Lift di Pantai Kelingking

Investor Proyek Lift Kaca Kelingking Bali Terancam Sanksi Pidana, Koster Tegas Stop dan Bongkar

Lift kaca di Pantai Kelingking Bali, belum mengantongi izin dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali. 

ISTIMEWA
Setelah melakukan kajian dan menemukan pelanggaran sangat berat, Gubernur Koster memerintahkan penyetopan dan pembongkaran lift kaca yang saat ini tengah dalam proses pengerjaan. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Gubernur Bali Wayan Koster mengambil sikap tegas terhadap proyek pembangunan lift kaca di kawasan Pantai Kelingking, di Banjar Karang Dawa, Desa Bunga Mekar, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung yang menuai sorotan. 

Setelah melakukan kajian dan menemukan pelanggaran sangat berat, Koster memerintahkan penyetopan dan pembongkaran lift kaca tersebut. 

Selain penyetopan dan pembongkaran proyek, pihak penyelenggara juga terancam sanksi pidana karena melanggar Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali, dengan merubah keorisinilan Daerah Tujuan Wisata (DTW). 

Sikap tegas itu disampaikan Gubernur Koster dalam jumpa pers di Gedung Jayasabha, Minggu 23 November 2025. 

Baca juga: Bupati Satria Minta Perketat Pengawasan, Pasca Rekomendasi Bongkar Lift Kaca Pantai Kelingking

Dalam jumpa pers dengan awak media, Gubernur hadir bersama Ketua Pansus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) DPRD Bali I Made Suparta dan Bupati Klungkung I Made Satria, serta didampingi Kasatpol PP Bali Dewa Nyoman Rai Dharmadi dan Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Bali Ida Bagus Gede Sudarsana.

Koster mengungkap setidaknya 10 pelanggaran yang dilakukan PT. Indonesia Kaishi Tourism Property Investment Development Group (IKTPIDG) selaku penyelenggara proyek. 

“Ada lima jenis pelanggaran berat  dan kalau dirinci bentuk pelanggarannya total ada 10,” kata Koster. 

Pertama, proyek ini melanggar tata ruang yang diatur dalam Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Perda Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang RTRWP Bali 2009-2029. Terkait tata ruang, ada lima bentuk pelanggaran. 

Kedua, pembangunan Lift Kaca dengan luas 846 m2 dan tinggi ±180 m beserta bangunan pendukung kepariwisataan berada pada kawasan sempadan jurang, tidak memiliki Rekomendasi Gubernur Bali sebagaimana syarat yang ditentukan. 

Ketiga, pondasi (bore pile) bangunan jembatan dan lift kaca berada di wilayah pantai dan pesisir, tidak mendapat Rekomendasi Gubernur Bali dan tidak mendapat Izin Pemanfaatan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. 

Ketiga, tidak memiliki Rekomendasi Gubernur Bali terhadap kajian kestabilan jurang. 

Keempat, tidak ada validasi terhadap KKPR bagi PMA yang terbit otomatis melalui OSS, sebelum berlakunya PP Nomor 28 Tahun 2025. 

Kelima, sebagian besar bangunan Lift Kaca berada di wilayah perairan pesisir yang tidak memiliki perizinan dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. 

“Untuk pelanggaran ini dikenakan sanksi administratif pembongkaran bangunan dan pemulihan fungsi ruang,” kata Koster.

Jenis yang kedua yaitu pelanggaran lingkungan hidup yang diatur dalam PP Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. 

Sumber: Tribun Bali
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved