Kebakaran di Denpasar

Hukum Pidana Bagi Pengoplos LPG, Kriminolog Desak Polda Bali Usut Tuntas Kebakaran Gudang LPG

dampak dari pelaku pengoplosan gas LPG ini juga menyebabkan keresahan di masyarakat karena mengakibatkan kelangkaan di pasaran.

Tribun Bali/Adrian Amurwonegoro
Foto tangkapan layar media sosial kebakaran gudang gas di Jalan Cargo Permai, Denpasar, pada Minggu 9 Juni 2024 pagi - Hukum Pidana Bagi Pengoplos LPG, Kriminolog Desak Polda Bali Usut Tuntas Kebakaran Gudang LPG 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kriminolog asal Bali, Prof Rai Setiabudhi turut angkat bicara mengenai kasus kebakaran gudang penyimpanan gas LPG (liquified petroleum gas) yang diduga menyimpan kejanggalan menjadi tempat praktik pengoplosan gas elpiji subsidi ke nonsubsidi.

Prof Rai mengaku mengikuti isu-isu kelangkaan LPG, ia menyoroti dugaan pengoplosan itu harus benar-benar diusut dan transparan apalagi menyebabkan belasan korban luka bakar dan 3 di antaranya harus kehilangan nyawa.

Tak berhenti disitu, dampak dari pelaku pengoplosan gas LPG ini juga menyebabkan keresahan di masyarakat karena mengakibatkan kelangkaan di pasaran.

Memang dari hitung-hitungan, para pelaku pengoplosan ini bakal mendapat keuntungan lebih dari bisnis gelap yang "menggiurkan" tersebut, sebagai kriminolog, Prof Rai menegaskan pengoplosan itu merupakan perbuatan kejahatan atau kriminal.

Baca juga: MARAK Pencurian LPG 3 Kg Sebabkan Pemilik Warung Di LC Aya Bebalang Bangli Resah, Simak Beritanya!

Rata-rata gas elpiji subsidi ukuran 3 kilogram di pasaran dibanderol sekitar Rp 20 ribu.

Kemudian 3 gas berukuran 3 kg dioplos ke gas 12 kg.

Dengan modal Rp 60 ribu, kemudian dijual di kisaran harga Rp 200 ribu untuk gas 12 kg.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah mengeluarkan sinyal menemukan adanya temuan dugaan tindak pengoplosan elpiji di hotel dan kafe, melalui hasil sidak.

Temuan dugaan pengoplosan itu didapati melalui inspeksi mendadak (sidak) pengawasan elpiji 3 kilogram bersubsidi di Jakarta, Bogor, Depok dan Bali.

Tim sidak menemukan harga elpiji 12 kg dan 50 kg yang dijual jauh di bawah harga jual Pertamina, yang kemudian diindikasikan adanya dugaan tindak pengoplosan elpiji non subsidi dengan elpiji bersubsidi.

"Ya, saya mengikuti soal kelangkaan dan apalagi ada dugaan yang ngoplos sehingga isi tabung menjadi berkurang. Semua perbuatan itu adalah perbuatan jahat atau kejahatan, di mana pada prinsipnya perbuatan yang membahayakan dan atau merugikan adalah termasuk perbuatan jahat kriminal," kata Prof Rai saat dihubungi Tribun Bali, Rabu 12 Juni 2024.

Prof Rai mendesak Polda Bali untuk membuktikan dugaan pengoplosan dalam peristiwa kebakaran itu di samping menyelidiki penyebab terjadinya kebakaran, serta menindak pemilik usaha yang kabarnya sudah diperiksa polisi.

"Terhadap kasus kelangkaan gas dan mengoplos gas, bila itu terbukti, menimbun atau mengoplos gas, hal ini adalah perbuatan melawan hukum yang mesti segera ditindak dan disidangkan, dan diberikan sanksi pidana," tutur dia.

Kata profesor Universitas Udayana ini, sanksi pidana yang bisa dikenakan kepada pelaku usaha pengoplosan adalah ancaman penjara 5 tahun hingga denda Rp 40 miliar.

"Banyak sekali peraturan perundang-undangan yang dilanggar oleh perbuatan tersebut, di antaranya melanggar KUHP termasuk mencuri, menipu, menadah, dan lain-lain, melanggar UU Perlindungan Konsumen UU No. 8 tahun 1999 karena sangat merugikan konsumen yang sangat luas," paparnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved