Narkoba di Bali

BALI Jadi Sarang Narkoba! Ada Lab Rp2 Triliun di Vila, Barang Diproduksi untuk Perayaan Tahun Baru

Vila ini ternyata adalah klandestin laboratorium narkotika atau pabrik rahasia pembuatan narkoba dengan nilai estimasi barang yang dapat diproduksi.

TRIBUN BALI/ZAENAL NUR ARIFIN
LAB NARKOBA - Bareskrim Polri saat konferensi pers pengungkapan kasus klandestin laboratorium narkotika di Jalan Cempaka Gading, Ungasan, Kuta Selatan, Badung, Selasa (19/11).  

TRIBUN-BALI.COM  - Sebuah vila dua lantai di Jalan Cempaka Gading, Ungasan, Kuta Selatan, Badung digerebek Bareskrim Polri. Vila ini ternyata adalah klandestin laboratorium narkotika atau pabrik rahasia pembuatan narkoba dengan nilai estimasi barang yang dapat diproduksi mencapai Rp 2 triliun.

Lab tersembunyi ini membuat narkotika jenis hasis hasil ekstrak ganja padat dan cair seberat 200 kilogram. Selain itu juga ditemukan happy five sebanyak 3.210.000 butir butir dan vape THC atau vaping liquid ganja dikenal dengan sebutan vaping minyak THC (Tetrahydrocannabinol) sebanyak 50.000 batang.

Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada mengatakan, kasus di Ungasan ini terungkap berawal dari pengungkapan kasus di Yogyakarta. Setelah dilakukan penelusuran, barang bukti yang ditemukan di Yogyakarta bersumber dari Bali.

"Pengungkapan klandestin lab ini diawali dari pengungkapan tindak pidana narkotika jenis Hasis di Yogyakarta sebanyak 25 kilogram pada bulan September 2024. Selanjutnya tim melakukan pengembangan dan diketahui bahwa barang bukti jenis Hasis tersebut diproduksi di Bali," paparnya dalam konferensi pers, Selasa (19/10).

Komjen Wahyu mengatakan, di Bali, lokasi produksi pabrik narkoba ini berpindah-pindah. Awalnya lokasi produksi terdeteksi berada di Jalan Gatot Subroto, Denpasar Utara. Kemudian berpindah ke daerah Padang Sambian, Denpasar Barat dan terakhir tim mendeteksi lokasi terakhir Klandestin lab berada di Uluwatu, Bali.

Baca juga: UNGGUL Dari Mulia-PAS, Hasil Survei Charta Politika Indonesia Pilgub Bali: Koster-Giri 69,8 Persen

Baca juga: RESMI! Umat Hindu Hendak Masuk Alas Purwo Alasan Ibadah Tidak Kena Tiket Masuk Pengunjung!

Kabareskrim Polri memimpin konferensi pers Pengungkapan Clandestine Lab Narkotika di Bali, Selasa 19 November 2024.
Kabareskrim Polri memimpin konferensi pers Pengungkapan Clandestine Lab Narkotika di Bali, Selasa 19 November 2024. (Tribun Bali/Zaenal Nur Arifin)

Informasi klandestin lab di Uluwatu ini diperoleh dari data pendukung pengiriman mesin cetak h5, evapub hasis dan pods system serta beberapa prekursor atau bahan kimia yang dikirim dari luar negeri melalui cargo Bandara Internasional Soekarno Hatta.

Dari informasi pengiriman mesin cetak, pods system dan prekursor atau bahan kimia dapat diprediksi bahwa mesin tersebut digunakan untuk produksi besar. Atas kasus ini, polisi menetapkan empat orang sebagai tersangka yakni MR, RR, N dan DA, semua tersangka warga Indonesia. "Semuanya berperan sebagai peran peracik dan pengemas," imbuhnya.
 
Selain itu ada tiga orang lainnya yang masuk daftar pencarian orang (DPO). Mereka berinisial DOM sebagai pengendali, RMD sebagai peracik dan pengemas dan IO sebagai perekrut karyawan.  

"Dalam memproduksi hashish, para pelaku mengekstrak kandungan THC dalam ganja dengan perbandingan setiap 1.000 gram ganja diekstrak menjadi 200 gram hashish," jelas Komjen Wahyu.

Kemudian, kata dia, penggunaan satu gram hashish dapat dikonsumsi oleh satu orang. Sedangkan harga satu gramnya yaitu senilai USD 220 per gram atau apabila dirupiahkan senilai Rp 3,5 juta per gram.  

Kata dia, pelaku sengaja memilih tempat di tengah pemukiman agar terhindar dari pantauan. "Modus operandi produksi narkoba dengan membangun klandestin lab di tengah pemukiman penduduk, dengan tujuan untuk menyamarkan perbuatannya," paparnya.

Sedangkan modus peredaran narkoba dengan menggunakan pods system merupakan strategi yang digunakan oleh para pelaku untuk menyamarkan peredaran narkoba di kalangan generasi muda.

Pods system, yang biasanya digunakan sebagai alat untuk vaping dengan tampilan yang modern, praktis, dan sering kali dianggap sebagai barang biasa. Barang ini telah dimodifikasi menjadi media untuk mengonsumsi narkoba sehingga lebih sulit terdeteksi.

Klandestin lab ini sudah beroperasi selama dua bulan dengan estimasi nilai barang bukti yang dapat diproduksi dalam bisnis narkoba ini Rp 2,052 triliun. Pengakuan para pelaku diketahui bahwa hasil produksi narkoba ini akan diedarkan secara masif untuk perayaan tahun baru 2025 di wilayah Bali dan pulau Jawa, serta sebagian akan dikirim keluar negeri.

Komjen Wahyu Widada menambahkan, kunci utama pemberantasan jaringan narkoba yaitu dengan cara memiskinkan kepada pelaku agar memberikan efek jera. Para tersangka dijerat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup atau paling singkat lima tahun dan paling lama 20 tahun. Denda paling sedikit yaitu Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar.

"Selain itu juga dijerat dengan psikotropika  Pasal 59 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika dengan ancaman dipidana hukuman mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara selama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 750 juta. Terhadap mereka juga dijerat dengan tindak pidana pencucian uang," jelasnya.

Berbagai pengungkapan narkoba yang telah dilakukan saat ini merupakan bagian dari perlindungan Polri kepada masyarakat Indonesia dari bahaya narkoba, khususnya generasi muda dalam mewujudkan visi indonesia emas 2045.

Kelian Banjar Dinas Ungasan, Nyoman Widana bahkan tidak mengetahui siapa pemilik apalagi penyewa vila tersebut. Ia mengatakan dari luar, terkesan tak ada aktivitas mencurigakan. "Kami tidak tahu pemilik dan penyewanya siapa," kata dia.

"Kami juga jarang mengecek masuk ke dalam-dalam vila tapi yang umum-umum saja. Saya juga jarang lewat karena ada sekuriti. Biasanya tamu vila langsung masuk setelah menyewa. Kami tidak dapat informasi siapa penyewanya," sambung Widana. (zae)


Pasar Luar Negeri Libatkan WNA

Kabareskrim Polri, Komjen Pol Wahyu Widada mengatakan, masih ada banyak mesin yang belum dipakai di vila tersebut. Mesin tersebut berpotensi digunakan untuk memproduksi narkoba lebih banyak lagi. "Metode penjualan kami sinyalir menjualnya ke kafe-kafe karena kemarin kami juga sempat melakukan penindakan terhadap salah satu kafe yang di situ ditemukan barang-barang yang ada di sini. Kami temukan hasis dan happy five ditemukan di sana (kafe)," jelas Komjen Wahyu.

Ia mengatakan, pemasaran bukan hanya dilakukan di dalam negeri tetapi juga keluar negeri dan melibatkan WNA. Untuk pemasaran keluar negeri dilakukan melalui jasa ekspedisi seperti pengungkapan di Yogyakarta. "Inilah cara-cara mereka melakukan pemasaran. Untuk pengendali yang masih dalam DPO, kami dalami dan masih didalami siapa diatasnya dia. Prinsipnya siapa pun yang terlibat di sini akan kami tindak dengan tegas," ungkapnya.

"Tetapi kami juga akan terus melakukan pendalaman-pendalaman jaringannya itu siapa sehingga bisa kita bongkar jaringannya. Bukan hanya menangkap orangnya tetapi kami bisa membongkar jaringannya jadi kalau kita bisa angkat sejaringannya sehingga jaringannya tidak ada lagi di Indonesia. Tentu itu yang akan terus kami lakukan dan itu sudah menjadi komitmen kami," ujarnya.

Komjen Wahyu menuturkan Bali adalah tempat wisata yang menjadi primadona turis. Maka  ia berkomitmen memperketat pengawasan termasuk kerja sama dengan Bea Cukai untuk bisa mengurangi potensi masuknya barang-barang ini. Ada dua pintu masuk yakni lewat laut dan udara. "Selain itu dalam upaya pencegahan dimana ada supply dan demand, supply-nya kami potong rantainya melalui jalur-jalur masuknya." katanya.

"Tetapi demand-nya kami terus lakukan sosialisasi dan edukasi kepada anak-anak. Selanjutnya kita tidak bisa kerja sendiri tetapi harus berkolaborasi dengan kementerian dan lembaga, masyarakat dan media untuk bisa saling bersinergi. Ini butuh effort bersama," paparnya.

"Sebelumnya kami pernah mengungkap beberapa lab di Canggu dan sekarang di Ungasan, lalu sebelumnya di Malang juga berarti lab-lab itu masih ada di beberapa tempat meskipun yang diproduksi itu bukan hasis tapi tembakau gorila. KEmudian yang di Canggu itu ada produksi ganja tapi pohonnya dan dipasarkan di Bali," paparnya.

"Apakah masih ada? Ini yang kita terus melakukan pengejaran jadi kalau masyarakat ada mengetahui informasi-informasi mengenai itu segera laporkan akan kami tindak. Seperti yang di Canggu jumlah pemakaian listrik saja sudah tidak normal, vila kecil tapi pemakaian listriknya 72 ribu watt itu kan tidak normal," kata dia.

"Kalau ada orang sewa tempat tetapi tidak mau bergaul dengan masyarakat juga patut dicurigai ini pentingnya peran serta masyarakat untuk bisa memberikan informasi. Tentu kita akan terus melakukan penindakan dan menindaklanjuti apapun yang menjadi laporan masyarakat," bebernya. (zae)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved