Berita Bali
PJ Gubernur Curhat APBD Pemprov Bali Kecil
berbagai solusi sudah diterapkan mulai dari Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dan TPS3R.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Aloisius H Manggol
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR — Pemprov Bali akui penanganan sampah di Bali belum optimal.
Padahal berbagai solusi sudah diterapkan mulai dari Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dan TPS3R.
Namun nyatanya, permasalahan sampah masih belum bisa teratasi. Hal tersebut dikatakan oleh PJ Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya saat ditemui di Diklatda BPD HIPMI Bali, berlokasi di Kampus Universitas Primakara Sabtu 7 September 2024.
"Selain kemacetan, juga sampah. Kita sudah menangani dengan berbagai pola, seperti multi solution penanganan sampah berbasis sumber, TPS3R, TPST, tapi belum bisa selesai.
Baca juga: DJKI Mengedukasi, Pendiri PAHDI Specialty Coffee Tekankan Pentingnya Standar Kualitas Produk
Sebagian orang melihat sampah memiliki nilai ekonomis tinggi kalau diperlakukan dengan baik, tapi kalau tidak seperti sekarang ini masalahnya bikin pusing kepala," jelas, Mahendra Jaya.
Ia menekankan bahwa masalah sampah sebenarnya menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota, sesuai dengan Undang-Undang Pemerintahan Daerah.
Namun, sering kali pihak provinsi yang ditekan untuk menangani masalah ini di tingkat nasional.
Baca juga: Polisi Grebek Spa Plus-Plus di Seminyak Bali, Manajer dan Terapis Diamankan
"Sebenarnya urusan sampah itu tugas dan tanggung jawab Bupati/Walikota, bukan Pemprov.
Tetapi pusat tahunya setiap kali rapat membahas, pasti yang disalahkan provinsi, yang ditekan terus. Bagaimana saya mengintervensi sampah di kawasan kabupaten, itu menjadi tantangan besar," imbuhnya.
Mahendra Jaya menyampaikan optimismenya setelah menemukan teknologi pengolahan sampah yang lebih efisien, yakni konsep waste to energy yang dapat mengubah sampah menjadi sumber listrik, mirip dengan yang diterapkan di Singapura.
"Kita menemukan teknologi bagus, jadi wise energy. Kalau di Bali sampai 5 ribu ton sampah per hari, itu bisa diolah tanpa tipping fee (biaya pembuangan). Mudah-mudahan persoalan sampah bisa terselesaikan," ujarnya.
Namun, ia juga mengakui adanya kendala, terutama dalam pemanfaatan teknologi RDF (Refuse-Derived Fuel) yang sebelumnya dicoba diterapkan. Kendala utama adalah lokasi off-taker pabrik semen yang berada di Jawa, sehingga biaya angkut menjadi sangat mahal.
"Ketika RDF dibawa kurang maksimal karena off-takernya di Jawa, pabrik semen di Jawa, ongkos angkutnya mahal. Kita nggak ada off-taker di sini, jadi mau nggak mau pilihannya adalah waste to energy, pembangkit sampah jadi pembangkit listrik. Kita nggak kalah dengan Singapura, mereka bisa, Bali juga harus bisa. Kita nggak kalah kok," tegasnya.
Selain membahas sampah, Mahendra Jaya juga menyinggung keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bali yang dianggapnya sangat minim, terutama jika dibandingkan dengan Kabupaten Badung yang memiliki fiskal lebih kuat.
Apakah Permen Banten Tak Dapat Dikonsumsi Layak Dipersembahkan? Ini Jawaban PHDI Bali |
![]() |
---|
Cegah Kerusakan Jalan Tol Bali Mandara, Kendaraan Bermuatan Melebihi Tonase Bakal Ditilang |
![]() |
---|
POTENSI Batal, Klausul SE Pelarangan AMDK di Bawah 1 Liter Tak Merujuk Payung Hukum Tertinggi |
![]() |
---|
WNA Afrika Selatan dan Brasil Terancam Hukuman Mati, Tertangkap Selundupkan 1 Kg Sabu & 3 Kg Kokain |
![]() |
---|
BNNP Bali Gagalkan Transaksi Narkoba Senilai Rp 17,8 Miliar dan Selamatkan 23 Ribu Orang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.