Berita Bali
Kotoran Babi Terasa 'Harum' di Bali, Prof Mahardika Jelaskan Mengapa Ternak Babi Survive
Bali dapat menjadi sumber ternak babi untuk beberapa daerah di Indonesia seperti di Jakarta, Kalimantan, Jawa Tengah, Medan, dan Sulawesi Utara.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan, populasi babi di Bali tahun 2023 menunjukkan jumlah 77.811 ekor.
Bali masih menjadi sumber penghasil ternak babi untuk provinsi lain.
Ahli virologi dan Guru Besar Universitas Udayana, Prof Dr drh I Gusti Ngurah Kade Mahardika menjelaskan, hanya di Bali kotoran babi terasa ‘harum’.
Sebab peternak babi di Bali biasanya dapat mendulang keuntungan tinggi.
Baca juga: Dinkes Telusuri Penjual Babi di Denpasar, Total Ada 11 Pasien Bergejala Meningitis di Klungkung
“Dalam tanda kutip mungkin hanya di Bali kotoran babi harum karena bisa menandakan kalau punya babi dan terdapat kotoran babi berarti memiliki babi yang banyak keuntungannya dengan harga 60 ribu rupiah per ekor,” kata, Prof. Mahardika pada workshop Outlook Peternakan Babi Bali 2025, Sabtu 21 Desember 2024 berlokasi di Puri Bagus Candidasa, Karangasem.
Lebih lanjutnya ia melihat Bali merupakan pulau kecil unik dengan ukuran hanya 5 ribu kilometer persegi.
Sebab Bali dapat menjadi sumber ternak babi untuk beberapa daerah di Indonesia seperti di Jakarta, Kalimantan, Jawa Tengah, Medan, dan Sulawesi Utara.
“Ini agak aneh. Artinya Bali mungkin tanah bertuah untuk babi, jadi ini keuntungannya. Kenapa Bali ? Saya melihat ada dua hal,” bebernya.
Di awal wabah African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika, para peternak babi di Bali sudah menerapkan bio security dengan sangat disiplin.
Atau dengan bahasa sederhananya bahkan sekarang pergi ke kandang sama seperti ke Pura sebelum ke kandang biasanya para peternak akan mandi, setelah itu menggunakan pakaian yang sudah dicuci bersih kemudian memakai desinfektan sebagai parfum.
“Memang disiplin ini dan pemahaman dari peternak. Peternakan babi di Bali banyak peternak kecil yang tidak dalam mata rantai penularan ASF. Sehingga banyak babi yang selamat dari virus ASF, ini sekaligus sebagai epidemologi, sehingga ASF tidak menyebar dengan cepat dibandingkan dengan daerah lain,” imbuhnya.
Mungkin, kata Prof. Mahardika, terdapat faktor spiritual juga sehingga babi bagi Bali tanah bertuah untuk hidup.
“Kami sebagai peneliti tentu tetap mencari upaya pencegahan yang efektif, sehingga Bali bisa tetap menjadi sumber babi untuk daerah lain di Indonesia juga kembangkan peternakan babi lain di Indonesia dan mendapatkan manfaat dari apa yang dikembangkan di Bali,” tutupnya.
Kumpulan Artikel Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.