambat upaya preradilan yang sedang kami ajukan," katanya.

Pasek berharap, majelis hakim yang nantinya memeriksa dan mengadili perkara kliennya bisa memberikan rasa keadilan.

"Kami berharap majelis hakim nanti bisa cermat dan detail mencermati kasus ini sehingga keadilan dan kebenaran bisa terungkap sesuai prosedur yang benar," ujar pengacara yang juga politikus ini. (tribun bali/can)

>>> Baca berita terkait lainnya<<<

 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved