Berita Buleleng

Reka Ceritakan Sejarah Perkembangan Jegog Melalui Karya 'Ndong-Ndeng-Ndung-Nding' di Buleleng

Kepada Tribun-Bali.com, pemuda yang akrab disapa Reka ini mengatakan butuh waktu 8 bulan lamanya untuk membuat karya ini. 

Tribun Bali/Muhammad Fredey
Reka ketika menjelaskan tentang karya seni buatannya - Reka Ceritakan Sejarah Perkembangan Jegog Melalui Karya 'Ndong-Ndeng-Ndung-Nding' di Buleleng 

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Alat musik tradisional asal Jembrana berupa Jegog, tampak terpampang tepat saat memasuki ruang Paduraksa, Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Undiksha. 

Bukan sekadar alat musik biasa, sebab pada masing-masing bilah bambu terdapat berbagai gambar yang seolah menceritakan sesuatu. 

Salah satu karya seni prasimologi ini ditampilkan dalam pameran seni rupa bertajuk 'Peta Tanpa Arah'. 

Karya ciptaan I Kadek Agus Reka Biambara Putra ini berjudul 'Ndong-Ndeng-Ndung-Nding' yang dibuat dari bambu jegog. 

Baca juga: Dibuka Esok, Denfest ke-17 Diikuti 190 UMKM, Libatkan Ratusan Seniman Bali

Kepada Tribun-Bali.com, pemuda yang akrab disapa Reka ini mengatakan butuh waktu 8 bulan lamanya untuk membuat karya ini. 

Mulai dari proses riset, mencari bambu, hingga proses menggambar. 

"Saya menggunakan metode research based artwork atau karya berbasis penelitian. Di mana saya melakukan penelitian sejarah jegog terlebih dahulu, kemudian divisualisasikan di atas alat musik jegog," ungkapnya Minggu 5 Januari 2025. 

Gamelan jegog sejatinya terdiri dari 8 bilah bambu. 

Namun pada karya ini Reka hanya menggunakan empat bilah bambu sepanjang 2 hingga 3 meter, yang menurutnya mewakili semua instrumen. 

Empat bilah bambu ini merupakan nada dasar, yakni Ndong-Ndeng-Ndung-Nding.

Pada empat bilah bambu ini juga, Reka menceritakan bagaimana sejarah jegog pada masing-masing bilahnya. 

Mulai dari awal mula ditemukan oleh Kiyang Geliduh ketika mencari kayu bakar di hutan, yang divisualkan pada bilah bambu Ndong. 

Selanjutnya pada bilah bambu Ndeng memvisualkan perkembangan jegog di era Genyor (1912-1945). 

Pada era ini Genyor menciptakan beberapa komposisi instrumentalia, dan juga digunakan untuk perayaan panen, hiburan, serta beberapa acara keagamaan. 

Kemudian pada bilah bambu Ndung menceritakan era Ni Suprig (1945-1965). 

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved