Pendidikan
UKT Berpotensi Naik, Beasiswa Terancam Diputus! Efisiensi untuk Program Makan Siang Bergizi Gratis
Lebih lanjut, Sekjen FRONTIER-Bali AA Gede Surya Sentana menyampaikan pemerintah tidak serius menangani masalah pendidikan di Indonesia.
TRIBUN-BALI.COM - Gerakan Mahasiswa Front Demokrasi Perjuangan Rakyat (FRONTIER) Bali mengirim karangan bunga di depan Kantor Kementerian Keuangan Wilayah Bali pada Minggu (16/2). Hal ini sebagai peringatan berkabung atas pemangkasan anggaran pendidikan.
Kebijakan efisiensi penggunaan anggaran yang dilakukan baik pada APBN maupun APBD, direalisasikan dengan pemotongan anggaran sebesar Rp 306,7 triliun dalam APBN Tahun Anggaran (TA) 2025. Penerapan efisiensi anggaran sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpers) Nomor 1 Tahun 2025.
Kepala Divisi Agitasi Propaganda FRONTIER-Bali, I Wayang Sathya Tirtayasa menjelaskan, pengiriman karangan bunga serta tabur bunga di depan Kantor Kemenkeu Bali ini dilakukan sebagai bentuk simbolik berdukanya dunia pendidikan atas pemangkasan anggaran Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Menurutnya pemangkasan anggaran tersebut berdampak terhadap kemerosotan dunia pendidikan.
"Pendidikan sedang berduka bukan tanpa sebab pemerintah memangkas anggaran pendidikan, harusnya anggaran pendidikan diprioritaskan bukan sebaliknya," ucapnya.
Baca juga: CUACA BURUK! Angin Kencang 49 Knot, 4 Kali Pelabuhan Gilimanuk Terdampak, Pengguna Harap Maklum
Baca juga: KEMATIAN Pande Gede Putra, Polisi Akan Rekonstruksi Pembunuhan Ini, Widwan: Terang Peran Tersangka!
Lebih lanjut, Sekjen FRONTIER-Bali AA Gede Surya Sentana menyampaikan pemerintah tidak serius menangani masalah pendidikan di Indonesia. Dimasukkannya pendidikan bukan sebagai program utama pemerintah menunjukkan bagaimana abainya pemerintah terhadap pendidikan di negeri ini. Apalagi masih tingginya keluhan masyarakat dengan biaya kuliah yang tinggi. “Ini merupakan penghianatan dunia pendidikan," katanya.
Pemangkasan anggaran Kemendiksaintek yang semula total pagu anggaran sebesar Rp 56,6 triliun menjadi Rp 14,5 triliun yang mengakibatkan pemotongan beasiswa bagi mahasiswa. Antara lain beasiswa program KIP dipangkas 9 persen dari pagu awal, beasiswa BIP terkena pemangkasan 10%.
Beasiswa ADIK dipotong 10%, beasiswa KNB dipangkas 25%, dan pemotongan Bantuan Perguruan tinggi Negeri Berbadan Hukum (BPPTNBH), serta Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) diefisiensi 50%. Tentunya hal ini akan menimbulkan dampak bagi Perguruan Tinggi dan mahasiswa. “Jelas ini pemangkasan yang sangat tak masuk akal,” imbuhnya.
Dengan adanya pemangkasan beasiswa, ia menyebut, ribuan mahasiswa terancam diputus beasiswanya. Dan untuk mahasiswa yang akan masuk Perguruan Tinggi di tahun 2025 kemungkinan besar tidak mendapatkan beasiswa akibat pemangkasan APBN.
Selain itu adanya pemangkasan bantuan operasional Perguruan Tinggi berpotensi besar menjadikan kampus kekurangan anggaran. Sehingga solusi yang tercepat menurutnya pasti menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa.
“Ini berpotensi naiknya UKT, sehingga akses pendidikan murah di negeri ini menjadi angan-angan saja, selain itu menimbulkan potensi mahasiswa putus kuliah,” ungkapnya.
Pihaknya menuntut agar pemerintah pusat yakni Presiden RI menjadikan pendidikan pogram prioritas utama dan pemangkasan anggaran pendidikan tidak dilakukan serta menjamin anak bangsa mendapatkan pendidikan gratis sesuai amanat konstitusi negara. “Pemerintah harus menjamin pendidikan, bukanya fokus makan siang gratis,” kata dia.
Sementara itu, Pemkot Denpasar akan mengikuti Intruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efesiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD). Akan tetapi, untuk saat ini, APBD induk 2025 sudah berjalan. Sehingga pelaksanaannya akan dilakukan pada APBD perubahan nanti.
Wali Kota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara mengatakan, dengan keluarnya Inpres tersebut, Pemkot Denpasar akan segera meindaklanjuti. “Permasalahannya di sini anggaran kita sudah ketok palu. Namun kami pemerintah daerah pasti akan mengikuti Inpres tersebut. Secara pelaksanaannya mulai di perubahan karena anggaran kita lagi berjalan,” ungkapnya.
Di samping itu, pihaknya mengaku, petunjuk teknis (Juknis) Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tersebut belum turun. “Intinya kami akan menindaklanjuti setelah ada rujukan regulasi,” terangnya.
Kepala BPKAD Kota Denpasar, Ni Putu Kusumawati, mengatakan, meskipun Inpres sudah terbit, namun pihaknya belum berani bergerak terlalu jauh. Hal ini dikarenakan sampai saat ini Juknis belum turun.
Menurutnya, proses terjemahan untuk teknis penerapan instruksi itu masih dibuat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “Kami belum dapat turunan Inpres tersebut. Jadi kami belum bisa melangkah jauh. Kami tetap melakukan koordinasi dengan Pemprov Bali,” paparnya.
Ia mengatakan, dari 7 indikator dalam Inpres tersebut, khusus Gubernur dan Bupati/Wali Kota instruksinya agar membatasi belanja untuk kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, dan seminar atau focus group discussion (FGD). Selain itu, juga mengurangi belanja perjalanan dinas sebesar 50 persen.
Juga nembatasi belanja honorarium melalui pembatasan jumlah tim dan besaran honorarium yang mengacu pada Peraturan Presiden mengenai Standar Harga Satuan Regional. Mengurangi belanja yang bersifat pendukung dan tidak memiliki output yang terukur.
Memfokuskan alokasi anggaran belanja pada target kinerja pelayanan publik serta tidak berdasarkan pemerataan antarperangkat daerah atau berdasarkan alokasi anggaran belanja pada tahun anggaran sebelumnya.
Dan lebih selektif dalam memberikan hibah langsung baik dalam bentuk uang, barang, maupun jasa kepada Kementerian/Lembaga dan melakukan penyesuaian belanja APBD Tahun Anggaran 2025 yang bersumber dari transfer ke daerah.
Dari ke-7 indikator tersebut, pemotongan anggaran studi banding sudah dipastikan dilakukan. Namun, studi banding yang kena efisiensi yakni studi banding pendamping. “Kalau studi banding khusus itu dikecualikan. Seperti, keperluan harus berangkat itu masih bisa. Kalau yang rombongan itu pasti kena efisiensi 50 persen,” ungkapnya.
Pihaknya mengatakan, untuk poin 7, Kota Denpasar masih dalam posisi aman. Di mana, Kemenkeu memastikan kucuran dana tidak dikurangi. Tahun 2025 ini dari Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No 29 Tahun 2025 tentang penyesuaian rincian alokasi TKD menurut provinsi/kabupaten/kota TA 2025 dalam rangka efisiensi belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD TA 2025 tanggal 3 Februari 2025, Kota Denpasar tetap mendapatkan sebesar Rp 765.142.650.000.
“Kemenkeu tidak melakukan pemotongan atau pengurangan transfer dana ke Kota Denpasar. Kami tetap mendapatkan Rp 765.142.650.000 dari Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat. Mungkin karena analisis pusat karena pas anggaran dan alokasinya dibutuhkan itu,” ujarnya.
Menurutnya, untuk dana yang ditransfer Kemenkeu ke Kota Denpasar dari Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat yakni Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 711.709.633.000. Dana Desa sebesar Rp 39.896.439.000 dan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik baik sektor pendidikan dan kesehatan sebesar Rp 13.536.578.000. Namun, untuk efisiensi lainnya pihaknya masih menunggu aturan pelaksananya dari Kemendagri. “Sebelum itu kami belum berani mendahului,” katanya.
Di sisi lain, Gubernur Bali terpilih periode 2025-2030 Wayan Koster meyakini pembangunan Bali ke depan akan lebih mudah dilakukan. Hal ini disebabkan terdapat keselarasan antara dirinya sebagai Gubernur dengan delapan Bupati dan Wali Kota di Bali yang berasal dari partai yang sama yakni PDI Perjuangan (PDI P).
“Sekarang astungkara akan lebih mudah membangun Bali karena gubernurnya dengan 8 bupati/wali kota 1 partai politik (PDI P). Hanya 1 yang lepas (bukan se-partai) di Karangasem. Tetapi sudah bertemu, jadi (saya bilang) bapak harus patuh, kalau tidak patuh bapak akan tertinggal sendiri. Nggak ditinggal saja udah ketinggalan, apalagi ditinggal,” jelasnya dalam sambutan acara Widyatula Aksara Bali ring Dunia Digital, Sabtu (15/2).
Koster menekankan pentingnya mengikuti arahan gubernur dan peraturan gubernur (Pergub) untuk memastikan pembangunan yang harmonis dan terarah. Menurutnya, koordinasi dengan kepala daerah dari partai yang sama akan lebih mudah karena ia merupakan ketua partai di Bali. “Jadi jangan buat hidup susah.
Ikuti arahan gubernur dan Pergub. Kalau saya dengan yang 8 mudah, karena saya ketua partai, jadi itu bisa jalan,” tambahnya.
Ia berharap pembangunan Bali dapat berjalan dalam satu kesatuan budaya, satu pulau, satu pola, dan satu tata pola yang sejalan dengan visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”. “Mudah-mudahan Bali bisa dibangun dalam satu kesatuan budaya, satu pulau, satu pola dan satu tata pola dengan Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Astungkara,” kata dia. (sup/sar)
Perlambat Penyerapan Tenaga Kerja
Kebijakan efisiensi penggunaan anggaran yang dilakukan baik pada APBN maupun APBD, direalisasikan dengan pemotongan anggaran sebesar Rp 306,7 triliun dalam APBN 2025. Pemotongan ini mencakup hampir semua di Kementerian. Revisi anggaran dan pemangkasan dana transfer daerah tak terelakkan.
Pemerhati Ekonomi dari Celios, Bhima Yudhistira mengatakan dampak dari pemangkasan dana transfer daerah ini tentu akan berpengaruh kepada berbagai faktor ekonomi. “Pertama, kebijakan tersebut akan mencederai asas dari desentralisasi fiskal atau otonomi daerah. Utamanya dalam pengelolaan anggaran,” jelas, Bhima.
Satu sisi, beberapa pemerintah daerah sangat membutuhkan dana transfer daerah, terutama untuk mendorong ekonomi lokal. Termasuk untuk mendorong bantuan-bantuan sosial dan juga bagi daerah-daerah pemekaran baru yang sangat membutuhkan dana-dana transfer daerah.
Kedua, yang dikhawatirkan kalau pemangkasan yang sangat signifikan sampai 50%. Hal itu bisa merugikan vendor-vendor yang ada di daerah, bisa memperlambat penyerapan tenaga kerja di daerah dan bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi yang ada di daerah.
“Padahal kondisi ekonomi 2025 ini dengan pertumbuhan ekonomi nasional hanya 5 persen, ini membutuhkan lebih banyak lagi penguatan kapasitas fiskal di daerah,” kata dia.
Termasuk untuk bisa menciptakan efek berganda kayak ekonomi nasional, menciptakan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru, mendorong swasembada pangan dan swasembada energi.
“Tapi kalau anggarannya dipangkas signifikan daerah mau berbuat apa? Jadi ini sangat disesalkan dan harus ditinjau ulang lagi keputusan dari pemerintah pusat memangkas dana transfer daerah dan desa,” ujarnya.
Sementara itu, Pengamat ekonomi, Prof. Dr. I Nyoman Sri Subawa sekaligus Rektor Undiknas turut memberikan tanggapannya terkait penerapan efisiensi anggaran. Prof. Subawa melihat jika efisiensi dilakukan di semua lini, tentu akan menjadi fokus bagi pemerintah baik pusat maupun daerah dan apa yang mesti serta harus dituntaskan. Contohnya masalah kemiskinan yang memerlukan pendanaan cukup besar. Begitu juga masalah kesehatan serta pendidikan.
“Banyak sekolah-sekolah dari sisi fasilitas tidak memadai. Dari sisi kualitas guru demikian sehingga bagaimana kita mau pendidikan itu maju kalau guru maupun fasilitasnya tidak memadai. Bagaimana sekolah adik-adik siswa itu belajar dengan baik kalau fasilitasnya tidak baik?” jelasnya pada, Sabtu (15/2).
Efisiensi yang ia cermati adalah efisiensi terkait dengan pertemuan-pertemuan yang sebaiknya dikurangi yang memang tidak diperlukan misalnya Perjalanan Dinas. Yang semestinya tidak harus dilakukan sekian kali perjalanan dinas. Jadi lebih kepada program apa yang mesti dan harus dituntaskan.
Terlebih memang Inpers Nomor 1 Tahun 2025 merupakan hak prerogatif Presiden untuk melakukan upaya penuntasan persoalan bangsa dan negara ini. Untuk saat ini program makan bergizi gratis menjadi pokok, tentu ini mesti harus dicarikan dari mana anggaran itu. Dengan mengefisienkan anggaran yang mungkin tidak diperlukan atau memang berlebihan itu misalnya.
Menurutnya, efisiensi anggaran hal yang positif bagi Bali. Untuk Bali pada pembangunan Pusat Kebudayaan Bali (PKB) yang belum tuntas. Nah, apakah nanti akan diberikan anggaran untuk menuntaskan itu di Pemerintahan Daerah dan Provinsi Bali?
Dikatakan hal ini harus dicari jalan keluarnya seperti apa ataupun pembangunan satelit untuk komunikasi di seluruh Bali yang akan dirancang oleh Pemerintah Daerah Provinsi Bali yang ke depan ini sehingga perlu dicari dari mana penerimaan pemerintah atau Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bisa di dikira-kira untuk pendanaan infrastruktur seperti itu.
Sementara pengaruh untuk daya beli sangat bergantung dari bagaimana tenaga kerja apakah pengangguran itu semakin banyak atau tidak. Menurutnya daya beli merupakan hal yang sangat relatif.
Pendapatannya terbesar Bali dari pariwisata kemudian apakah hal itu sudah tersalurkan ke tenaga kerja atau belum. Jika tersalurkan dengan mereka memiliki pendapatan, tentu tenaga kerja mempunyai daya beli yang cukup tinggi.
“Tetapi kalau saya melihat di Bali tidak itu persoalannya. Di Bali persoalannya tentu bagaimana tenaga kerja kita terserap dengan baik khususnya di sektor pariwisata karena kita semua orang tidak mungkin kita mumpuni sektor pariwisata menjadi sektor ekonomi kita kan begitu.
Nah, kalau pariwisata kita berjalan dengan baik, kemudian serapan tenaga kerja juga baik, tentu meningkatkan pendapatan masyarakat itu memiliki daya beli yang cukup baik juga untuk masyarakat kita,” bebernya.
Anggaran itu perlu dikaji tetapi harus berorientasi pada mana yang menjadi prioritas. Kata Prof. Subawa jika kemiskinan absolut yang mesti harus dituntaskan nol atau sekian persen maka hal tersebut yang harus diprioritaskan oleh Bali.
Diakuinya, segala suatu kebijakan memang pasti memberikan dampak. Walaupun sekecil berapapun dampaknya pasti ada tetapi dampak yang lebih besar yang positif itulah mesti dilakukan. Pemerintah, selama ini Kementerian terlalu bertambah anggaran setiap tahunnya.
Sehingga asumsinya dengan pengurangan dengan efisiensi dianggap akan menghambat pertumbuhan ataupun pembangunan bangsa dan negara.
“Seperti saya lihat pertemuan-pertemuan of focus group discussion atau pertemuan-penuh yang tidak penting bisa dikurangi atau perjalanan dinas yang dianggap tidak representatif dikurangi barangkali begitu. Bisa melalui online, bisa komunikasi dengan banyak cara akan bisa dilakukan.
Dan saya kira itu sangat-sangat efektif, setiap apa kegiatan kebijakan yang diinformasi. Jadi pada pemerintah daerah itu lebih lebih efektif. Ndak mesti datang menghabiskan waktu cukup lama juga,” ujarnya. (sar)
Hasil Efisiensi Anggaran Rp 24 Triliun untuk Biaya MBG
Presiden Prabowo Subianto mengatakan, pemerintah terpaksa menggunakan dana hasil efisiensi anggaran sebesar Rp 24 triliun untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Prabowo mengatakan hal itu dalam pidatonya saat Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-17 Partai Gerindra di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/2).
“Rp 24 triliun terpaksa saya pakai untuk Makan Bergizi Gratis. Rakyat kita, anak-anak kita, tidak boleh kelaparan,” ujar Prabowo.
Prabowo awalnya menjelaskan bahwa pemerintah memang tengah melakukan penghematan anggaran dalam dua tahap.
Tahap pertama, diproyeksikan total pengumpulan dana yang dihasilkan dari penghematan anggaran mencapai Rp 608 triliun. Kemudian, tahap kedua akan difokuskan pada pemangkasan belanja kementerian dan lembaga (K/L) yang dianggap kurang efisien dengan total target penghematan Rp 308 triliun.
Namun, Prabowo mengungkapkan, dari penghematan tersebut akan dikembalikan ke kementerian/lembaga sebesar Rp 58 triliun sehingga total penghematan menjadi Rp 250 triliun.
Selain itu, Kepala Negara mengatakan, dividen dari BUMN juga mencapai Rp 300 triliun, di mana Rp 100 triliun di antaranya dikembalikan untuk modal kerja, sehingga dana yang tersedia diperkirakan mencapai Rp 750 triliun.
“Yang lagi ramai penghematan. Penghematan putaran pertama oleh Kementerian Keuangan disisir, dihemat Rp 300 triliun. Penghematan putaran kedua Rp 308 triliun, deviden BUMN Rp 300 triliun, Rp 100 triliun dikembalikan, jadi totalnya kita punya Rp 750 triliun,” kata Prabowo seperti dilansir Kompas.com.
Dari situlah, Prabowo menyebut bahwa Rp 24 triliun digunakan untuk membiayai program makan bergizi gratis. “Rp 24 triliun terpaksa saya pakai. Untuk apa? Untuk makan bergizi. Rakyat kita, anak-anak kita tidak boleh kelaparan,” ujar Prabowo.
Kemudian, dana hasil efisiensi yang tersisa akan dialokasikan kepada Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) yang akan diluncurkan pada 24 Februari 2025. Nantinya, dana tersebut akan dijadikan sebagai dana investasi untuk Danantara.
Sebagaimana diberitakan, pemerintah tengah melakukan efisiensi anggaran yang diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang telah diteken Prabowo.
Dalam Inpres tersebut, Prabowo meminta kementerian/lembaga dan pemerintah daerah melakukan review sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing. Instruksi itu juga menerangkan jumlah efisiensi yang diperlukan, yakni senilai Rp 306,6 triliun anggaran belanja negara yang terdiri atas anggaran belanja kementerian/lembaga (K/L) tahun 2025 sebesar Rp 256,1 triliun, dan transfer ke daerah sebesar Rp 50,5 triliun.
Kemudian, pada diktum ketiga angka 1, Prabowo menginstruksikan menteri dan pimpinan lembaga untuk melakukan identifikasi rencana efisiensi belanja K/L sesuai besaran yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Selanjutnya, Inpres tersebut ditindaklanjuti melalui Surat Menteri Keuangan tanggal 24 Januari 2025 tentang Efisiensi Belanja Kementerian atau Lembaga. (ali)
ACS Bali Mulai Kegiatan Belajar Mengajar di Bali, Pengalaman Hampir 140 Tahun di Dunia Pendidikan |
![]() |
---|
UNDIKNAS Buka Beasiswa Program 1 Keluarga 1 Sarjana, Pendaftaran Sampai Akhir Agustus 2025 |
![]() |
---|
Siapkan Rp 1,4 M untuk Subsidi BSP, Dikhususkan Bagi Siswa yang Tidak Lolos Daftar di SMP Negeri |
![]() |
---|
CEGAH Bullying Jadi Materi MPLS di Denpasar, SD di Buleleng dan Karangasem Tak Dapat Murid Baru |
![]() |
---|
Kodam IX/Udayana Gandeng Perguruan Tinggi Perkuat Keamanan Siber |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.